TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Kebijakan atasi hambatan pertumbuhan yang terhambat 

Lebih dari separuh dari 82 juta anak yang jadi target program MBG mungkin tidak perlu makanan gratis di sekolah. Bisa saja mereka tidak akan terlalu menghargai makanan itu karena telah memperoleh yang lebih lezat dan lebih bergizi di rumah.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, June 11, 2025 Published on Jun. 10, 2025 Published on 2025-06-10T11:59:33+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
A volunteer weighs a children on a scale at an integrated health post (Posyandu) in Ciamis regency, West Java, on Jan. 16, 2024. The government allocates Rp 187.5 trillion in the 2024 state budget for stunting prevention. A volunteer weighs a children on a scale at an integrated health post (Posyandu) in Ciamis regency, West Java, on Jan. 16, 2024. The government allocates Rp 187.5 trillion in the 2024 state budget for stunting prevention. (Antara/Adeng Bustomi)
Read in English

 

Meskipun Indonesia telah membuat kemajuan dalam kampanye mengurangi prevalensi stunting di kalangan anak-anak, menjadi hampir satu dari lima anak, angka tersebut masih terlalu tinggi bagi negara ini untuk dapat membanggakan keberhasilannya. Kita masih harus menempuh jalan panjang. Dan ada pertanyaan apakah program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diperkenalkan di semua sekolah di seluruh negeri, merupakan intervensi yang paling efektif. MBG menjadi kebijakan special dari Presiden Prabowo Subianto

Survei Status Gizi Nasional terbaru yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa tingkat stunting tahun 2024 adalah sebesar 19,8 persen, turun dari 21,5 persen pada tahun sebelumnya. Angka itu masih menempatkan Indonesia di 15 negara teratas di dunia yang punya tingkat prevalensi tertinggi.

Indonesia termasuk terlambat dalam upaya mengatasi stunting. Sebelumnya, hal ini telah ditangani di tingkat lokal. Kampanye nasional dimulai pada pemerintahan sebelumnya, yang dipimpin Joko “Jokowi” Widodo, pada 2021. Saat ini, kampanye bertujuan untuk mempercepat penurunan angka stunting sekaligus menurunkannya menjadi 14,2 persen pada 2029.

Sekarang program tersebut tampaknya berjalan sesuai rencana. Tapi, bahkan jika target tercapai, kita masih berbicara tentang beberapa juta anak yang lahir atau dibesarkan dengan kekurangan gizi atau malnutrisi. Dan hal itulah yang mempengaruhi pertumbuhan fisik dan intelektual mereka setelah 2029. Performa Indonesia yang menyedihkan saat ini dalam peringkat olahraga internasional, juga tingkat keunggulan akademis yang rendah, mungkin sebagian disebabkan oleh masalah gizi buruk dan stunting.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pemerintah dapat melakukan yang jauh lebih baik, dengan menurunkan angka stunting lebih besar, hingga mencapai nol pada 2045. Saat itu, Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-100.

Visi Indonesia Emas 2045, akan terlihat aneh jika ada jutaan anak-anak negara ini tumbuh dengan kekurangan gizi. Saat kita membayangkan diri kita sebagai salah satu dari lima negara dengan perekonomian terbesar di dunia, layaknya negara-negara yang saat ini sudah sangat maju, akan jadi janggal jika ada anak yang terhambat pertumbuhannya. Visi 2045 jadi tampak meragukan ketika sebagian besar penduduk tumbuh dengan kondisi stunting. Kondisi itu dapat merusak semua upaya untuk mencapai cita-cita luhur.

Tahun 2029 bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Prabowo. Tidak mengherankan bahwa ia telah menjadikan MBG sebagai kebijakan prioritasnya yang utama.

Tidak ada presiden lain sebelum Prabowo yang memberi perhatian sebesar ini pada masalah stunting, bahkan ketika kemajuan ekonomi negara ini telah signifikan untuk mencapai peringkat negara berpenghasilan menengah, menurut klasifikasi Bank Dunia. Menangani masalah stunting artinya memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal oleh pembangunan.

Program MBG Prabowo, yang diluncurkan di sekolah-sekolah di seluruh negeri pada Januari lalu, sudah mengalami masalah serius dalam hal pendanaan, administrasi, dan pengawasan. Toh, sejauh ini program hanya mencakup sekitar 3 juta dari 82 juta anak yang jadi sasaran. Jelas, ada masalah skala. Pemerintah tidak punya dana atau kemampuan administratif untuk menjalankan program sebesar itu.

Dengan menekankan cakupan bagi semua anak di sekolah negeri dan swasta, kita berbicara tentang pemerintah yang setiap hari memberi makan bagi 82 juta anak. Pemerintah saat ini sedang memangkas anggaran untuk hal-hal lain, termasuk pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan pertahanan, demi mengumpulkan uang untuk program MBG.

Program tersebut merupakan sesuatu yang dijanjikan Prabowo dalam kampanye untuk memenangkan pemilihan presiden tahun lalu. Meski niatnya mulia, ia melakukannya dengan cara yang salah, dan itu dapat merusak seluruh perekonomian.

Akan jauh lebih masuk akal, baik secara finansial maupun administratif, jika pemerintah hanya memberi makan anak-anak dari keluarga miskin. Lebih dari separuh dari 82 juta anak tersebut mungkin tidak butuh makan siang gratis dan tidak akan menghargainya karena telah mendapatkan yang lebih lezat dan lebih bergizi di rumah.

Agar efektif, kampanye untuk mengurangi angka stunting harus lebih tepat sasaran dan terfokus. Pemerintah telah mengidentifikasi bahwa kondisi stunting secara umum terjadi di Jawa, dan di provinsi Sumatera Utara serta Nusa Tenggara Timur. Para ahli mengatakan bahwa kampanye MBG harus menargetkan ibu hamil dan balita sebagai kelompok yang paling rentan.

Dengan mengutak-atik kebijakan, termasuk program makan siang gratis, kita dapat membuat kemajuan lebih cepat dalam memberantas stunting pada anak.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.