TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Fokus pada reformasi penerimaan negara

Kita gagal paham soal cara sebuah badan atau kementerian penerimaan negara yang baru dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, December 9, 2024 Published on Dec. 8, 2024 Published on 2024-12-08T15:29:04+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Fokus pada reformasi penerimaan negara Tax assistance: An official (left) explains to a taxpayer the use of her citizenship identity number as the taxpayer identification number at Palangkaraya tax office in Central Kalimantan, on March 3. (Antara/Auliya Rahman)
Read in English

 

Presiden Prabowo Subianto dan pemerintahannya berutang penjelasan kepada publik mengenai tarik-ulur rencananya menggabungkan kantor pajak dan kantor bea cukai. Dalam rencana Presiden, dua lembaga tersebut akan masuk ke dalam badan penerimaan negara.

Penjelasan terutama diperlukan setelah saudara kandung Presiden sekaligus taipan bisnis, Hashim Djojohadikusumo, pada 1 Desember lalu menyatakan bahwa pemerintahan Prabowo akan melanjutkan rencana pembentukan badan tersebut. Sekitar sebulan sebelumnya, di Oktober, pada hari yang sama dengan hari pengumuman kabinetnya, Presiden mengatakan bahwa ia ingin agar Kementerian Keuangan tetap utuh.

Kita paham, Prabowo punya mimpi besar. Pada akhir 2029, ia menargetkan penerimaan negara naik hingga setara 23 persen dari produk domestik bruto (PDB). Bandingkan dengan penerimaan saat ini, sekitar 12 persen dari PDB. Namun, kita gagal paham tentang cara sebuah badan, atau kementerian penerimaan negara yang direncanakan tersebut, akan menjadi lembaga yang sesuai untuk melaksanakan tugas menaikkan penerimaan negara.

Prabowo dan para penasihat dekatnya berjanji akan memperbaiki administrasi perpajakan dan mengatasi potensi kerugian di sektor pajak dan nonpajak. Tapi hal itu sudah pernah kita dengar dan tetap saja negara terus berjuang untuk mengumpulkan jumlah pendapatan yang dibutuhkan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Kita tidak butuh kata-kata yang menenangkan. Yang kita butuhkan adalah gerakan reformasi nyata dalam cara pemerintah mengumpulkan pendapatannya.

Saat ini, tidak masalah jika badan penerimaan negara ditempatkan di dalam atau di luar Kementerian Keuangan. Kita tidak dapat mengharapkan hasil yang berbeda jika pemerintahan baru tidak punya rencana melakukan perubahan terkait sistem dan pola pikir yang sekarang berjalan.

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa badan baru akan lebih berani menerapkan dan menegakkan peraturan perpajakan, juga aturan lain terkait pendapatan. Badan baru juga perlu dipastikan tidak harus menghadapi intervensi apa pun dari orang-orang yang memegang kekuasaan atau orang-orang yang ada di sekitar mereka.

Negara ini telah meluncurkan dua amnesti pajak, pada 2016 dan 2022. Masa pengampunan pajak pertama berhasil mengungkap aset tersembunyi senilai lebih dari Rp4,8 kuadriliun (atau $301,4 miliar dolar Amerika). Sementara amnesti pajak kedua menyumbang Rp 594 triliun. 

Namun, kita hampir tidak pernah mendengar tentang tindakan yang diambil berdasarkan data yang telah dikumpulkan pemerintah dalam program-program tersebut. Banyak aset para wajib pajak Indonesia yang juga tetap berada di luar negeri.

Pada November lalu, DPR sudah mulai bersiap untuk memperkenalkan amnesti pajak ketiga. Kita lihat apakah pemerintah akan menepati janjinya pada 2022. Saat itu, pemerintah bersumpah "tidak ada lagi amnesti pajak".

Pemerintah jarang bertindak untuk menegakkan aturan dan perilaku yang tepat. Awal tahun ini, kita menyaksikan satu kasus. Mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti melakukan pencucian uang dan menerima gratifikasi tidak sah senilai Rp 10 miliar dari wajib pajak. Kasus itu pun baru terungkap setelah ada tuntutat kriminal, yaitu kejahatan penyerangan, yang diajukan terhadap putranya pada awal tahun lalu. Dalam pemeriksaan terkait tuntutan itu, secara tidak sengaja, terungkap gaya hidup mewah Rafael. Keseharian keluarganya tidak sesuai dengan profil kekayaannya sebagai pejabat tinggi di Direktorat Pajak Kementerian Keuangan.

Kita juga harus memperingatkan bahwa mendirikan badan atau kementerian baru adalah proses yang mahal. Selain perlu biaya tambahan, proses ini juga dapat berarti gangguan yang akan terjadi selama bertahun-tahun, yang artinya mencegah pejabat pemerintah mengoptimalkan peluang yang ada untuk benar-benar meningkatkan pendapatan sesegera mungkin.

Jika pemerintah tidak hati-hati, rencana tersebut dapat menyebabkan kemunduran pada daftar program prioritas mahal yang dijanjikan akan dilakukan selama masa pemerintahan ini. Ada kemungkinan manfaat badan baru ini tidak akan jadi nyata dalam masa jabatan Prabowo lima tahun mendatang.

Ada juga beberapa pekerjaan yang perlu disiapkan oleh badan baru tersebut, yaitu pajak karbon yang telah lama tertunda, serta sistem digital terpusat yang baru, yang disebut Sistem Pajak Inti. Badan baru juga harus menegakkan dua pajak, yaitu inisiatif pajak minimum global dan perpajakan perusahaan multinasional.

Sekarang kita hanya bisa berharap pemerintah akan mempertimbangkan dari sisi biaya, serta memberi alasan yang tepat untuk memutuskan pendirian badan penerimaan negara yang baru ini.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk menunda rencana tersebut, jika terbukti tidak ada nilai riil dalam kemampuan badan itu untuk membantu meningkatkan pengumpulan pendapatan negara.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.