TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Peringatan dari gempa Myanmar

ASEAN harus bekerja sama dengan organisasi internasional untuk membantu Myanmar dan memfasilitasi dialog baru antara junta Myanmar dan berbagai kelompok etnis, demi mendorong terwujudnya perdamaian dan stabilitas.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, April 8, 2025 Published on Apr. 7, 2025 Published on 2025-04-07T12:11:06+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Peringatan dari gempa Myanmar People line up for food aid being distributed in Sagaing on April 3, 2025, following the March 28 earthquake. The shallow 7.7-magnitude earthquake on March 28 flattened buildings across Myanmar, killing more than 3,000 people and making thousands more homeless. (AFP/Sai Aung Main)
Read in English

 

Gempa bumi mengguncang Myanmar pada 28 Maret. Kejadian itu telah menewaskan ribuan orang dan menghancurkan infrastruktur di seluruh negeri. Peristiwa itu menghadirkan momentum emas bagi negara yang porak-poranda akibat pertikaian dalam negeri selama bertahun-tahun.

Lebih dari 10 hari setelah bencana, masih banyak orang di negara yang dilanda perang itu yang tidak punya tempat berteduh. Mereka terpaksa tidur di luar karena tempat tinggal mereka hancur. Mereka yang masih punya atap untuk bernaung juga khawatir akan terjadi keruntuhan lebih lanjut, sehingga memilih tinggal di luar rumah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa lebih dari 3 juta orang telah terkena dampak gempa berkekuatan 7,7 skala Richter tersebut. Gempa memperburuk kondisi sebelumnya yang sudah parah karena perang saudara selama empat tahun.

Ketika berita tentang kehancuran yang dahsyat dan pengungsian menyebar, masyarakat internasional, termasuk Indonesia, merespons dengan mengirim bantuan kemanusiaan. Sebanyak 143 ton pasokan, termasuk makanan dan peralatan medis dari Indonesia, tiba di Naypyidaw pada Kamis 3 April.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Belajar dari pengalaman masa lalu, tragedi ini tak urung memunculkan pertanyaan: Mungkinkah bencana alam ini menjadi katalisator berakhirnya perang di Myanmar? Pertanyaan itu dilandasi peristiwa masa lalu, yaitu gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 di Aceh, yang mengakhiri konflik selama puluhan tahun.

Memang, sungguh menyedihkan jika bencana alam seperti itu sering kali membuka jalan bagi perdamaian. Tetapi, selama ini, ada fakta yang menunjukkan bahwa bencana alam memiliki kekuatan luar biasa untuk mengubah arah konflik.

Topan Nargis, yang menghantam pantai Myanmar di dekat kota Yangon dan menyapu lembah Sungai Irrawaddy pada 2 Mei 2008, menjadi jalan masuk bagi intervensi dan tekanan pihak asing.

Pemerintah junta awalnya melarang pekerja yang membawa bantuan kemanusiaan dan alat pertolongan yang dikirim oleh organisasi internasional untuk memasuki negara tersebut. Akses ke daerah bencana akhirnya diperoleh setelah sekretaris jenderal PBB saat itu, Ban Ki-moon, juga ASEAN, merundingkan perjanjian dengan junta militer demi mengizinkan penyediaan bantuan kemanusiaan.

Dua tahun kemudian, pada 2010, dilakukan pemilihan umum Myanmar yang kontroversial. Meski lambat, pemilihan umum menandai pergeseran menuju reformasi demokrasi. Kudeta Februari 2021, ketika angkatan bersenjata merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, merupakan kemunduran dalam transformasi ini. Sejak itu, junta militer telah memerintah Myanmar, yang lalu memicu konflik multipihak.

Gempa bumi dan tsunami Aceh, salah satu bencana alam terbesar yang tercatat dalam sejarah, mempercepat perundingan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia. Perundingan menghasilkan perjanjian bersejarah yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005. Kini, hampir 20 tahun kemudian, perjanjian damai tersebut masih berlaku dan tampaknya akan tetap ada.

Gempa bumi baru-baru ini dapat memberi peluang serupa bagi Myanmar.

Setelah bencana, ketua junta Min Aung Hlaing mengeluarkan permintaan bantuan internasional. Hal itu bisa dibilang kejadian langka, hingga makin menunjukkan betapa beratnya krisis kali ini. Pada Sabtu 5 April, media pemerintah mengumumkan bahwa jumlah korban tewas akibat gempa bumi besar telah bertambah hingga mencapai angka di atas 3.300.

Sebelum bencana ini, rezim militer Myanmar selalu menolak bantuan asing, bahkan saat ada bencana alam besar.

Keterlibatan organisasi kemanusiaan di tanah Myanmar dapat meningkatkan visibilitas terhadap situasi di Myanmar, yang berpotensi menekan pemerintahan militer. Tekanan tersebut dapat membantu membuka jalan bagi dialog politik yang lebih luas. Dalam dialog, semua pihak akan diberi tempat di meja perundingan.

Dalam hal ini, ASEAN harus bekerja sama dengan organisasi internasional. ASEAN harus membantu Myanmar dan memfasilitasi dialog baru antara junta Myanmar dan berbagai kelompok etnis, demi mendorong perdamaian dan stabilitas.

Namun, masyarakat internasional harus tetap waspada dan menuntut transparansi serta akuntabilitas dalam pelaksanaan respons kemanusiaan. Dunia tidak boleh membiarkan junta memanfaatkan jeda kemanusiaan untuk mengonsolidasikan kekuasaan yang mengorbankan rakyat.

PBB mengatakan bahwa, sejak gempa bumi, junta telah melakukan belasan serangan terhadap rakyatnya sendiri. Kekerasan termasuk lebih dari 16 serangan udara, dilakukan sejak militer bergabung dengan kelompok pemberontak untuk mengumumkan gencatan senjata yang memungkinkan masuknya bantuan.

Menjadi korban gempa bumi adalah pengalaman tragis, tetapi bisa menjadi titik balik dalam krisis yang sedang berlangsung di Myanmar. Masyarakat internasional, khususnya ASEAN, harus membantu Myanmar memanfaatkan kesempatan ini untuk mendorong terjadinya perubahan serta berupaya mewujudkan perdamaian abadi di negara tersebut.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.