Jakarta masih memiliki sederet masalah, meski ia telah kehilangan status ibu kota negara dengan dikeluarkannya keputusan presiden bulan lalu.
Jakarta siap menyambut pemimpin baru. Pada Kamis 9 Januari, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat mengkonfirmasi kemenangan Pramono Anung dan Rano Karno, pasangan yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dalam pemilihan gubernur November 2024 silam.
Salah satu kandidat yang kalah, Ridwan Kamil, tidak hadir dalam acara penetapan. Tetapi kehadiran pasangan Ridwan, Suswono dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta calon independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, sudah cukup mengirim sinyal bahwa pemimpin Jakarta mendatang akan memerintah dengan legitimasi penuh.
Bagaimanapun, para kandidat yang kalah memutuskan untuk tidak menggugat hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Mereka memang awalnya mengeluhkan kurangnya profesionalisme KPU, yang mereka klaim berkontribusi pada jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilihan. Jumlah masyarakat yang ikut dalam pemungutan suara tahun ini menjadi yang terendah dalam sejarah pemilihan gubernur Jakarta. Hanya 57 persen dari 8,2 juta pemilih yang terdaftar di Jakarta yang memberikan suara mereka pada 27 November.
Bulan lalu, KPU menyatakan bahwa pasangan Pramono-Rano memenangkan 50,07 persen dari total suara, diikuti oleh Ridwan dan Suswono dengan 39,4 persen. Dharma dan Kun ada di urutan terakhir dengan 10,53 persen suara.
Meskipun absen, Ridwan, mantan gubernur Jawa Barat yang pencalonannya didukung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM), koalisi besar milik Presiden Prabowo Subianto, menyampaikan salam kepada pasangan pemenang. Ia menyatakan harapan bahwa pemimpin baru akan mengakomodasi berbagai aspirasi warga Jakarta, termasuk mereka yang tidak memilih pasangan pemenang.
Kemenangan PDI-P di Jakarta, secara luas dipandang sebagai anomali dalam pemilihan kepala daerah. Pemilihan tempo hari mayoritas dimenangkan oleh kandidat yang didukung KIM. PDI-P merupakan satu-satunya partai oposisi de facto terhadap pemerintahan Prabowo,
Namun, lebih dari itu, kemenangan ini juga menjadi secercah harapan bagi demokrasi Indonesia yang dinilai sedang merosot. Kemenangan terjadi di tengah dominasi koalisi penguasa yang sangat besar, yang sekarang disebut KIM-plus. Nama KIM-plus tercetus setelah ada penambahan beberapa partai yang menjadi anggota koalisi menjelang pemilihan kepala daerah.
Setelah acara penetapan Kamis kemarin, sekarang warga Jakarta dapat meminta Pramono dan Rano untuk bekerja lebih keras. Mereka harus mengatasi masalah abadi yang dihadapi oleh kota berpenduduk lebih dari 11 juta orang ini.
Meskipun bulan lalu Jakarta kehilangan status ibu kota nasionalnya dengan dikeluarkannya keputusan presiden (Keppres), masih ada banyak masalah.
Kota metropolitan ini secara konsisten berada di puncak daftar kota terpadat di dunia. Inrix 2024 Global Traffic Scorecard menempatkan kota ini di peringkat ke-7 setelah Istanbul, New York, Chicago, Meksiko, London, dan Paris.
Studi tersebut juga mencatat kondisi lalu lintas yang semakin memburuk. Pasalnya, rata-rata warga Jakarta kehilangan 89 jam selama tahun lalu, akibat berkendara melalui jalan-jalan kota yang padat. Angka itu artinya sekitar 24 jam lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pembangunan infrastruktur transportasi umum saat ini, termasuk fase kedua MRT Jakarta Jalur Utara-Selatan, dianggap masih tidak cukup untuk menampung lebih dari 3 juta penumpang harian kota.
Tahun lalu, hanya 91.000 orang yang menggunakan jalur MRT. Sebagian besar masyarakat menggunakan layanan transportasi yang jauh lebih murah, yang disediakan oleh bus rapid transit (BRT) TransJakarta.
Namun, baru-baru ini Dinas Perhubungan kota mempertimbangkan untuk menghapus salah satu koridor tersibuk TransJakarta, yang membentang dari Blok M di Jakarta Selatan hingga Kota di Jakarta Utara. Alasannya, koridor tersebut tumpang tindih dengan jalur MRT. Rencana penghapusan tersebut memicu kritik publik.
Para pemimpin baru Jakarta harus mengakui kebutuhan mendesak akan layanan transportasi umum yang lebih luas, yang memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat. Alih-alih menghapus rute bus yang sudah ada dan berjalan dengan baik, pemerintah kota harus meningkatkan konektivitas BRT. Penambahan konektivitas akan menampung lebih banyak penumpang, dan pada akhirnya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Selain kemacetan lalu lintasnya yang parah, Jakarta juga terkenal dengan polusi udaranya. Lalu masih ada masalah sampah yang tidak tertangani serta minimnya akses terhadap air bersih. Pemerintahan sebelumnya telah mencoba bersiasat dalam mengatasi masing-masing masalah ini, meskipun hasilnya di sektor-sektor tertentu masih sangat sedikit.
Bagaimana pun, Jakarta memang mengalami beberapa perbaikan signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Masing-masing gubernur meninggalkan warisan yang positif.
Kita semua sangat menantikan kontribusi Pramono untuk kota ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.