idak biasanya kami merasa perlu menulis tiga editorial terpisah, hanya untuk mempertanyakan kelayakan seorang pejabat publik. Namun, Firli Bahuri sang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) begitu luar biasa abai pada etika dasar saat menjalankan perannya sebagai pemimpin lembaga publik pasca reformasi. Padahal, lembaga yang ia pimpin sangat kredibel dan dihormati, sehingga kami menganggap perlu untuk terus-menerus menyerukan agar dia segera dipecat.
Sungguh mengherankan bahwa Firli belum dipecat setelah serangkaian skandal yang sangat mencoreng citra KPK sebagai pemberantas korupsi. Presiden Joko “Jokowi” Widodo tak bisa lagi berpura-pura bahwa kepemimpinan Firli di KPK tidak bermasalah. Presiden harus menggunakan kekuasaannya, sebagaimana diatur dalam undang-undang, untuk mencopot Firli dari jabatannya. Jika tidak, Presiden menghadapi risiko dikenang karena menutup mata pada kejahatan sang ketua KPK, atau bahkan terlibat di dalamnya.
Baik sebagai Wakil KPK maupun Ketua KPK, Firli beberapa kali terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik berat. Namun, ketangguhannya menghadapi skandal-skandal ini menunjukkan bahwa ia adalah pejabat yang kuat yang mendapat dukungan publik secara luas (dan mendukung dengan membabi buta). Ia jauh dari kata populer. Fakta bahwa ia berhasil menduduki jabatan KPK menunjukkan jangkauan pengaruhnya di kalangan politikus.
Kontroversi terbaru yang melibatkan Firli adalah ia dituduh memeras seorang tersangka korupsi tingkat tinggi. Seharusnya, tuduhan itu cukup untuk membenarkan penangguhan jabatan dengan segera, dan memungkinkan dewan etik KPK untuk memverifikasi tuduhan tersebut.
Sebagai Ketua KPK, Firli mengawasi penyidikan korupsi yang dilakukan anak buahnya. Ia termasuk mengawasi kasus korupsi di Kementerian Pertanian, yang dipimpin politikus Partai NasDem Syahrul Yasin Limpo. Syahrul yang didakwa kasus suap, pada Rabu lalu mengaku telah diperas oleh pimpinan KPK.
Meski menolak menyebutkan nama pimpinan KPK yang ia maksud, tetapi beredar foto yang menunjukkan Firli dan Syahrul sedang berdiskusi dalam pertemuan tertutup di lapangan bulu tangkis. Foto beredar di kalangan jurnalis. Foto tersebut berpotensi memberatkan Firli, mengingat foto diambil saat KPK tengah mengusut mantan menteri tersebut atas dugaan korupsi.
Syahrul mengajukan laporan pemerasan minggu lalu ke Polda Metro Jaya. Pihak kepolisian memutuskan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh atas klaim Syahrul. Namun, belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus pemerasan ini.
Ini bukan kali pertama seorang Komisioner KPK didakwa melakukan pemerasan. Dua mantan Komisioner KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, juga menghadapi tuduhan serupa. Namun, tidak ada bukti kuat yang bisa membawa mereka ke pengadilan. Saat itu KPK dan polisi terlibat konflik yang berbeda.
Dalam kasus Firli, buktinya jelas, setidaknya ada pelanggaran etika yang serius.
Hingga saat ini, belum ada indikasi yang menunjukkan kelemahan perkara KPK terhadap Syahrul, mengingat bukti permulaan yang kuat dari penyidik. Namun, kita perlu menyoroti fakta bahwa ini adalah kasus yang sangat sensitif. Pasalnya, Syahrul berasal dari partai politik yang memilih untuk melawan pemerintah yang berkuasa denggan mengajukan tokoh oposisi, Anies Baswedan, sebagai calon presiden.
Syahrul juga menjadi menteri NasDem kedua yang terjerumus kasus suap dalam beberapa bulan terakhir. Wajar jika masyarakat mempertanyakan apakah kasus-kasus KPK tidak lain hanyalah politik perburuan yang dilakukan oleh kekuatan politik yang menguasai lembaga penegak hukum, termasuk KPK. Setidaknya, masyarakat mempertanyakan ketepatan waktunya.
Untuk menghilangkan keraguan mengenai landasan penuntutan terhadap Syahrul, KPK harus menjauhkan diri dari skandal yang dapat membuat kredibilitasnya dipertanyakan. Khususnya tuduhan bahwa Firli melakukan pemerasan terhadap politisi NasDem tersebut. Pemerasan merupakan tuduhan yang sangat serius yang dapat membahayakan integritas penyelidikan korupsi.
Sudah tidak tepat mempertahankan Firli sebagai Ketua KPK. Dia harus pergi sekarang juga.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Thank you for sharing your thoughts.
We appreciate your feedback.