Demokrasi di Korea bertahan karena rakyat menginginkannya dan memperjuangkannya.
Perebutan kekuasaan yang berlangsung di Korea Selatan pekan lalu punya banyak elemen dan alur cerita yang cocok untuk membuat drama Korea terlaris. Kali ini, dramanya tentang cara kerja demokrasi liberal sejati dalam melindungi masyarakat.
Berikut sinopsisnya: Seorang presiden yang tidak populer, yang berusaha keras mempertahankan kekuasaannya, mengirim pasukan militer ke jalan-jalan di Seoul. Para anggota parlemen segera merespons tindakan sang presiden. Mayoritas mereka menolak darurat militer yang telah diumumkan. Sementara itu, ribuan orang berkumpul di luar gedung parlemen, menentang jam malam. Mereka juga berhadapan dengan tentara bersenjata lengkap dan tank, yang hanya memberi jalan bagi beberapa anggota parlemen untuk berkumpul dan melakukan pekerjaan mereka.
Drama politik nyata ini, yang terjadi pada 3 Desember malam, berlangsung singkat dan berakhir manis. Ceritanya tidak seperti drama Korea yang biasa dibuat untuk TV, yang dapat berlangsung berjilid-jilid.
Tidak hanya darurat militer yang dicabut, partai-partai oposisi di parlemen sekarang bergerak untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk-yeol. Tetapi upaya yang terakhir ini lebih merupakan epilog. Klimaks drama ini sudah terjadi ketika presiden mencabut darurat militer hanya beberapa jam setelah mengumumkannya. Persis kisah klasik tentang kebaikan yang mengalahkan kejahatan. Tidak ada lagi akhir cerita yang lebih bahagia dibandingkan ini.
Kisah nyata, dan pelajaran nyata bagi orang Korea serta seluruh masyarakat dunia, adalah bahwa demokrasi cukup tangguh untuk mengalahkan presiden yang menggunakan kekuatan senjata demi memperpanjang masa jabatannya, padahal ia tidak diinginkan. Sesungguhnya kata demokrasi memang berarti keinginan rakyat,
Demokrasi bertahan karena rakyat Korea menginginkan dan memperjuangkannya. Cerita di Korea berlawanan dengan tren yang terlihat di belahan dunia lain, yang menunjukkan bahwa demokrasi, yang mapan maupun yang tidak begitu mapan, justru bergerak menuju otoritarianisme. Dan di negara-negara itu, orang-orang secara pasif menerima nasib mereka, alih-alih berjuang untuk mempertahankan demokrasi yang sudah ada.
Sementara tokoh jahat dalam drama ini sudah jelas, yaitu Yoon dan para pengikutnya yang mencoba mempertahankan kekuasaan. Dan pahlawan yang sebenarnya adalah rakyat, khususnya mereka yang turun ke jalan dan berkumpul di luar gedung parlemen yang telah dibentengi militer.
Malam itu, melalui sebuah video yang menjadi viral, terlihat seorang perempuan berkelahi dengan seorang tentara bersenjata. Si perempuan memenangkan pertarungan itu, tetapi hanya karena sang tentara, hebatnya, mampu menahan diri untuk tidak melepas tembakan.
Seluruh cerita akan berubah jika terjadi pertumpahan darah. Dan ini akan menjadi alur cerita yang lebih disukai untuk sebuah drama TV. Tapi, di kehidupan nyata, orang Korea menunjukkan bahwa pembunuhan tidak diperlukan. Yang harus dilakukan hanya bertekad kuat untuk melindungi demokrasi.
Seseorang dapat dengan mudah melupakan peran internet dan media sosial dalam menyelamatkan demokrasi.
Malam itu, militer mendatangi semua media lama untuk memberlakukan pemblokiran berita. Langkah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari darurat militer. Namun, internet dan platform media sosial tidak berada di bawah kendali militer. Mereka tidak dapat mengendalikannya bahkan jika menginginkannya. Tak ayal, internet dibanjiri berita dan informasi tentang jam-jam menegangkan setelah deklarasi darurat militer.
Melalui media sosial, orang-orang membagikan klip video sidang darurat di parlemen. 190 anggota datang untuk memberikan suara saat sidang. Lalu, ada video tentang ratusan orang yang menentang jam malam. Tiga dekade lalu, atau lebih, sebelum era internet, kebanyakan orang tidak akan tahu tentang yang sedang terjadi dan akan tetap menjadi pemain pasif dalam drama yang sedang berlangsung.
Kita harus memuji militer Korea karena tidak menyerah pada godaan kekuasaan. Mereka memang mengikuti perintah presiden untuk memberlakukan darurat militer. Tetapi, segera setelah parlemen memberikan suara untuk mencabutnya, para prajurit mundur dengan cepat, dan kembali ke barak.
Sekarang, jabatan presiden Yoon semakin mendekati akhir. Klaimnya bahwa pasukan antinegara berupaya melemahkan negara, serta bekerja sama dengan komunis dan pemerintah Korea Utara, menjadi tidak berdasar. Tidak seorang pun akan percaya pada pemimpin yang telah kehilangan semua kredibilitasnya.
Korea Selatan akan tetap mengalami ketidakstabilan politik sampai masalah kepemimpinan ini beres. Drama politik terus berlanjut, tetapi kita dapat memastikan bahwa episode yang terburuk sudah berakhir.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.