emerintah terus berjuang untuk menemukan investor yang bersedia melanjutkan pengembangan minyak dan gas bumi di Blok Tuna. Blok ini merupakan sebuah wilayah cadangan migas terpencil yang terletak di Laut Natuna Utara. Lokasinya dekat perairan yang menjadi sasaran klaim kedaulatan yang tumpang tindih antara beberapa negara. Klaim itu memang meningkatkan ketegangan geopolitik.
Pemerintah telah mengundang perusahaan-perusahaan minyak dan gas lokal untuk mengerjakan proyek ini. Namun, para ahli mengatakan bahwa kompleksitas dan sensitivitas proyek ini dapat menjadi penghalang utama masuknya investor baru.
Pengembangan Blok Tuna melambat secara signifikan sejak tahun lalu, setelah sanksi-sanksi Barat memaksa perusahaan Inggris Harbour Energy untuk mencari mitra baru. Perusahaan tersebut perlu mencari investor pengganti yang bisa mengambil alih 50 persen hak partisipasi (participating interest/PI) yang sebelumnya dipegang oleh Zarubezhneft Rusia.
Agus Cahyono Adi, juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Rabu 10 Januari, bahwa pemerintah mendorong perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi lokal, seperti Pertamina dan Medco Energi Internasional, untuk mengambil alih proyek ini. Pemerintah tetap berharap bahwa proyek ini akan berjalan sesuai jadwal.
Anak perusahaan Pertamina di sektor hulu, Pertamina Hulu Energi, mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Kamis bahwa mereka tidak berada dalam posisi untuk mengajukan proposal pengambilalihan saham yang tersisa di blok tersebut. Medco, sementara ini tidak segera menanggapi permintaan berkomentar.
Agus kemudian mengakui bahwa blok ini dianggap berisiko tinggi dan mahal karena terletak di daerah lepas pantai yang terpencil. Apalagi, lokasinya sangat dekat dengan titik-titik ketegangan geopolitik. Tetapi, ia juga mengatakan bahwa pemerintah tetap yakin akan ada investor baru untuk proyek ini.
Moshe Rizal, kepala komite investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas), mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa minimnya infrastruktur yang ada ditambah mahalnya biaya transportasi dan operasional membuat Blok Tuna sulit untuk menemukan investor, yang dapat menggantikan Zarubezhneft dalam proyek ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.