TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Hidup Indonesia Raya!

Dalam rangka memperingati Hari Musik Nasional pada 9 Maret, Kementerian Kebudayaan merilis piringan hitam “Indonesia Raya” yang berisi lagu kebangsaan dalam delapan versi.

editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, March 15, 2025 Published on Mar. 13, 2025 Published on 2025-03-13T20:52:26+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Hidup Indonesia Raya! (JP/Wienda Parwitasari)
Read in English

 

Kita, masyarakat Indonesia, dalam keseharian sering mendengar lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Di sekolah, lagu ini dinyanyikan secara rutin, biasanya pada Senin pagi, saat upacara pengibaran bendera.

Kita juga sering mendengarnya di televisi. Menjelang bulan Agustus, kita akan lebih sering mendengarnya. Biasanya, lagu ini diputar untuk mengiringi konten lain, misalnya berita, dan nyaris jadi musik latar belaka.

Dalam beberapa bulan terakhir, berkat surat edaran dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada November, yang meminta perusahaan BUMN untuk memutar lagu kebangsaan setiap hari, tepat pukul 10.00, pengguna kereta api komuter dapat mendengar lagu tersebut, satu kali setiap hari.

Operator kereta api KAI Commuter Indonesia (KCI) dengan tekun menaati aturan tersebut. Semua stasiun di Jabodetabek memutar lagu tersebut setiap pagi, sesuai jadwal yang ditentukan. Andai saja ketepatan jadwal ini mereka berlakukan juga pada kereta apinya.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Bagi sebagian penumpang kereta komuter, lagu kebangsaan mungkin sudah menjadi hal yang biasa. Seolah-olah lagu tersebut hanya semata alunan nada yang menandai berakhirnya jam sibuk pengguna kereta di pagi hari, sekaligus penanda dimulainya jeda siang hari dalam layanan kereta api.

Kita sering mendengar “Indonesia Raya”.

Namun ada beberapa momen langka saat kita benar-benar mendengarkan lagu tersebut, dan kita menyanyikannya dengan seluruh jiwa raga, selaras dengan sesama warga negara lainnya.

Bagi generasi yang lebih berumur, momen yang akan selalu ada di benak adalah saat Sang Merah Putih dikibarkan dan “Indonesia Raya” dikumandangkan, menghormati legenda bulu tangkis kita, Susi Susanti, setelah memenangkan medali emas Olimpiade pertama Indonesia di Barcelona. Peristiwa itu terjadi pada 1992.

Bahkan hingga saat ini, cuplikan adegan Susi berdiri gagah di podium, terlihat bercucuran air mata kebahagiaan saat lagu kebangsaan dimainkan, masih menyentuh hati kita. Adegan itu sesekali muncul di televisi, atau hadir secara acak saat kita menjelajah media sosial.

Yang lebih baru, saat Greysia Polii dan Apriyani Rahayu mengukir sejarah dengan memenangkan medali emas pertama Indonesia di nomor ganda putri bulu tangkis, di Olimpiade Musim Panas Tokyo 2020.

Lebih dari sekadar menandai sebuah prestasi Indonesia, medali emas tersebut memberi kita momen perayaan yang luar biasa, di masa ketika kita tenggelam dalam pandemi COVID-19 pada 2021. Gambaran di televisi, dan luapan emosi di tengah kondisi pembatasan sosial karena penyakit itu, kini terukir dalam ingatan kita, diiringi lagu “Indonesia Raya”.

Oleh karena semua memori itu, menjadi suatu kabar baik bahwa pekan lalu Kementerian Kebudayaan merilis piringan hitam “Indonesia Raya”. Peluncuran dilakukan untuk memperingati Hari Musik Nasional pada 9 Maret.

Tanggal 9 Maret adalah hari lahir Wage Rudolf Soepratman, pahlawan nasional yang menggubah lagu kebangsaan pada 1924. Wage meninggal pada 17 Agustus 1938, tepat tujuh tahun sebelum lagu kebangsaannya dimainkan, saat Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Piringan hitam “Indonesia Raya”, yang dirilis bekerja sama dengan pabrik pengepres piringan hitam lokal PHR Pressing, menampilkan delapan versi lagu kebangsaan tersebut. Versi pertama adalah yang diperkenalkan ke publik pada 1928, lalu beberapa versi lain yang dikerjakan oleh komposer lain selama bertahun-tahun.

Piringan hitam tersebut menampilkan aransemen resmi lagu “Indonesia Raya” yang digunakan secara nasional, yang direkam pada 1951 oleh musisi Belanda Jos Cleber, dalam versi stereo dan mono. Jos saat itu adalah konduktor di stasiun radio negara RRI.

Yang juga cukup penting, rekaman tersebut sesuai dengan versi asli lagu “Indonesia Raya”, yang memiliki tiga bait. Sejak Sukarno mengeluarkan dekrit presiden tentang lagu kebangsaan pada 1958, versi yang diputar di stasiun televisi dan radio di seluruh negeri hanya memiliki satu bait.

Koleksi tersebut menjadi tonggak penting bagi lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, dengan menghadirkan dokumen historis dalam bentuk audio untuk lagu kebangsaan bagi masyarakat Indonesia. Dengan direkam di piringan hitam, lagu kebangsaan memiliki tempat penyimpanan yang aman untuk generasi Indonesia mendatang.

Aura gelap yang mencekik bangsa kita mungkin saat ini telah jadi kenyataan hidup. Namun, akan tiba waktunya kita bergerak bersama untuk meraih kemakmuran. Segera. Atau suatu saat nanti. 

Hiduplah Indonesia Raya!

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.