ugaan pelanggaran penggunaan data yang terjadi pada jutaan pemegang paspor Indonesia telah memunculkan lagi desakan agar dibentuk badan pengawas independen untuk memastikan efektivitas perlindungan data pribadi.
Analis keamanan siber Teguh Aprianto mengungkapkan pada hari Rabu, di akun Twitter @secgron, bahwa peretas yang dikenal dengan nama samaran Bjorka telah melakukan pelanggaran dan menawarkan 4 gigabyte data paspor milik 34,9 juta warga negara Indonesia seharga $10.000 dolar Amerika. Data tersebut berisi nama lengkap, nomor paspor, tanggal kedaluwarsa, tanggal lahir, dan jenis kelamin.
Teguh telah menganalisis sekitar 1 juta sampel yang diposting Bjorka di platform peretas dan bisa menyimpulkan keaslian data tersebut.
Kementerian Komunikasi dan Informatika segera meluncurkan tim untuk menyelidiki dugaan kejahatan dunia maya tersebut, tetapi tidak dapat mengkonfirmasi pelanggaran.
Menurut Antara, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong menunjukkan beberapa perbedaan struktur data antara sampel yang ditampilkan Bjorka dengan data yang ada di pusat data nasional.
Kemenkominfo terus melakukan investigasi dengan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut analis keamanan siber Alfons Tanujaya, jika memang terjadi pembobolan informasi, data paspor yang bocor bisa digunakan untuk melakukan kejahatan dunia maya lainnya yang akan merugikan pemegang paspor. Peretas, misalnya, dapat menggunakan data yang bocor untuk mencuri kata sandi, lalu mendapatkan akses ilegal ke akun digital milik pemegang paspor. Data yang bocor juga dapat digunakan untuk membuat paspor palsu, Alfons menambahkan, individu dengan paspor biometrik mungkin lebih terlindungi, karena paspor biometrik berisi chip elektronik dengan data terenkripsi. “Namun data yang bocor dari paspor elektronik masih bisa disalahgunakan, toh datasetnya tidak berbeda dengan paspor biasa,” katanya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.