agi para kritikus yang tidak mendukungnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah “orang yang penuh kontradiksi”. Julukan itulah yang diberikan analis politik Benjamin Bland bagi presiden ketujuh Indonesia.
Contoh terbaru adalah ketika Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan Rabu lalu. Saat itu, Presiden menggoda partai-partai politik yang mencoba menebak-nebak kepada siapa ia memberikan dukungannya, terutama untuk posisi calon presiden, menjelang pemilihan umum tahun depan.
Sebelumnya, Presiden berusaha membenarkan langkahnya ikut campur dalam perburuan penggantinya, sering disebut cawe-cawe, yang ia klaim demi kebaikan negara.
Terlepas dari segala kontroversi yang ada, kita tidak meragukan komitmen Presiden Jokowi untuk mengubah Indonesia. Ia berusaha keras agar Indonesia masuk dalam jajaran ekonomi terbesar dunia. Fokusnya pada infrastruktur dan sekarang pada industri hilir mineral negara, menjadi bukti niatnya untuk mewujudkan mimpi Indonesia menjadi pemain global. Setelah sembilan tahun menjabat, dia tampak konsisten dalam hal ini.
Pemimpin kita yang sebelumnya, sesungguhnya juga punya visi serupa. Yang membedakan mereka dengan Jokowi adalah cara menerjemahkan visi tersebut ke dalam rencana pembangunan jangka panjang dan menengah, serta dalam melaksanakan kebijakan untuk mewujudkan visi tersebut.
Di bawah Jokowi, pemerintahannya telah menciptakan visi Indonesia Emas 2045 sebagai peta jalan untuk menempatkan Indonesia ke dalam jajaran lima negara dengan ekonomi teratas di dunia menjelang ulang tahun negara ini yang ke-100. Visi ini tidak hanya bertujuan untuk kemakmuran negara, yaitu mencapai pendapatan per kapita sebesar $23.199 dolar Amerika dalam 22 tahun ke depan, tetapi juga demi demokrasi dan keadilan untuk semua.
Pemerintahan yang efektif dan transparan adalah salah satu hal penting untuk mencapai tujuan tersebut. Hal itu dapat dicapai dengan meningkatkan tata kelola, memerangi korupsi, memperkuat lembaga hukum, dan memastikan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Berinvestasi dalam sumber daya manusia adalah kebutuhan yang paling mendesak, mengingat situasi dunia yang cepat berubah dan semakin kompetitif.
Mimpi besar Indonesia tidak hanya membutuhkan kerja keras dari seluruh elemen bangsa, tetapi juga membutuhkan kepemimpinan yang kuat. Dalam kata-kata Jokowi, pemimpin yang kuat adalah yang punya “konsistensi” dan “keberanian”.
Jokowi menjabarkan strateginya untuk mencapai mimpi tersebut, antara lain dengan mengembangkan sumber daya manusia, mendorong lebih banyak kebijakan ekonomi hijau, dan hilirisasi sektor terkait komoditas. Selama beberapa tahun terakhir, pemerintahannya dengan tegas melarang ekspor bijih mineral, meskipun ada tantangan internasional terhadap kebijakan ini.
“Kesempatan ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin. Kita akan sangat rugi jika melewatkan kesempatan ini, karena tidak semua negara memilikinya dan tidak ada jaminan bahwa kita akan punya kesempatan lagi,” katanya.
Jokowi ingin siapa pun yang terpilih menjadi penggantinya tahun depan melanjutkan, bahkan memperbaiki, jalan menuju visi Indonesia Emas. Peralihan kekuasaan yang damai setelah pemilu pada 14 Februari 2024 adalah suatu keharusan. Presiden Indonesia pasca-Jokowi tidak boleh memulai lagi segalanya dari awal. Karena jika harus mulai lagi, kita akan sangat tertinggal saat negara lain telah melesat menuju kemajuan.
Kecuali ada perubahan yang tidak terduga, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto, serta mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, akan maju dalam pemilihan presiden. Sejauh ini, belum satu pun yang menunjuk calon wakil presiden. Sesungguhnya, itulah cerminan dari proses tarik-menarik yang sedang berlangsung dalam setiap aliansi politik elektoral.
Tanggung jawab Jokowi sebagai petahana bukan untuk membantu memenangkan kandidat yang disukainya, tetapi untuk menciptakan medan pertarungan yang setara dan menyajikan atmosfer yang memungkinkan masyarakat Indonesia memilih pemimpin yang tepat. Tugasnya adalah memastikan terlaksananya pemilu yang bebas dan adil, artinya ada netralitas aparatur negara dan para kandidat tidak menyalahgunakan fasilitas negara.
Tahun mendatang akan menjadi saat yang menentukan bagi Jokowi untuk membuktikan janjinya dalam menjaga demokrasi. Satu ujian yang akan dihadapinya adalah menahan desakan amandemen konstitusi, yang hanya akan mengembalikan situasi pemerintahan ala Orde Baru. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti, keduanya sekutu Jokowi, telah mengisyaratkan bahwa akan ada perubahan UUD setelah pemilu.
Tahun depan, saat menyampaikan Pidato Kenegaraan terakhirnya, mudah-mudahan Jokowi telah berhasil menjawab semua keraguan tentang masa depan demokrasi Indonesia.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Thank you for sharing your thoughts.
We appreciate your feedback.