ata perdagangan terbaru menunjukkan penurunan yang terus terjadi pada impor karena berkurangnya permintaan dari konsumen dan industri manufaktur.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaitkan hal ini dengan inflasi dan daya beli. Namun, para ekonom melihatnya sebagai efek sementara yang salah satu penyebabnya adalah pemilu yang akan datang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada hari Senin (16 Oktober) bahwa impor hanya mencapai US$17,34 miliar di bulan September, menandai penurunan 12,45 persen secara tahunan (yoy atau year-on-year).
"Dari sisi permintaan, terjadi perlambatan yang cukup signifikan pada pertumbuhan konsumsi," ujar Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani kepada The Jakarta Post pada hari Senin.
Ia mengaitkan kemerosotan permintaan ini dengan menurunnya daya beli di kalangan kelas menengah karena inflasi yang menaikkan harga makanan dan bahan bakar.
Indeks keyakinan konsumen (IKK) Bank Indonesia, yang mengukur penilaian masyarakat terhadap inflasi dan aktivitas ekonomi, serta hal lainnya, turun dari 125,2 di bulan Agustus menjadi 121,7 poin di bulan September.
Menurut informasi yang dipublikasikan minggu lalu, para responden pada survei bulanan terbaru bank sentral tersebut menyatakan kurang optimis terhadap kondisi ekonomi saat ini. Ekspektasi mereka lebih rendah, dan hanya untuk jangka pendek ke depan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.