TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

RUU Kesehatan dikhawatirkan gerogoti BPJS Kesehatan

Nina A. Loasana (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, March 25, 2023

Share This Article

Change Size

RUU Kesehatan dikhawatirkan gerogoti BPJS Kesehatan An employee serves a customer on July 1, 2020 at the Jakarta branch of the Health Care and Social Security Agency (BPJS Kesehatan). (JP/Dhoni Setiawan)
Read in English

B

eberapa pengamat menyatakan keprihatinan tentang disahkannya RUU Kesehatan yang baru. Omnibus law Kesehatan tersebut dinilai mengganggu otonomi dan kemandirian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pasalnya, dalam RUU tersebut, pemerintah memasukkan badan penyedia jaminan kesehatan nasional tersebut ke dalam lingkup pengawasan Kementerian Kesehatan.

Menurut RUU tersebut, BPJS Kesehatan bertanggung jawab kepada presiden melalui Kementerian Kesehatan. Ini berbeda dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS yang menyatakan bahwa badan tersebut bekerja langsung di bawah kepala negara.

RUU omnibus tentang kesehatan tersebut juga memungkinkan Kementerian Kesehatan memantau kinerja BPJS Kesehatan dan ikut menentukan besaran rupiah yang dikeluarkan untuk klaim penggantian biaya prosedur medis serta obat-obatan.

Selain itu, RUU Kesehatan baru mewajibkan BPJS Kesehatan untuk menjalankan tugas sesuai instruksi Kementerian Kesehatan, selain mengintegrasikan sistem informasinya menjadi satu sistem terpusat, serta menyerahkan laporan keuangannya kepada presiden melalui kementerian.

Kementerian Kesehatan juga berwenang membentuk tim untuk menunjuk anggota dewan direksi dan dewan pengawas badan pemerintah tersebut. Saat ini, kewenangan tersebut ada di tangan presiden.

Pengamat menilai, membiarkan Kementerian Kesehatan mengawasi kinerja BPJS Kesehatan merupakan ancaman bagi independensi perusahaan asuransi negara itu.

Morning Brief

Every Monday, Wednesday and Friday morning.

Delivered straight to your inbox three times weekly, this curated briefing provides a concise overview of the day's most important issues, covering a wide range of topics from politics to culture and society.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

CEO yang juga pendiri Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih, mengatakan bahwa pengaturan baru ini justru akan membuka peluang penipuan asuransi yang lebih luas.

“Kementerian Kesehatan mengoperasikan ratusan rumah sakit di seluruh negeri. Jika salah satunya melakukan kecurangan, misalnya, akan terjadi konflik kepentingan dan BPJS Kesehatan tidak akan bisa dengan mudah mengakhiri kerja sama dengan rumah sakit tersebut,” kata Diah pekan lalu.

Pasal 424 RUU Kesehatan omnibus menyatakan bahwa BPJS Kesehatan harus berkonsultasi pada Menteri Kesehatan jika ingin mengakhiri kerja sama dengan rumah sakit yang diduga melakukan pelanggaran.

Indra Munaswar dari BPJS Watch mengatakan bahwa menempatkan BPJS Kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan adalah bukti ketidakpahaman pada cara kerja operator asuransi.

“Seluruh anggaran BPJS Kesehatan berasal dari iuran yang dibayar oleh pemegang polis. Kita tidak bisa memperlakukan lembaga itu seperti badan usaha milik negara yang dibiayai APBN. BPJS Kesehatan tidak boleh diminta menjalankan tugas dari kementerian karena harus tetap independen,” kata Indra kepada The Jakarta Post, Kamis (23 Maret).

Memperbaiki masalah

Dalam kajian ilmiah RUU tersebut, para pembuat kebijakan berpendapat bahwa mengizinkan Kementerian Kesehatan untuk mengawasi BPJS Kesehatan berarti membuka kemungkinkan peningkatan pendanaan umum. Pada akhirnya, pendanaan yang semakin besar akan memperbaiki kesehatan masyarakat, termasuk bisa mempromosikan gaya hidup sehat, melakukan pencegahan penyakit, dan sosialisasi program deteksi dini penyakit-penyakit tertentu.

“Karena BPJS Kesehatan hanya bertanggung jawab kepada presiden, sulit bagi Kementerian Kesehatan untuk bekerja sama dengan badan tersebut di sisi pendanaan strategis [kesehatan masyarakat] yang dikelola kementerian, misalnya dalam hal pemeriksaan 14 penyakit umum yang mengancam jiwa,” tulis anggota parlemen.

Jika disahkan, RUU Kesehatan omnibus yang memiliki 20 bab dan 478 pasal akan mengubah empat undang-undang serta menghapus sembilan peraturan sekaligus.

RUU tersebut ditentang keras oleh berbagai pihak.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengecam minimnya partisipasi masyarakat dalam perumusan RUU. Jika RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang, maka akan memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah atas sejumlah aspek krusial di bidang kesehatan, termasuk tentang cara dokter dididik, mendapat lisensi, dan ditugaskan di seluruh wilayah Indonesia, di tengah situasi minimnya tenaga dokter dan spesialis saat ini.

Tujuan RUU Kesehatan baru adalah mendukung upaya berkelanjutan Kementerian Kesehatan dalam mereformasi layanan kesehatan nasional. Program yang dijalankan meliputi peningkatan jumlah dokter dan dokter spesialis serta memperbaiki berbagai masalah yang melanda BPJS Kesehatan, seperti layanan berkualitas rendah dan kerugian yang terus-menerus terjadi.

BPJS Kesehatan merugi selama Sembilan tahun sejak dibentuk. Pada 2019, badan pemerintah itu mencatatkan defisit Rp51 triliun (US$3,4 miliar). Namun pada 2020 angka defisitnya mengecil menjadi Rp5,69 triliun.

Catatan anggaran buruk Lembaga tersebut baru mengemuka setelah Presiden Joko “Jokowi” Widodo menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2021 yang menjadi konsekuensi tak langsung dari pandemi. Saat itu, masyarakat memang menghindari datang ke fasilitas kesehatan karena takut tertular COVID-19.

Selama 2021-2022, Ombudsman RI menerima 700 laporan dari masyarakat tentang pelayanan JKN yang buruk. Yang dilaporkan adalah, antara lain, rumah sakit yang menolak merawat pemegang polis JKN, pasien dipulangkan sebelum sembuh total, hingga diskriminasi pelayanan antara pemegang polis JKN dengan pasien yang membayar sendiri.

Awal bulan ini di Subang, Jawa Barat, seorang ibu yang sedang hamil tua berikut bayinya yang belum lahir meninggal dunia setelah rumah sakit milik pemerintah menolak merawatnya. Konon, penolakan bersumber dari polis JKN sang ibu yang bermasalah.

RUU Kesehatan baru menyatakan bahwa BPJS Kesehatan akan membayar klaim asuransi pemegang polis JKN untuk semua perawatan yang diperlukan dalam proses pemulihan mereka tanpa membatasi durasi tinggal mereka di rumah sakit. Kuota untuk penggantian biaya rumah sakit juga ditiadakan.

RUU ini juga menghilangkan sistem tiga kelas JKN. Selama ini, JKN membagi nasabah ke dalam tiga kelas premi sebagai cara untuk menjamin layanan yang adil bagi pemegang polis dan memastikan kesinambungan program.

Pemerintah berkeinginan mewujudkan perlindungan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat pada 2030, sesuai tujuan pembangunan berkelanjutan. Hingga tahun lalu, 90,7 persen dari seluruh penduduk Indonesia atau setara dengan 248,77 juta jiwa telah menjadi pelanggan JKN.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.