TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Tak cukup hanya sekadar tenaga kerja murah

Mengingat semua kondisi negatif lain dalam industri manufaktur kita, komponen upah hanya jadi bagian kecil dalam biaya. Biaya listrik dan ketersediaan energi terbarukan menjadi semakin penting.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, March 10, 2025 Published on Mar. 9, 2025 Published on 2025-03-09T18:04:17+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Tak cukup hanya sekadar tenaga kerja murah Workers and employees of textile giant PT Sri Rejeki Isman (Sritex) listen to a speech given by the company's board of directors on Feb. 28, 2025, at its factory in Sukoharjo, Central Java. (Antara/Mohammad Ayudha)
Read in English

 

Indonesia dibuat cemas oleh industri tekstil dalam negeri. Kebangkrutan produsen garmen yang berbasis di Jawa Tengah, PT Sri Rejeki Isman, yang lebih dikenal sebagai Sritex, adalah contoh kasus yang sangat besar, sekaligus masalah yang jauh lebih luas.

Nasib lebih dari 10.000 pekerja yang diberhentikan di Sritex dan perusahaan lain yang terkait dengannya telah menjadi berita utama di beragam media massa. Pemerintah dan perusahaan asuransi harus melakukan apa saja yang mereka bisa untuk meringankan beban masing-masing individu yang terkena dampak PHK. Meski begitu, kita harus tetap memperhatikan gambaran masalah yang lebih besar.

Menteri Tenaga Kerja Yassierli telah berjanji untuk membantu para pekerja yang terkena dampak PHK dalam memproses klaim mereka untuk tunjangan hari tua dan jaminan kehilangan pekerjaan. Ia pun telah mendapat komitmen para administrator untuk membayar tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri, hampir setengah tahun setelah pernyataan kebangkrutan.

Pemerintah jelas sadar adanya ribuan orang yang kehilangan mata pencaharian mereka, sementara di saat bersamaan, pekerja di seluruh negeri sedang menunggu cairnya bonus. Tetapi apakah pemerintah juga menyadari masalah mendasar dalam industri tekstil?

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Di Tangerang, dua produsen alas kaki untuk Nike, Adidas, dan sejumlah merek global lainnya sedang dalam proses memberhentikan ribuan pekerja. Langkah itu diambil sebagai respons terhadap berkurangnya pesanan. Ada puluhan pabrik lain yang tutup atau mengurangi produksi.

Pemerintah dan produsen kita sering menuding "impor murah" menjadi alasan yang membuat produk perusahaan dalam negeri tidak kompetitif. Padahal yang terjadi justru sebaliknya, kurangnya daya saing dalam negeri menciptakan peluang bagi impor semacam itu.

Tidak dapat disangkal bahwa banyak operasional perusahaan tekstil Indonesia yang relatif tidak efisien. Mereka berinvestasi terlalu sedikit dalam teknologi baru selama beberapa tahun terakhir.

Namun, masalahnya lebih dalam dari itu. Masalah industri tekstil yang tidak efisien meluas ke apa yang sebagian besar merupakan ekosistem industri yang tidak sehat. Hal itu termasuk infrastruktur dan logistik, regulasi, birokrasi, dan perkembangan ekonomi global.

Aspek terakhir, masalah ekonomi global, berada di luar kendali kita. Tapi, selain itu, yang lainnya dapat dicari solusinya. 

Selain itu, bukan hanya perusahaan tekstil yang sedang berjuang, tetapi juga banyak pabrik-pabrik lainnya. Menurut laporan terkini, Yamaha berencana menutup pabrik di Indonesia yang memproduksi alat musik, karena permintaan pasar yang lemah.

Beberapa ekonom mengatakan bahwa tingkat upah yang relatif tinggi membuat pabrik-pabrik di Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan pabrik-pabrik di Bangladesh. Tetapi, mengingat meningkatnya otomatisasi, tenaga kerja hanya menyumbang porsi yang semakin kecil dari total biaya unit dalam produksi pakaian dan alas kaki.

Mengingat semua kekurangan yang ada dalam industri manufaktur kita, komponen upah memainkan peran yang relatif kecil. Sedangkan biaya listrik dan ketersediaan energi terbarukan makin hari berperan semakin besar.

Mencoba bersaing dalam hal biaya tenaga kerja dapat terbukti sia-sia, terutama ketika pesanan ekspor terancam oleh permintaan yang lemah di pasar global yang biasa dituju, seperti Eropa dan Amerika Serikat. Kondisi pasar yang sudah lemah juga diperburuk oleh kebijakan perdagangan proteksionis.

Selain itu, upah yang stagnan hanya akan merugikan pasar domestik untuk produk-produk yang mungkin semakin sulit dijual ke luar negeri.

Ada hal baik yang dapat dikritik dari kenaikan upah yang terlalu besar, khususnya untuk mencegah perusahaan melakukan outsourcing kegiatan kepada perusahaan lain. Tetapi persaingan upah yang rendah akan merugikan semua pihak, dan tidak akan membawa kita lebih dekat ke tujuan pembangunan nasional untuk mencapai status negara dengan ekonomi berpendapatan tinggi.

Lebih baik, produsen perlu didorong untuk mengadopsi otomatisasi. Mereka harus mengganti peralatan yang sudah ketinggalan zaman dan merampingkan prosedur operasional. Tidak diragukan lagi, ribuan pekerjaan akan hilang dalam proses perombakan bisnis tekstil. Tetapi, hanya ada dua pilihan, perombakan bisnis yang memangkas jumlah tenaga kerja, atau kehilangan seluruh industri.

Pemerintah harus fokus pada infrastruktur dan membiarkan bisnis menjalankan operasionalnya, tanpa hambatan apa pun dalam perjalanan mereka menuju modernisasi. Ini berarti memastikan kebijakan yang mendukung impor mesin dan bahan baku, serta tidak campur tangan dalam menentukan siapa atau berapa banyak orang yang akan dipekerjakan.

Beberapa perusahaan dari dalam dan luar negeri dilaporkan telah menyatakan minat untuk mengakuisisi aset-aset Sritex, dan mempekerjakan kembali setidaknya sebagian dari tenaga kerja. Kita tidak perlu membujuk mereka dengan mempromosikan tenaga kerja murah, karena pasti mereka mencari mekanisme operasional yang ringkas dan ramping.

Mari kita sambut mereka.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.