TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Militer bangkit lagi

Dengan mantan jenderal Angkatan Darat menduduki jabatan tertinggi, negara ini kemungkinan akan mengalami situasi berhadapan dengan TNI yang lebih berani dan makin sembarangan di tahun-tahun mendatang.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, March 21, 2025 Published on Mar. 20, 2025 Published on 2025-03-20T18:43:44+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Militer bangkit lagi High-ranking Indonesian Military (TNI) officers salute during the force's leadership meeting at the TNI headquarters in Jakarta on Jan. 31, 2025. (Antara/Asprilla Dwi Adha)
Read in English

 

Setelah jatuhnya Soeharto dan rezim otoriternya pada Mei 1998, Indonesia seperti bersumpah tidak akan pernah lagi memberi alat pada Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk melemahkan pemerintahan sipil.

Namun setelah seperempat abad, tampaknya kita telah lupa pada pelajaran dari periode pemerintahan Orde Baru itu. Pertama, mantan presiden Joko “Jokowi” Widodo mendekati TNI dalam upayanya mengonsolidasikan kekuasaan. Lalu sekarang, penggantinya, Presiden Prabowo Subianto, membawa negara ini kembali ke masa lalu, masa ketika militer berkuasa dengan dalih keamanan dan stabilitas.

Baru-baru ini, kecenderungan condong pada militer yang mengkhawatirkan terwujud dalam revisi Undang-Undang TNI tahun 2004. Revisi disahkan pada Kamis kemarin, dengan dukungan bulat dari semua fraksi, delapan partai, di DPR.

Ketika Prabowo menjabat sebagai presiden kedelapan Indonesia pada Oktober tahun lalu, mantan jenderal Angkatan Darat itu meyakinkan seluruh bangsa bahwa ia akan menegakkan supremasi sipil sebagai ciri penting demokrasi.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Namun, langkah-langkahnya sejak menjabat telah menunjukkan betapa tidak seriusnya ia menepati janji ini. Bahkan sebelum UU TNI diamandemen, pemerintahnya telah menempatkan perwira militer aktif di jabatan-jabatan strategis yang ada di lembaga-lembaga sipil.

UU TNI versi sebelumnya mengizinkan perwira militer untuk menduduki jabatan-jabatan di 10 lembaga sipil yang terlibat dalam urusan keamanan dan pertahanan. Setelah revisi, 14 lembaga sipil terbuka untuk perwira TNI aktif. Revisi terlihat dilakukan dengan tergesa-gesa, ditandai dengan kurangnya transparansi, yang memang disengaja. 

Doktrin dwifungsi, atau fungsi ganda, yang menjadi ciri khas Orde Baru, mungkin tidak akan segera kembali. Dalam sistem dwifungsi, militer memainkan peran yang sangat besar dalam urusan sipil dan menekan perbedaan pendapat. Meski bisa saja tidak segera terjadi lagi, jika tidak ada upaya untuk melawannya, dwifungsi bisa pelan-pelan muncul, secara bertahap tetapi konsisten, mengingat kurangnya pengawasan dan keseimbangan yang efektif dalam iklim politik kita saat ini. Oposisi yang tidak memadai di negara ini, secara khusus memungkinkan kemunculan kekuatan dengan diam-diam seperti itu menjadi jauh lebih mudah. ​​

Tujuan Prabowo untuk memperluas peran TNI dalam urusan sipil terlihat dari keterlibatan langsung para prajurit dalam program kebijakannya. Misalnya dalam program makan bergizi gratis dan program swasembada pangan. Ia juga memberikan kursus manajemen dan bisnis bagi 200 kolonel yang akan ditugaskan di perusahaan milik negara.

UU yang direvisi telah memperluas wilayah operasi nonperang TNI, dari 14 menjadi 16. Kini, militer diizinkan untuk masuk dalam pertahanan siber dan berhak melindungi warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

Singkatnya, UU yang direvisi membuka jalan bagi campur tangan TNI yang lebih besar dalam ranah sipil. Bukan hanya substansi revisi yang mengkhawatirkan, proses revisi juga cacat karena tidak melibatkan konsultasi publik yang berarti. Bahkan, revisi tersebut tidak masuk dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional untuk tahun 2025.

Dengan mantan jenderal Angkatan Darat menduduki jabatan tertinggi, negara ini kemungkinan akan mengalami situasi berhadapan dengan TNI yang lebih berani dan makin sembarangan di tahun-tahun mendatang.

Jangan sampai kita lupa, kita berhasil mengubah negara kita menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia melalui reformasi besar-besaran, pasca Orde Baru, lebih dari 25 tahun yang lalu. Sebagai bagian dari reformasi ini, rakyat Indonesia memerintahkan militer kembali ke barak untuk dibangun menjadi kekuatan profesional yang menghormati batas-batas kewenangannya.

Sekilas, revisi terbaru yang hanya fokus pada tiga pasal itu mungkin tidak terlihat begitu merusak demokrasi kita. Namun, jangan tertipu oleh janji TNI bahwa mereka tidak akan pernah mengembalikan dwifungsi, yang memberi lembaga militer itu kendali atas hampir semua aspek kehidupan di negara ini.

Sebagian orang, terutama anggota Gen Z, yang tidak pernah mengalami kebrutalan militer, mungkin tidak begitu peduli dengan tanda-tanda militerisme yang pelan-pelan muncul. Karena itu, menjadi tanggung jawab para pembela demokrasi untuk mengingatkan publik dan pembuat kebijakan tentang perlunya memperkuat masyarakat sipil. Kita harus menjaga kekuasaan tetap berada di tangan warga sipil.

Revisi UU TNI seharusnya lebih fokus pada doktrin baru konflik militer, yang memperhitungkan perubahan lanskap geopolitik dan perkembangan teknologi. Misalnya, militer perlu menggunakan pesawat nirawak dan kecerdasan buatan. Revisi UU ini seharusnya tidak memberikan jabatan sipil tingkat tinggi kepada para prajurit.

Kita tidak punya pilihan selain terus melawan UU baru ini. Alasannya karena lembaga politik saat ini pada dasarnya tidak memberikan penghalang apa pun yang bisa menghambat kebangkitan kembali TNI dengan fungsi ganda – atau bahkan multifungsi.

Betapa pun sulitnya langkah kita, Prabowo harus terus diingatkan, bahwa dalam keadaan apa pun, rakyat Indonesia tidak akan membiarkan negara ini kembali ke masa lalunya yang kelam. Dan jika Prabowo benar-benar orang yang telah berubah seperti yang dikatakannya, yaitu menjadi kakek-kakek gemoy seperti yang dia perlihatkan saat merayu generasi pemilih yang tidak pernah mendengar suara tembakan di kampus-kampus, seharusnya dia juga tidak akan membiarkan Indonesia mundur ke masa lampau. 

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.