TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Batas paket EV Indonesia

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, August 3, 2023

Share This Article

Change Size

Batas paket EV Indonesia An electric car powers up at a charging station belonging to state electricity company PLN. (Antara/Chairul Rohman)
Read in English

S

emangat dan upaya pemerintah untuk menarik perhatian produsen mobil internasional agar berminat terlibat dalam rencana besar Indonesia menjadi pusat kendaraan listrik (electric vehicle atau EV) tidak ada yang kurang. Namun, sejauh ini, ya begitu saja.

Kunjungan para pejabat, bahkan Presiden, ke Amerika Serikat dan China, hingga saat ini tidak membuahkan hasil nyata. Mungkin hanya membuat gigit jari siapa pun yang sudah termakan janji prematur soal kesepakatan yang akan diperoleh.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo melakukan perjalanan ke China akhir bulan lalu untuk pertemuan bilateral dengan mitranya dari China. Tur ke pabrik milik pemain EV terkenal di negara itu, BYD, termasuk di dalam rencana perjalanan.

Menjelang perjalanan Presiden ke China, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, yang merupakan bagian dari delegasi Jokowi, seperti biasa menunjukkan optimisme, dengan mengatakan "BYD telah menyatakan minat untuk berinvestasi di Indonesia."

Seandainya ada hasil dari kunjungan ke China terkait BYD, bisa dipastikan sekarang ini sudah ada beritanya. Karena itu, tak salah jika kita berasumsi bahwa kunjungan ke China tempo hari hanya bagian dari upaya baik, namun berakhir dengan kegagalan menempatkan Indonesia sebagai negara tujuan investasi EV.

Luhut, sementara itu, juga dijadwalkan bertemu Elon Musk dari Tesla pada hari Rabu. Lagi-lagi ia akan mencoba mencari celah agar bisa membawa pulang kesepakatan dari perusahaan EV terkemuka Amerika Serikat itu. Sebelum ini, Luhut sudah terbang ke AS mendampingi Presiden, namun baru berhasil mendapat janji-janji belaka.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Sementara itu, BYD dan Tesla mengumumkan telah berinvestasi dalam skala besar di tempat lain.

Bulan lalu, BYD mengungkapkan bahwa mereka ingin membangun tiga pabrik di Brazil, senilai $620 juta dolar Amerika. Salah satunya adalah pabrik perakitan kendaraan untuk melayani pasar regional. Awal tahun ini, perusahaan yang berbasis di Shenzhen itu juga mulai mengerjakan pabrik baru di pusat industri otomotif Asia, Thailand. BYD juga menunjukkan minat untuk ekspansi ke India dengan membangun pabrik senilai $1 miliar, meskipun masih menghadapi beberapa penolakan.

Tesla juga telah mengumumkan rencana berinvestasi di India dan dilaporkan akan menggelontorkan $5 miliar ke pabrik raksasa di Meksiko. Pada Maret lalu, Tesla mengumumkan telah menambah fasilitas pabrik baterai baru di China.

Memang, BYD dan Tesla adalah produsen EV terbesar dan paling bergengsi. Tapi mereka bukan satu-satunya. Jakarta mungkin perlu mengerahkan lebih banyak upaya membidik berbagai merek mobil lain di seluruh dunia.

Semua investasi, atau setidaknya, rencana investasi yang telah diperoleh Indonesia terkait pemrosesan nikel dan produksi bahan baterai, selalu berujung pada pengembangan seluruh rantai produksi EV di negara ini. Artinya, mencakup pembuatan baterai EV hingga perakitan kendaraan.

Peluang Indonesia untuk menjadi produsen utama di pasar global tak akan terbuka selamanya. Negara-negara yang sekarang sudah berhasil meraih kesepakatan investasi sudah selangkah lebih maju, dan langkahnya besar, karena pabrik-pabrik di negara-negara tersebut akan menarik pemasok untuk membuka toko di sekitarnya.

Apalagi negara-negara tersebut sudah terdepan dalam hal merebut pasar di luar batas negara mereka. Dari 150.000 mobil per tahun yang akan dibuat BYD di Thailand, misalnya, hanya sekitar 10.000 mobil yang rencananya dilepas ke pasar domestik. Sebagian besar produksi BYD di Thailand akan diekspor, termasuk, sudah pasti, ke Indonesia.

Terbang ke seluruh dunia untuk meyakinkan calon investor adalah upaya mulia, tetapi rasanya ada yang kurang dari tawaran yang diajukan Indonesia. Kita punya ekonomi terbesar di Asia Tenggara, pasar kita terus berkembang, ada insentif pembelian kendaraan listrik, dan cadangan nikel kita terbesar di dunia. Bukankah seharusnya semua kelebihan itu membuat para pemain global berebut berinvestasi di sini?

Jangan-jangan ada yang salah dengan daya tarik Indonesia bagi investor asing. Di masa lalu, birokrasi telah disebut-sebut sebagai masalah. Demikian juga soal peraturan tenaga kerja yang kaku, masalah pembebasan lahan, dan kekurangan pekerja terampil, serta kesulitan mendatangkan orang dari luar negeri. UU Cipta Kerja yang disahkan pada akhir 2020 bertujuan mengatasi masalah-masalah tersebut. Namun, bisa saja masih terlalu banyak yang belum terselesaikan. Pemerintah harus pahami ini jika ingin Indonesia menjadi lebih dari sekadar pasar yang isinya konsumen EV impor.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.