TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Di manakah posisi ASEAN dalam Laut China Selatan?

Ketika ASEAN bungkam soal Laut China Selatan, Indonesia dapat berperan sebagai penengah, memanfaatkan status sebagai negara dengan kekuatan menengah yang sedang berkembang di kalangan regional dan global.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, April 15, 2024

Share This Article

Change Size

Di manakah posisi ASEAN dalam Laut China Selatan? A China Coast Guard (CCG) vessel (right, rear) sails on March 5, 2024 in the disputed South China Sea near the Unaizah May 4 (midground), a ship chartered by the Philippines’ military for a resupply mission to Second Thomas Shoal. (AFP/Jam Sta Rosa)
Read in English

ASEAN sama sekali tak nampak terlibat dalam dinamika lanskap geopolitik Laut China Selatan (LCS) yang berubah dengan cepat.

Bahkan ketika Filipina, salah satu negara anggota ASEAN, berselisih dengan raksasa global Tiongkok dalam sengketa wilayah di Scarborough Shoal, perhimpunan serta anggota ASEAN lainnya tetap bungkam. Sejauh itulah yang disebut sebagai solidaritas ASEAN.

Kebisuan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai Visi Komunitas ASEAN 2025 yang sedang berjalan, khususnya terkait pilar ketiga, yaitu keamanan politik. Dua pilar lain adalah ekonomi dan sosial budaya. Dalam pernyataan visi tersebut, para anggota berjanji untuk bekerja sama dalam menegakkan perdamaian dan keamanan di kawasan. Tanpa pilar ketiga ini, bisa dipastikan visi tersebut akan hancur.

Manila dan Beijing sama-sama unjuk gigi dengan tensi tinggi dalam sengketa perbatasan maritim. Manila semakin condong ke Amerika Serikat, dan membuat perjanjian aliansi, bersama dengan Jepang dan Australia. Pekan lalu, keempat negara mengadakan latihan gabungan angkatan laut dan udara di wilayah laut yang disengketakan. Tiongkok, tak ingin ketinggalan, juga melakukan patroli tempur di wilayah tersebut pada minggu yang sama.

Menilik pernyataan retoris, juga aktivitas retoris, dari Beijing dan Washington, kedua belah pihak telah menabuh genderang perang. Mereka memilih Filipina sebagai ajang untuk pamer dua kekuatan adidaya yang mereka punya. Sesungguhnya arena itu sudah terlalu dekat bagi ASEAN. Selayaknya ASEAN bertindak dan tidak diam saja.

Pekan lalu, di Washingtong, Presiden AS Joe Biden menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi dengan para pemimpin Jepang dan Filipina. Hal itu jelas-jelas dilakukan untuk menunjukkan kepada Beijing bahwa AS akan mendukung sekutunya di Indo-Pasifik.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

“Setiap serangan terhadap pesawat, kapal, atau angkatan bersenjata Filipina di LCS akan ditangani sesuai perjanjian pertahanan bersama kita,” kata Biden. Ia mengatakan hal itu setelah menegaskan bahwa dukungan Washington pada dua negara, Jepang dan Filipina, sekuat baja.

Jepang juga berselisih dengan Tiongkok di Laut China Timur. Tetapi ketegangan di sana belum seintens yang terjadi di wilayah selatan.

Sikap diam ASEAN terhadap masalah LCS sangat nyata dan melemahkan visi komunitasnya. Blok regional ini telah gagal dalam satu ujian keamanan dan politik, setelah membuktikan ketidakmampuannya menyelesaikan perang saudara di Myanmar, yang kini memasuki tahun keempat. Namun, setidaknya mereka telah berupaya menengahi konflik antara junta militer dan pasukan pemberontak sipil di negara tersebut.

Terkait sengketa maritim antara Tiongkok dan Filipina, ASEAN tidak berdaya, atau bahkan putus asa, bahkan untuk mencoba menjadi penengah.

Dapat dimengerti bahwa ASEAN tidak dapat diharapkan untuk mencapai konsensus dalam hal ini. Bagaimana pun, masing-masing anggota punya agenda nasional masing-masing dalam lanskap geopolitik, yang makin lama semakin didikte oleh Tiongkok dan Amerika Serikat. Beberapa negara ASEAN memutuskan beraliansi dengan salah satu dari negara adikuasa tersebut, sementara beberapa negara lain berjuang untuk tetap menjadi nonblok.

Filipina bukan satu-satunya negara ASEAN yang sedang dalam sengketa wilayah dengan Tiongkok di LCS. Karena itu, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Indonesia harus mencermati dan layak mencemaskan langkah-langkah yang diambil Manila dan Beijing dalam menangani perselisihan mereka.

Kita mungkin sudah tidak bisa berharap ASEAN akan mengambil inisiatif apa pun untuk menciptakan perdamaian di laut yang disengketakan, terutama di bawah keketuaan Kamboja saat ini. Meski begitu, dunia masih berharap Indonesia melakukan sesuatu, dengan atau tanpa ASEAN.

Indonesia tidak hanya merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga dikenal sebagai kekuatan menengah yang sedang berkembang, yang jumlah penduduknya terbesar keempat di dunia, yang juga negara demokrasi terbesar ketiga. Indonesia adalah pemain penting dalam kancah ekonomi global. Semua atribut yang disematkan pada Indonesia tersebut menjadi satu dengan harapan dan tanggung jawab global.

Sebagai salah satu dari sedikit negara ASEAN yang mampu menjaga sikap tidak berpihak dalam konteks persaingan antara AS-Tiongkok, Indonesia seharusnya punya cukup kredibilitas untuk bisa berperan sebagai mediator. Jika tidak bisa menengahi perselisihan Tiongkok-Filipina, seharusnya bisa dalam lingkup yang lebih luas, yaitu antara dua negara adidaya AS-China.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan pada 2021 bahwa “tidak berbuat apa-apa bukanlah pilihan”. Saat itu, Indonesia memulai diplomasi aktif untuk membantu menyelesaikan konflik Myanmar. Seharusnya kita menerapkan prinsip yang sama pada konflik yang sedang berlangsung di LCS.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.