TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Jebakan proteksionisme

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, October 10, 2023

Share This Article

Change Size

Jebakan proteksionisme Business as usual: Ships at the container terminal on July 26, 2023, in Tanjung Priok port in North Jakarta. Statistics Indonesia recorded a trade surplus of US$3.45 billion in June 2023. (Antara/Hafidz Mubarak A)
Read in English

P

erbaikan instan jarang sekali menyelesaikan suatu masalah yang sudah berlangsung lama. Sayangnya, pemikiran tentang solusi cepat sering kali jadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan perekonomian di Indonesia. Pemerintah kita berkali-kali mengandalkan insentif atau disinsentif tertentu, untuk mempengaruhi perilaku konsumen, produsen, atau investor.

Salah satu contohnya adalah larangan ekspor minyak sawit, tahun lalu. Umur larangan yang diterapkan pada April 2022 itu sangat pendek. Larangan tersebut adalah untuk mengatasi kekurangan pasokan minyak goreng yang berimbas pada naiknya harga pangan dalam negeri. Akibat larangan tersebut, para petani menderita karena tiba-tiba hasil panen mereka turun harga gara-gara pasar kelebihan pasokan.

Lalu ada ancaman pengurangan produksi buah sawit dalam jangka panjang. Jika ancaman itu terjadi, akan membahayakan pasokan buah sawit. Artinya, hasil akhir kebijakan adalah justru kebalikan dari tujuan pemerintah.

Larangan ekspor sawit dicabut setelah kurang dari sebulan, meskipun harga minyak goreng belum mencapai tingkat yang diinginkan. Tidak lama setelah itu, pemerintah kembali melakukan intervensi, kali ini mencoba mendorong lebih banyak ekspor di tengah meningkatnya stok kelapa sawit.

Ironisnya, larangan ekspor ini terjadi setelah berbulan-bulan berlalu dengan berbagai perubahan peraturan jangka pendek lainnya. Yang, ironisnya, umumnya gagal menurunkan harga minyak goreng menjelang bulan puasa Ramadan 2022.

Pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman aturan ekspor sawit adalah bahwa perbaikan yang tergesa-gesa biasanya tidak ada hasilnya yang baik. Bagaimana pun, para pelaku pasar selalu punya cara untuk keluar dari intervensi negara.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Solusi yang lebih kuat adalah dengan mempelajari struktur pasar, memastikan bahwa pasokan dapat beradaptasi dengan cepat sebagai respons terhadap perubahan permintaan. Lalu, tidak ada pemain dominan yang mempermainkan sistem tersebut.

Dan, hal itu bukan sesuatu yang instan.

Kebijakan perdagangan untuk mendukung atau melindungi industri dalam negeri tertentu sering berubah di Indonesia. Meskipun masing-masing kebijakan tersebut dapat dibenarkan, dampak keseluruhannya bisa merugikan.

Dalam jumpa pers minggu lalu, Bank Dunia menyarankan agar Jakarta mereformasi kebijakan perdagangan yang merugikan sektor manufaktur. Kebijakan perdagangan Indonesia juga dinilai menjadikan Indonesia “relatif terpinggirkan di tataran rantai nilai global”.

Secara khusus, kepala ekonom Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik mengatakan bahwa Indonesia perlu berbuat lebih banyak untuk memfasilitasi impor dan ekspor. Pada akhirnya ekspor dan impor dapat mengatasi penurunan sektor manufaktur di negara ini.

Bank Dunia berpendapat bahwa untuk meningkatkan ekspor, pemerintah harus memfasilitasi impor. Produsen telah lama mengeluhkan persyaratan jumlah kandungan lokal dalam produk yang bisa diekspor. Aturan tersebut menempatkan mereka pada posisi yang kurang menguntungkan jika dibandingkan pesaing asing di pasar global.

Pemerintah telah menunjukkan kesediaannya untuk memberikan kelonggaran atas impor bahan-bahan atau peralatan tertentu, jika diperlukan oleh produsen dalam negeri. Namun, intervensi rinci seperti itu menciptakan kesan bahwa sangat banyak pembatasan dalam seluruh perekonomian, dan kesan tersebut merugikan iklim investasi.

Jakarta tidak punya masalah untuk melakukan upaya ekstra demi menarik investor. Untuk megaproyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan, pemerintah bahkan menawarkan insentif pajak yang besar, pembebasan bea masuk, hak atas tanah dan izin pekerja asing. Pemerintah juga menggelar karpet merah bagi produsen kendaraan listrik (electric vehicle atau EV).

Namun hasil dari semua upaya tersebut kurang meyakinkan.

Tidak diragukan lagi, banyak dokumen yang harus diselesaikan agar perusahaan dapat memanfaatkan insentif yang dijanjikan. Selain itu, mengingat sifat peraturan bisnis di Indonesia yang mudah berubah, investor mungkin khawatir bahwa karpet merah yang saat ini tergelar akan tergulung di masa depan.

Kebijakan yang terlalu selektif, meskipun beberapa di antaranya ditujukan untuk mendukung pelaku usaha dan menarik investasi, akan lebih banyak dampak buruknya jika dibandingkan dengan manfaatnya. Kebijakan macam itu tak berguna saat Indonesia memulai peran pentingnya dalam rantai pasokan industri.

Kebijakan proteksionis mungkin memberikan keringanan jangka pendek bagi pemain dalam negeri yang tidak kompetitif. Namun, dalam jangka panjang, hal ini menghalangi adaptasi yang diperlukan, yang dapat mempersiapkan para pebisnis menghadapi kenyataan pahit pasar terbuka. Padahal hal itulah yang diharapkan oleh pakta perdagangan regional.

Daripada memberi pengecualian khusus dan insentif khusus untuk investasi tertentu, mungkin lebih baik pemerintah tidak terlalu terlibat dalam urusan impor, ekspor, dan lapangan kerja. Biarkan saja para pebisnis menjalankan usaha mereka.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.