ara pemimpin tertinggi ASEAN berjanji, Rabu kemarin (10 Mei), bahwa mereka akan melipatgandakan upaya memperkuat "efektivitas institusional" organisasi. Janji dibuat setelah krisis akibat kudeta militer Myanmar terus berlanjut, menjadi awan kelabu yang melingkupi pertemuan dua tahunan tersebut.
Namun, para ahli di Asia Tenggara meragukan keberhasilan signifikan ASEAN, jika institusi masih saja gagal menguraikan garis besar langkah-langkah jelas yang akan diambil.
Situasi di Myanmar telah merusak kredibilitas ASEAN. Junta militer yang melakukan kudeta bagai menguji persatuan sekaligus menunjukkan perbedaan kepentingan antaranggota perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara tersebut. Banyak tekanan agar ASEAN melakukan reformasi. Para pengamat berpendapat bahwa hanya perubahan institusional yang memungkinkan ASEAN memantapkan diri sebagai pemain sentral di kawasan Indo-Pasifik yang saat ini sedang naik daun.
Bulan lalu, ASEAN menuai kritik ketika terlambat menanggapi serangan udara yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap warga sipil di wilayah Sagaing, Myanmar. Keterlambatan dilaporkan terjadi karena organisasi gagal bersepakat dengan segera. Serangan tersebut dilaporkan menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Keterlambatan membuat pernyataan dan kesulitan mencapai konsensus menjadi tema pertama KTT ASEAN tahun ini. Padahal biasanya, awal sidang akan dimulai dengan bahasan terkait tata kelola organisasi, seperti mengukur kemajuan proyek regional yang sedang berlangsung dan tujuan organisasi.
Para pemimpin ASEAN sendiri berhasil mengeluarkan pernyataan tunggal yang mengutuk serangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan di Myanmar hari Minggu, dan menuntut agar pelaku segera dimintai pertanggunjawaban. Peserta konvoi termasuk diplomat Singapura dan Indonesia.
“Kami mendukung upaya ketua ASEAN, termasuk keterlibatan berkelanjutannya dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar, untuk mendorong kemajuan dalam implementasi 5PC (Five-Point Consensus),” adalah sebagian isi pernyataan tersebut. Five-Point Consensus merupakan kesepakatan yang seharusnya dijalankan junta militer sejak dua tahun lalu. Konsensus berisi, antara lain, rencana perdamaian yang menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar dan pengiriman bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.