TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Prabowo terpojok dalam debat sengit

Yvette Tanamal, Dio Suhenda and Yerica Lai (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, January 8, 2024

Share This Article

Change Size

Prabowo terpojok dalam debat sengit Defense Minister and presidential candidate, Prabowo Subianto speaks during a televised debate at the Istora Senayan stadium in Jakarta, Jan. 7. (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
Read in English
Indonesia Decides

Kandidat presiden Prabowo Subianto bersikap defensif dalam debat pemilu ketiga pada Minggu 7 Januari. Debat tersebut mengeksplorasi bidang hubungan internasional, pertahanan dan keamanan. Prabowo tampak terpojok ketika para pesaingnya mengupas rencana pengadaan senjata dan belanja pertahanan sang Menteri Pertahanan dalam lanskap geopolitik yang tidak menentu.

Perdebatan seru mengenai utang pemerintah, manajemen kelembagaan, dan sistem pertahanan Indonesia terjadi selama acara tersebut. Topik-topik itu sangat sensitif bagi Prabowo, yang berupaya memposisikan dirinya sebagai penerus program pemerintahan saat ini. Dalam jajak pendapat terkini, Prabowo adalah kandidat yang paling populer dalam pemilu.

Namun, karena masih banyak aspek penting dalam kebijakan luar negeri Indonesia yang belum dieksplorasi, para analis merasa skeptis bahwa terobosan diplomatik yang dijanjikan oleh para kandidat akan segera terwujud di Indonesia.

Ajang debat tersebut membahas berbagai tema terkait kebijakan luar negeri, pertahanan dan keamanan. Topik beragam, mulai dari mempromosikan soft power dan hard power Indonesia di luar negeri hingga memperkuat belanja pertahanan dan memimpin panggung global.

Debat yang berlangsung di Stadion Olahraga Gelora Bung Karno meningkat tensinya pada 30 menit pertama debat. Saat itu, tokoh oposisi dan mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan menyesali kegagalan Indonesia dalam menangani kejahatan transnasional, khususnya kejahatan dunia maya. Ia mengutip insiden “ironis” pada November 2023 ketika situs web Kementerian Pertahanan dibobol. Anies kemudian menguraikan rencananya dalam menghadapi ancaman baru dan nontradisional. “Pertama, kita perlu membangun sistem yang komprehensif. Kedua, kita memerlukan pengadaan teknologi baru. Ketiga, kita membutuhkan sistem pemulihan yang cepat,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Prabowo seolah mempertanyakan pengalaman Anies di bidang tersebut. “Saya kira Pak Anies terlalu fokus pada teori. Semua yang dia sampaikan terdengar sangat berbunga-bunga, tapi yang jadi persoalan di sini adalah sumber daya manusia Indonesia. Ini adalah persoalan inti. Bukan sekadar basa-basi,” ujarnya. Prabowo sempat membuat geram massa karena menyela Anies yang sedang berbicara.

Sebelum perdebatan ini berlangsung, kampanye-kampanye para kandidat membahas mengenai modernisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Beberapa di antara mereka menyatakan bahwa inti masalah keamanan negara adalah kemajuan dalam mencapai target kekuatan minimum pokok atau yang biasa disebut minimum essential force (MEF) yang sangat lamban.

Mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang manifesto kampanyenya mempromosikan penguatan TNI dan pembentukan industri pertahanan dalam negeri yang kuat, menyerukan kehati-hatian dalam belanja militer. Ia mengatakan bahwa pemerintah harus “sangat berhati-hati” dalam mengambil utang baru, karena utang bisa mempertaruhkan kedaulatan bangsa, dan dapat merugikan negara.

Topik belanja militer menjadi isu nasional yang hangat akhir-akhir ini. Topik mengemuka, terutama setelah keputusan pemerintah pada akhir November 2023 untuk meningkatkan alokasi anggaran negara demi pertahanan menjadi $25 miliar dolar Amerika per tahun.

“Seharusnya kita tidak bertang, seharusnya kita tidak punya barang bekas,” kata Ganjar yang menyindir pengadaan sistem persenjataan dengan membeli senjata bekas pakai yang dilakukan oleh Prabowo dalam beberapa tahun terakhir.

