Ketidakpastian global akan terus berlanjut setidaknya hingga tahun depan. Indonesia butuh semua dukungan yang bisa diperoleh di sisi fiskal, agar roda perekonomian domestik tetap berjalan.
Rancangan anggaran 2025 sudah siap. Rancangan itu adalah yang pertama dikerjakan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Rencana yang disusun oleh pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo berpegang pada batasan aman yang ditentukan oleh Undang-Undang Keuangan Negara kita. UU tersebut membatasi defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Total utang yang masih harus dibayar juga dibatasi hingga 60 persen dari PDB.
Rancangan yang disajikan pada Jumat kemarin mengusulkan defisit sebesar 2,53 persen dari PDB dan angka rasio utang bruto terhadap PDB yang sedikit di bawah 39 persen.
Sementara itu, untuk asumsi ekonomi yang menjadi bagian dari rencana anggaran, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2025. Angka proyeksi pertumbuhan itu sama dengan yang ditetapkan untuk tahun ini. Namun, sesungguhnya proyeksi ini masih digantungi pertanyaan, mengingat ketidakpastian ekonomi global yang terus berlanjut.
Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia sama-sama memperkirakan bahwa, tahun depan, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,1 persen. Sementara proyeksi PDB Indonesia dari kedua institusi tersebut untuk tahun ini hanya 5 persen, di bawah perkiraan pemerintah yang memproyeksikan angka 5,2 persen.
Sebagian besar dari anggaran yang diusulkan untuk tahun depan masih belum pasti, karena anggaran belum menentukan alokasi dana untuk banyak rencana pengeluaran. Beberapa pihak mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menunjukkan bahwa anggaran yang diajukan adalah anggaran transisi. Banyak aspek yang masih menunggu kepastian dari siapa pun yang nantinya duduk di pemerintahan berikutnya. Dan tentu saja semua akan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai Prabowo.
Bagaimanapun juga, kita harus mengingatkan Prabowo bahwa ketidakpastian global akan terus berlanjut, setidaknya hingga tahun depan. Di sisi fiskal, Indonesia akan butuh semua dukungan yang dapat diperoleh, untuk menjaga agar roda perekonomian domestik tetap berjalan. Ekonomi harus dijaga dalam menghadapi potensi melemahnya permintaan barang ekspor dari Indonesia.
Ada harapan akan terjadi penurunan suku bunga. Tetapi hal itu tidak akan cukup untuk memperbaiki kesulitan ekonomi yang terjadi selama dua tahun terakhir. Ekonomi masih terdampak kebijakan moneter yang sifatnya "lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama" yang dipelopori oleh Federal Reserve Amerika Serikat.
Kita tahu bahwa Prabowo tentu ingin segera memulai banyak janji kampanyenya. Tetapi, kami desak presiden terpilih untuk melakukan hal yang harus dilakukannya agar perekonomian terjaga, sebelum mengerjakan daftar tugasnya sendiri.
Silakan saja melaksanakan janji-janji kampanye yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengimbangi kelemahan eksternal. Kuncinya adalah mengkalibrasi kebijakan anggaran dalam menanggapi perkembangan global dan domestik, dengan memberikan stimulus sebanyak yang dibutuhkan. Tetapi, tetap saja stimulus tidak dapat terlalu besar agar tidak merusak prinsip kehati-hatian dan stabilitas fiskal.
Menghadapi tahun depan juga akan terbukti sulit, mengingat bahwa Prabowo akan mewarisi segalanya dari pemerintahan saat ini, hal-hal baik maupun hal-hal buruk.
Presiden Jokowi meninggalkan banyak tugas yang belum selesai. Salah satunya adalah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Belum lagi rencana kenaikan cukai plastik dan minuman berpemanis. Beberapa inisiatif tersebut dapat berperan penting dalam meningkatkan pendapatan dan menekan defisit, meski bukan tanpa efek samping.
Warisan masa lalu juga termasuk pengeluaran yang berdampak jangka panjang pada anggaran negara. Pembangunan ibu kota masa depan Nusantara dan defisit dari kereta api cepat Jakarta-Bandung Whoosh, hanya dua di antara proyek-proyek lainn
Beberapa tugas ini akan menghadirkan pilihan yang sulit bagi Prabowo antara mengejar prioritasnya sendiri dan menindaklanjuti proyek-proyek lama. Setiap pilihan harus mengacu pada kepentingan nasional. Dan kepentingan nasional harus jadi satu-satunya patokan.
Untuk saat ini, hanya sedikit yang dapat dilakukan Presiden Jokowi dalam masa transisi. Terkait kebijakan anggaran, publik harus bersiap menerima jawaban yang tidak memuaskan yang diberikan oleh pemerintahan saat ini.
Masih harus dilihat apakah pemerintahan yang akan datang dapat menepati janji untuk bersikap hati-hati dalam mengelola keuangan.
Tahun depan akan menjadi awal bagi Prabowo, tetapi hanya waktu yang dapat menjawab apakah sepanjang tahun kondisinya akan tetap sama. Selama lima tahun mendatang, pemerintahan berikut perlu membuktikan bahwa kehati-hatian yang diperjuangkan dengan keras tersebut adalah langkah yang masih dipertahankan negara.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.