TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Tumpas aksi bajak laut di Selat Malaka

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, May 4, 2023

Share This Article

Change Size

Tumpas aksi bajak laut di Selat Malaka Members of the Indonesian Navy's Western Fleet Quick Response Team (back row) pose on Dec. 26, 2016 with suspected pirates they caught in the Strait of Malacca. (Courtesy of Indonesian Navy/File)
Read in English

N

aiknya jumlah kasus pembajakan di Selat Malaka selama tiga bulan terakhir sungguh mengkhawatirkan, terutama karena saat ini masih ada ketegangan di Laut China Selatan yang lokasinya dekat dengan Selat Malaka. Maraknya pembajakan di salah satu jalur laut komersial tersibuk di dunia tersebut bisa memberi alasan bagi kekuatan besar, seperti China dan Amerika Serikat, untuk menempatkan lebih banyak pasukan angkatan laut mereka di sekitar selat. Kehadiran pasukan angkatan laut asing jelas mengancam keamanan regional.

Indonesia sering dianggap sebagai sarang perompak Selat Malaka. Karena itu, pemerintah perlu mengintensifkan kerja sama dengan dua negara tetangga pesisirnya, Malaysia dan Singapura, dalam perang melawan perampokan bersenjata di perairan tersebut.

Selama ini, Jakarta telah melakukan beberapa upaya memberantas para pencoleng. Bukan hal mudah, karena para penjahat itu diduga didukung, jika bukan dilindungi, oleh pihak tak dikenal, termasuk dibela oleh oknum-oknum di lingkungan Angkatan Laut Indonesia. Namun tuduhan terakhir ini memang tak terbukti hingga selama ini selalu disangkal.

Para pemimpin ASEAN kemungkinan akan membahas situasi terkini di Selat Malaka dalam KTT mereka pada 9-11 Mei mendatang di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Mereka sangat menyadari bahwa setiap gangguan keamanan di selat itu akan segera menarik perhatian internasional. Aktivitas di selat tersebut berhubungan dengan masyarakat internasional karena 40 persen komoditas global, terutama minyak dan gas, diangkut melalui perairan sempit itu.

Pertemuan pejabat senior telah diadakan di Singapura pada akhir April lalu. Sedangkan pertemuan menteri akan menyusul diselenggarakan akhir bulan ini. Keduanya membahas kemungkinan melaksanakan operasi keamanan gabungan di selat itu.

Dari Januari hingga Maret tahun ini saja, dilaporkan telah terjadi 25 insiden perampokan bersenjata terhadap kapal-kapal di selat Malaka. Kejahatan naik 9 persen dari tahun ke tahun.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Malacca Strait Council (MSC) pada 26 dan 27 April lalu mengadakan the 3rd  Extraordinary Session of the Implementation Committee Meeting on the Joint Hydrographic Survey of the Strait of Malacca di Singapura. Anggota MSC dari Indonesia, Malaysia, dan Singapura juga mengundang Jepang ke pertemuan tersebut. Pertemuan membahas peningkatan keselamatan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Jepang adalah salah satu negara yang memberikan bantuan teknis kepada MSC terkait perlindungan di selat-selat tersebut.

“Kami mendesak negara-negara pesisir Selat Singapura untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum. Semua insiden terjadi di perairan internal, perairan kepulauan, dan laut teritorial mereka,” kata seorang pejabat maritim dalam pertemuan tersebut, seperti dikutip The Straits Times.

Selat Malaka membentang lebih dari 800 kilometer, menghubungkan pantai barat Semenanjung Melayu dan pantai timur pulau Sumatra di Indonesia. Di ujung tenggaranya, Selat Malaka terhubung dengan Selat Singapura.

Tiga negara pesisir yaitu Malaysia, Indonesia dan Singapura mendapat mandat dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS) di tahun 1982 untuk bertanggung jawab atas keamanan dan administrasi Selat Malaka, termasuk pemeliharaan alat bantu navigasi.

Selat Malaka juga menghubungkan Laut Andaman di Samudera Hindia dengan Laut China Selatan yang merupakan bagian dari Samudera Pasifik.

Setiap ancaman terhadap jalur laut komersial dapat digunakan sebagai dalih oleh negara-negara besar untuk memperluas upaya unjuk kekuatan mereka di jalur yang dibicarakan. Saat ini, persaingan antara kekuatan besar memanas, sebagian akibat klaim kedaulatan China atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan. Klaim China tersebut tumpang tindih dengan klaim empat negara ASEAN lain yaitu Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina.

Negara-negara besar seperti AS, Jepang, Inggris, Prancis, dan Australia juga terus menambah jumlah pasukan militer mereka di Laut China Selatan. Mereka bersikeras bahwa klaim China merupakan pelanggaran aturan dan menjadi ancaman terhadap kebebasan navigasi sehingga harus dijaga.

Mengatasi akar pembajakan maritim, misalnya dengan mengurangi tingkat kemiskinan, adalah kunci. Namun yang lebih penting adalah memastikan keselamatan kapal dan awaknya. Sejarah membuktikan bahwa dukungan penuh dari organisasi internasional telah membantu negara-negara pesisir menekan angka pembajakan laut secara signifikan di masa lalu.

Karena itu, ketiga negara pesisir perlu melanjutkan kerja sama di antara mereka, tentu dengan dukungan internasional. Kegagalan negara sekawasan memerangi kejahatan maritim hanya akan memicu intervensi yang tidak diinginkan dari kekuatan luar lain.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.