Prabowo mengatakan bahwa ia yakin jika Indonesia dapat melaksanakan rencana hilirisasinya dan kemudian tumbuh menjadi lebih sejahtera, maka ancaman intervensi asing akan hilang seiring dengan meningkatnya daya tawar Jakarta di tingkat global.

Mengenai topik hilirisasi industri dan pembagian kerja yang jelas di bidang pertahanan dan keamanan, Ganjar dan Prabowo menemukan titik temu. Kedua kandidat sama-sama memandang kekuatan ekonomi sebagai prasyarat bagi Indonesia yang lebih unggul secara geopolitik. Sementara Anies menegaskan, diplomasi proaktif juga tidak kalah pentingnya, khususnya untuk Kerjasama Selatan-Selatan.

Di sela-sela episode saling mengecam, para kandidat menjabarkan beberapa pemikiran mereka mengenai isu-isu terkini.

Anies melihat pentingnya memperkuat soft power Indonesia, baik melalui ekspor barang hasil budaya yang terkoordinasi atau dengan merekrut mahasiswa luar negeri dan diaspora Indonesia lainnya untuk mempromosikan masakan nasional.

Sementara itu, Prabowo menegaskan kembali pendapatnya tentang pentingnya kekuatan militer. Ia mengatakan bahwa menutup kesenjangan senjata adalah hal yang penting. Ia juga menyatakan bahwa negara-negara yang tidak siap dapat terinjak-injak dalam konflik bersenjata.

Ganjar, sementara itu, menyarankan perombakan proses pengambilan keputusan di ASEAN. Ia menyatakan kekecewaannya terhadap ketidakmampuan perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara tersebut dalam menemukan solusi atas klaim yang tumpang tindih di Laut China Selatan. Kemudian Ganjar memanfaatkan beberapa kesempatan untuk mengkritik belanja Kementerian Pertahanan selama berada di bawah kepemimpinan Prabowo.

Sebaliknya, Prabowo mengatakan kepada Anies bahwa memperkuat soft power membutuhkan dana. Sedangkan Anies menegaskan bahwa Ganjar gagal menyebut ASEAN sebagai bagian dari strategi geopolitiknya.

Menjelang akhir perdebatan, Prabowo mengakui lambatnya kemajuan dalam mencapai program MEF yang diusung mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika ditanya oleh Ganjar tentang masalah tersebut. Dia menyebut pandemi COVID-19 telah berdampak buruk pada pengeluaran negara dan dia harus mengambil langkah-langkah yang sifatnya sementara, seperti pengadaan jet tempur bekas dari Qatar. “Sebagai menteri, sebagai pemain tim, saya harus setia [kepada negara]. Jadi saya tidak banyak bicara di depan umum,” ujarnya.

Program MEF akan berakhir tahun ini, setelah tiga rencana strategis lima tahun (renstra). Program tersebut diluncurkan pada 2009.

Berdasarkan data yang dikutip Ganjar, progres program MEF berkisar 65 persen.

Strategi atau gertakan?

Banyak usulan baru yang ditampilkan selama debat. Misalnya gagasan Ganjar untuk membentuk “lembaga siber yang dipimpin oleh seorang jenderal bintang tiga” dan usulan Anies untuk selalu menyertakan “delegasi kebudayaan” dalam kunjungan kenegaraan tingkat tinggi. Namun, para ahli tetap tidak yakin bahwa para kandidat benar-benar menawarkan perspektif segar dan berguna bagi tatanan internasional yang berubah dengan cepat.

“Respon yang diberikan sejauh ini masih bersifat normatif, bahkan mungkin tidak masuk akal,” kata Lina Alexandra, Kepala Departemen Internasional di Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah wadah think tank yang berbasis di Jakarta. “Tujuan utama berkisar pada pengadaan senjata, yang sangat disayangkan karena ada banyak pertanyaan menarik.”

Analis keamanan Yohanes Sulaiman dari Universitas Jenderal Achmad Yani juga menyampaikan sentimen serupa dengan Lina. Ia tambahkan bahwa hal tersebut dapat diprediksi dan menjadi tidak produktif saat Prabowo terpojok. “Jika Anda ingin bicara soal substansi, maka Anda tidak bisa melibatkan petahana,” katanya kepada The Jakarta Post.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.