Terlalu mengandalkan BUMN terbukti bermasalah karena maraknya korupsi dan skandal.
Kita telah mendengar Presiden Prabowo Subianto berjanji untuk mengawali era baru berkonsep “Indonesia Incorporated”. Yang ia maksud adalah badan usaha swasta akan memainkan peran yang lebih besar dalam pembangunan Indonesia.
Namun, peluncuran Danantara, lembaga pengelola dana kekayaan negara baru Indonesia, bisa jadi merupakan tanda awal peningkatan ketergantungan secara besar-besaran yang dilakukan Presiden pada badan usaha milik negara (BUMN), untuk mewujudkan tujuan ekonominya. Hal itu merupakan kekhawatiran banyak orang menjelang masa jabatannya sebagai presiden.
Dokumen resmi lembaga pengelola dana kekayaan negara tersebut bahkan menekankan peran BUMN sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Hal itu juga tercermin dalam proses menyusun Danantara.
Awalnya adalah dengan pemerintah mengalihkan sumber daya untuk mengumpulkan dana yang akan dikelola. Dana termasuk suntikan awal sebesar 20 miliar dolar Amerika, jumlah yang hampir sama yang diharapkan hadir pada tahun-tahun mendatang.
Lembaga pengelola dana tersebut akan mengkonsolidasikan tujuh BUMN besar di sektor energi, pertambangan, telekomunikasi, dan perbankan. Namun, diharapkan BUMN lain akan bergabung dengan Danantara pada akhir Maret, memperkuat posisinya untuk mengelola total aset lebih dari 900 miliar dolar.
Lembaga pengelola dana tersebut juga dirancang untuk fokus pada berbagai sektor strategis, mulai dari industri hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga, hingga pusat data kecerdasan buatan, kilang minyak, petrokimia, produksi pangan, akuakultur, dan energi terbarukan. Semua gerak itu juga dapat dilakukan melalui entitas swasta, terutama mengingat dukungan lingkungan dan insentif.
Pada banyak kesempatan, Prabowo dan ajudan terdekatnya mungkin telah menekankan bahwa peran negara harus saling melengkapi, bukan saling berkompetisi. Namun, ketika rincian mandat dan peta operasional Danantara muncul, tampaknya lembaga tersebut disiapkan untuk memainkan peran yang jauh lebih dominan, daripada peran awal yang disebutkan.
Dengan menggunakan sumber daya keuangan yang substansial dan dukungan politik, Danantara dapat mendominasi sektor-sektor utama. Artinya, hanya menyisakan sedikit ruang persaingan bagi perusahaan swasta.
Para ahli telah memperingatkan adanya risiko bahwa akhirnya pemerintah hanya membuka jalan bagi investasi Danantara, dengan merancang regulasi yang menguntungkan lembaga tersebut. Hal itu akan menyingkirkan para pemain swasta.
Meskipun secara hukum hal-hal seperti itu dapat dibenarkan, kita tidak dapat mengesampingkan kenyataan bahwa sikap pilih kasih dapat merusak kesetaraan di medan laga. Hal itu dapat meredam minat investasi.
Tidak dipungkiri, hadirnya badan usaha milik negara yang siap membantu pemerintah tampak membuat segalanya lebih mudah dan lebih dapat diprediksi, karena badan usaha swasta mungkin lebih berhati-hati dalam tindakan mereka. Namun, Prabowo harus tahu bahwa keterlambatan, pembengkakan biaya, dan ketidakpastian akan selalu menjadi bagian integral dari setiap proyek. Dan mengandalkan BUMN tidak akan menghilangkan risiko tersebut.
Kemampuan pemerintah untuk mengumpulkan sejumlah besar uang tidak menjamin kelancaran implementasi. Terlalu mengandalkan BUMN telah terbukti bermasalah, karena korupsi yang merajalela dan skandal yang menyelimuti banyak di antara perusahaan tersebut. Contoh terbaru adalah dugaan korupsi pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak yang melibatkan anak perusahaan BUMN PT. Pertamina. Skandal itu dilaporkan telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun (11,9 miliar dolar Amerika).
Dalam kasus energi terbarukan, misalnya, BUMN telah punya waktu lebih dari cukup untuk mendorong transisi listrik di Indonesia. Toh, kemajuannya lambat.
Pemerintah perlu mewaspadai lembaga pengelola dana kekayaan terbarunya. Kunci keberhasilan Danantara terletak pada pencapaian keseimbangan yang tepat antara intervensi negara dan pemberdayaan sektor swasta. Daripada menggusur perusahaan swasta, lembaga tersebut seharusnya bertujuan untuk mengkatalisasi investasi swasta.
Dengan menciptakan lingkungan yang memungkinkan perkembangan bisnis, Danantara dapat memperkuat dampaknya dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh berbagai pemangku kepentingan.
Setelah Danantara, pemerintah tidak boleh melupakan urusan yang belum selesai untuk memperbaiki birokrasi dan tata kelola negara. Dua hal itu terkait dengan iklim investasi dan daya saing dalam berbisnis.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.