Kementerian Pertahanan harus memutuskan secara hati-hati kegiatan kerja sama yang akan dilakukannya. Misalnya jika mengingat program kapal selam bertenaga nuklir Australia yang ambisius, bagian dari pakta trilateral AUKUS.
ndonesia telah sangat aktif di bidang pertahanan selama beberapa bulan terakhir. Terlihat dari berbagai kegiatan yang diikuti, mulai dari latihan bersama hingga peningkatan perjanjian kerja sama pertahanan (defense cooperation agreement atau DCA) dengan Australia.
Pada Kamis 29 Agustus, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Wakil Perdana Menteri Australia, sekaligus Menteri Pertahanan Richard Donald Marles, menandatangani DCA di Akademi Militer Indonesia di Magelang, Jawa Tengah. DCA ditandatangani setelah serangkaian pembicaraan yang dimulai pada Maret 2023.
Kedua negara menyambut baik perjanjian yang semakin tinggi tingkatannya tersebut. Dan menyebutnya sebagai perjanjian “setingkat pakta” dan “mengikat secara hukum”.
Banyak ketentuan dalam DCA baru tersebut yang masih seperti aturan lama, misalnya ketentuan yang mengatur makin intensifnya latihan bersama dan ditambahnya jumlah pelatihan, serta pertukaran pendidikan. Namun, perjanjian tersebut memuat beberapa elemen baru yang mencerminkan hubungan yang semakin erat.
Dalam siaran pers, Australia mengatakan bahwa perjanjian setingkat pakta tersebut akan memungkinkan Australia dan Indonesia “untuk beroperasi dari negara masing-masing atas kegiatan kerja sama yang ditentukan bersama”.
Frasa “beroperasi” dapat dengan mudah disalahartikan dengan “menempatkan”, yang akan menunjukkan keberadaan militer Australia secara permanen di Indonesia. Ini adalah sebuah situasi yang akan bertentangan dengan prinsip-prinsip kebijakan luar negeri Indonesia.
Namun, bahkan sebelum klausul ini berlaku, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Angkatan Pertahanan Australia telah beroperasi di negara masing-masing dalam sebuah program latihan bersama. Secara operasional, berbagai misi bantuan kemanusiaan dan tanggap bencana, seperti selama tsunami Aceh 2004 dan kebakaran hutan Australia 2020 juga ditangani bersama-sama oleh angkatan bersenjata kedua negara.
Oleh karena itu, terserah kepada kedua negara untuk mendefinisikan “kegiatan kerja sama” yang akan memungkinkan operasi militer dilakukan dari negara masing-masing. Apa pun itu, Indonesia kemungkinan akan tetap berpegang pada doktrin kebijakan luar negerinya yang “bebas dan aktif”. Artinya, Indonesia tidak akan bergabung dengan blok atau pakta militer mana pun.
Sebagai bagian dari diplomasi bebas aktif ini, Indonesia telah menjadi tuan rumah bagi latihan militer bersama angkatan bersenjata asing. Indonesia juga berpartisipasi dalam latihan bersama di luar negeri untuk meningkatkan interoperabilitas TNI dengan negara sahabat.
Kementerian Pertahanan harus hati-hati memutuskan kegiatan kerja sama mana yang akan dilakukan. Untuk benua kanguru, terutama harus diingat adanya program kapal selam bertenaga nuklir Australia yang ambisius, bagian dari pakta trilateral AUKUS.
Jika tidak hati-hati, Indonesia dapat menemukan dirinya dalam situasi yang sulit. Kondisi semacam itu mungkin terjadi jika, misalnya, Australia berperang dengan Tiongkok. Australia bisa saja memutuskan menjadikan Indonesia sebagai titik operasi dan memanfaatkannya sebagai landasan pacu untuk operasi di Laut China Selatan atau Samudra Pasifik.
Indonesia tidak punya program latihan bersama yang rutin dengan Tiongkok, meskipun TNI menggunakan beberapa sistem persenjataan buatan negara itu. Tiongkok saat ini juga menawarkan kapal selam diesel-listrik S26T dan kapal destroyer berpeluru kendali Tipe 055 untuk memperkuat armada Angkatan Laut Indonesia.
Masih harus dilihat apakah Prabowo akan menindaklanjuti tawaran ini. Toh, ia telah mengatakan akan memprioritaskan akuisisi senjata dari negara-negara dengan hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dan hak veto itu dimiliki Cina.
Terkait DCA dengan Australia, Indonesia menyoroti rencana pembentukan misi gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa antara TNI dan Australian Defense Force (ADF). Hal ini tidak ditegaskan oleh pemerintah Australia.
Indonesia telah terlibat dalam berbagai misi penjaga perdamaian PBB. Sementara Australia sebagian besar aktif di Kepulauan Pasifik sebagai yang paling unggul, atau primus inter pares, di kawasan tersebut.
Meskipun memiliki perbedaan kepentingan, Indonesia dan Australia telah bekerja sama erat dalam berbagai latihan gabungan bilateral dan multilateral. Dalam Super Garuda Shield, misalnya, yang dibuka pada Senin dan akan berlangsung hingga 6 September. Latihan gabungan tahunan yang diselenggarakan oleh Indonesia dan Amerika Serikat ini akan berlangsung di Situbondo, Jawa Timur; Karawang, Jawa Barat; dan Baturaja, Sumatera Selatan.
Dari 12 Juli hingga 2 Agustus, Angkatan Udara Indonesia mengikuti Latihan Black Pitch 2024 di Australia. Lalu, dari 20 hingga 27 Juli, Angkatan Udara Indonesia menyambut Misi Pégase 2024 milik Angkatan Udara dan Antariksa Prancis, dalam kunjungan tahunan pasukan militer Prancis ke Indo-Pasifik. Pada Juli lalu, TNI AL turut serta dalam Latihan Rim of the Pacific di perairan sekitar Hawaii, AS.
Partisipasi TNI menunjukkan bahwa Indonesia terbuka terhadap kerja sama dengan negara sahabat, baik secara bilateral maupun multilateral.
Menjelang pelantikan presiden terpilih Prabowo, kita dapat berharap ia akan memperkuat hubungan pertahanan Indonesia dengan negara-negara lain. Tujuannya jelas, untuk memajukan perdamaian dan kesejahteraan kawasan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.