Salah satu saran adalah membatasi pembayaran dividen BUMN menggunakan anggaran negara, sehingga dana tersebut dapat diinvestasikan kembali dalam bentuk ekspansi dan pendirian unit usaha baru.
Perombakan besar-besaran akan dilakukan setelah Presiden Prabowo Subianto mendirikan Indonesia Authority Investment atau IAI Danantara. Otoritas ini berbeda dengan Otoritas Investasi Indonesia (Indonesia Investment Authority atau INA) yang telah dibentuk beberapa tahun sebelumnya di bawah Presiden terdahulu, Joko “Jokowi” Widodo.
Danantara akan menjadi perusahaan induk yang akan mengkonsolidasikan perusahaan milik negara (BUMN) di bawah naungannya. Bisa dibilang, inilah institusi yang dinanti-nanti di Indonesia.
Menurut mendiang mantan menteri BUMN Tanri Abeng, negara seharusnya membubarkan Kementerian BUMN pada 2015. Dan mestinya, perusahaan induk nasional telah beroperasi sejak beberapa dekade lalu. Negara tetangga Singapura telah melakukannya lebih dulu dengan Temasek Holdings, demikian juga Malaysia dengan Khazanah Nasional Berhad.
Dengan Prabowo menjalankan rencana yang sudah lama tertunda itu, ada harapan akan menyala lampu hijau bagi Danantara untuk mengambil alih tujuh BUMN unggulan dari pengelolaan kementerian. Aset tujuh BUMN tersebut jika digabungkan senilai sekitar Rp8,9 kuadriliun ($570 miliar dolar Amerika). Menurut dokumen yang dilihat oleh The Jakarta Post, aset sebesar itu merupakan lebih dari 85 persen dari seluruh aset BUMN Indonesia.
Selain itu, tujuh BUMN besar tersebut menyumbang sekitar Rp72,8 triliun dalam bentuk dividen ke anggaran negara tahun lalu. Angka itu mencakup hampir 90 persen dari pembayaran dividen BUMN.
Dalam dokumen yang dilihat The Jakarta Post, juga tercantum bahwa Danantara diharapkan berkonsolidasi dengan penghimpun dana investasi yang pertama di Indonesia, INA. Danantara dapat memperluas lingkupnya dari rencana awal, sehingga bisa juga mengelola aset dan investasi, dan bukan sekadar menjadi perusahaan induk.
Selain itu, sulit untuk mengatakan tugas sebenarnya yang akan dilakukan Danantara. Apalagi, Prabowo belum secara remsi meluncurkan badan baru itu, meskipun ada rencana awal Danantara akan diresmikan pada 8 November. Peraturan yang mendasarinya juga belum dikeluarkan, hingga beberapa hal masih dapat berubah.
Namun, mari mendesak pemerintahan Prabowo untuk memastikan bahwa pembentukan Danantara akan mengarah pada peningkatan kinerja BUMN. Danantara harus membuat BUMN lebih berkelanjutan, baik secara finansial maupun komersial.
Prabowo dapat memulai, misalnya, dengan membatasi pembayaran dividen oleh BUMN menggunakan anggaran negara. Dana tersebut dapat diinvestasikan kembali dalam bentuk ekspansi dan pembuatan lini usaha baru.
Meskipun pemerintah mungkin kehilangan sumber pendapatan utama, hal itu dapat mengurangi ketergantungan BUMN pada suntikan modal negara (melalui skema Penyertaan Modal Negara atau PMN). Pada dasarnya, PMN adalah uang dari pembayar pajak yang disalurkan ke perusahaan-perusahaan milik negara yang sedang kesulitan, atau perusahaan-perusahaan negara yang perlu dana untuk menyelamatkan proyek-proyek yang tidak layak.
Danantara harus diberi mandat yang jelas untuk secara independen membuat keputusan terkait investasi dan perusahaan. Ia harus bebas dari campur tangan politik. Mandat ini bisa dibuat dalam bentuk kerangka hukum yang kuat.
Di masa lalu, BUMN tidak dapat sepenuhnya memaksimalkan potensi mereka, akibat terlalu banyak tugas pemerintah yang tidak dapat mereka tolak. Akhirnya, beberapa BUMN kemudian terlilit utang hanya untuk melayani ambisi penguasa.
Khusus perusahaan minyak dan gas milik negara, yaitu PT Pertamina dan PT PLN, pemerintah perlu memisahkan peran kewajiban layanan publik mereka. Pasalnya, kewajiban layanan publik dapat membatasi kemampuan mereka untuk memaksimalkan laba. Padahal, laba adalah hal penting bagi Danantara. Kedua BUMN tersebut bisa saja dipisahkan menjadi lembaga tersendiri yang bekerja di bawah suatu kementerian.
Selain itu, akan lebih baik jika pemerintah mempertimbangkan kembali penggabungan institusi pengelola dana negara INA dengan Danantara. Bagaimana pun, INA telah mengelola dana beberapa investor asing.
Sebelum Danantara dapat memainkan peran strategis tersebut, institusi itu harus membuktikan bisa menjunjung tinggi standar dan kehati-hatian yang sama dengan yang telah dipertahankan INA untuk membangun kepercayaan investor.
Terakhir, untuk mengoperasikan Danantara, diperlukan revisi terhadap Undang-Undang BUMN yang menjadi dasar hukum bagi Kementerian BUMN, serta Undang-Undang Cipta Kerja yang melandasi insititusi pengelola dana.
Tanpa adanya revisi terhadap kedua UU tersebut, Danantara akan berisiko mengalami masalah hukum yang besar. Lebih jauh, ia hanya akan menimbulkan ketidakpastian, bukan saja bagi petugas yang akan mengelolanya tetapi juga bagi para investor yang akan mencari keuntungan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.