Ketika Jakarta menjalani hari-hari terakhir sebagai ibu kota, para warga berharap bahwa rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Nusantara dapat membantu mengurangi sebagian beban perkotaan yang sekarang dialami Jakarta.
akarta merayakan hari jadinya yang ke-497 pada hari Sabtu, di masa-masa akhirnya sebagai ibu kota. Perayaan dilakukan seolah-olah kota ini akan selamanya menjadi pusat segala yang mengagumkan di negara ini, jangan pikirkan masalahnya. Masyarakatnya tetap berharap adanya perbaikan atas masalah-masalah abadi kota ini, mulai dari polusi udara yang mencekik hingga lalu lintas yang terkenal buruk.
Perayaan ulang tahun kali ini diperkirakan akan menjadi hari yang muram, karena Jakarta diselimuti kabut asap tipis berwarna abu-abu selama seminggu terakhir. Kabut asap itu menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota paling tercemar di dunia dalam daftar IQAir, perusahaan teknologi pengukur kualitas udara Swiss.
Selama berhari-hari, pada Indeks Kualitas Udara (AQI), udara Jakarta rata-rata masuk kategori “tidak sehat”, yaitu di tingkat 158. Udara tercemar partikel halus PM2.5 hingga konsentrasinya 13 kali lipat lebih tinggi dari ambang batas aman, berdasarkan pedoman kualitas udara global Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO).
Kualitas udara yang buruk terus berlanjut sejak tahun lalu. Pihak berwenang berusaha keras mengambil berbagai langkah untuk membersihkan udara kota, antara lain dengan mewajibkan uji emisi kendaraan hingga melakukan penyemaian awan untuk menghasilkan lebih banyak hujan.
Sekarang sudah 2024 dan tidak ada yang benar-benar berubah bagi warga Jakarta. Siti Kuswatun dan putranya yang berusia 4 tahun, misalnya, sering menderita infeksi saluran pernafasan selama 12 bulan terakhir karena buruknya kualitas udara kota. “Kami sering mengalami batuk dan gejala mirip flu yang langsung hilang saat bepergian ke luar kota,” kata ibu rumah tangga berusia 29 tahun asal Jakarta Selatan ini kepada The Jakarta Post pada Selasa 18 Juni. “Sebagai ibu, saya prihatin atas polusi udara di Jakarta,” imbuhnya.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta memperkirakan polusi udara yang parah telah berkontribusi terhadap 100.000 kasus infeksi saluran pernafasan akut setiap bulannya, sepanjang 2023.
Studi lain yang diterbitkan tahun lalu menunjukkan bahwa polusi udara merupakan penyebab lebih dari 10.000 kematian dan 5.000 kasus rawat inap, karena penyakit jantung dan paru-paru di Jakarta setiap tahun. Studi itu juga menyebut bahwa polusi menyebabkan lebih dari 7.000 kasus dampak kesehatan yang merugikan anak-anak, mulai dari stunting hingga kasus bayi yang meninggal saat baru lahir.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.