Ada keraguan jika pemerintahan klan Shinawatra ketiga dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya pada 2027.
hailand memiliki perdana menteri baru. Namun, tidak peduli seberapa meyakinkan kinerja ekonomi negara di bawah Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra, yang baru diangkat, dia bisa kehilangan jabatannya kapan saja. Hal itu mungkin terjadi jika militer, raja, dan pendukung konservatifnya kehilangan kepercayaan padanya.
Maharaja Vajiralongkorn memberikan restu kerajaan kepada putri Thaksin Shinawatra, yang berusia 38 tahun itu, sebagai perdana menteri ke-31 Thailand pada 18 Agustus. Pada hari yang sama, Raja juga memaafkan Thaksin sepenuhnya. Para jenderal militer juga mendukung perdana menteri baru. Meskipun, tentu saja, sambil menunggu sang perdana menteri berbuat salah.
Tidak ada tanda-tanda bahwa militer dan pendukung keluarga kerajaan menyadari bahwa peran dominan mereka dalam politik Thailand berdampak lebih merusak ketimbang yang mereka kira. Alih-alih menciptakan stabilitas, manuver politik mereka hanya akan berujung pada ketidakstabilan yang merusak ekonomi negara.
Negara-negara tetangga ASEAN sangat terkesan pada model pembangunan ekonomi Thailand. Sektor pertanian dan pariwisatanya sangat maju. Arus masuk investasi asing juga tinggi. Namun, kini, organisasi bisnis internasional meramalkan bahwa pertumbuhan PDB Thailand akan melambat.
Paetongtarn dicalonkan oleh Partai Pheu Thai, partai yang didukung oleh sang ayah, Thaksin. Pheu Thai merupakan partai terbesar kedua setelah Partai Move Forward (MFP), yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 7 Agustus, karena kesiapannya untuk mereformasi sistem politik negara, termasuk keluarga kerajaan.
Thailand punya dua cara favorit untuk menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, yaitu melalui kudeta militer dan, baru-baru ini, melalui Mahkamah Konstitusi. Baik militer maupun lembaga peradilan dapat mengajukan alasan apa pun yang mereka sukai, untuk membenarkan tindakan mereka.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada sikap Thailand yang selama dua dekade terakhir tidak menghargai demokrasi. Hal itu dimulai dengan tergulingnya Thaksin dari jabatan perdana menteri pada 2006, lalu saudara perempuannya Yingluck pada 2014. Hingga saat ini, Thaksin tetap populer, tetapi elit militer sangat memusuhi dia. Akibatnya, muncul keraguan apakah pemerintahan keluarga Shinawatra yang ketiga kali ini mampu bertahan hingga pemilihan umum berikutnya pada 2027.
Thailand tenar sebagai panutan bagi para pemimpin negara-negara yang tidak demokratis di kawasan, terutama mereka yang ingin mempertahankan kekuasaan, dengan mengorbankan aspirasi rakyat. Lihatlah Myanmar. Di sana, junta militer di bawah Jenderal Min Aung Hlaing belajar dari para jenderal Thailand ketika merebut kekuasaan dari pemerintahan Aung Suu Kyi pada Februari 2021 lalu.
Pemimpin junta Myanmar secara terbuka memperlihatkan kekaguman pada Jenderal Prayut Chan-ocha, yang menggulingkan Yingluck pada 2014, juga mempertahankan cengkeraman politiknya hingga 2023. Thailand di bawah Prayut telah menunjukkan keengganan dalam mendukung inisiatif ASEAN memulihkan perdamaian di Myanmar.
Akankah perubahan pemerintahan di Thailand mengarah pada stabilitas akan sangat bergantung pada militer dan keluarga kerajaan. Negara-negara tetangga di ASEAN, termasuk Indonesia, hanya dapat mendoakan agar Paetongtarn dan bangsa Thailand selalu beruntung di tengah ujian waktu.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.