TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Garda terdepan negara Selatan

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, September 23, 2023

Share This Article

Change Size

Garda terdepan negara Selatan Foreign Minister Retno LP Marsudi delivers a speech on Sept. 18, 2023, during the Sustainable Development Goals (SDGs) Summit at the United Nations headquarters in New York City, the United States. (Antara/Indonesian Foreign Ministry)
Read in English

D

alam pidato dan pernyataan persnya pada sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN General Assemby atau UNGA) pada 19-26 September di New York, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan kembali keyakinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo bahwa Indonesia telah dan akan selalu bertindak sebagai negara yang tidak konfrontatif, sekaligus yang terbaik di antara negara-negara berkembang, yang sekarang dikenal sebagai negara-negara Selatan atau Global South.

Berbicara pada sesi pleno Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs), Retno mengatakan bahwa tatanan dunia saat ini tidak memberi kesempatan yang setara bagi negara-negara Selatan. Akibatnya, dunia tidak mungkin mencapai SDGs pada 2030.

Seperti dilaporkan The Jakarta Post dari New York, diplomasi Indonesia di UNGA diarahkan untuk memperkuat suara negara-negara Selatan.

Retno berpendapat bahwa negara-negara berkembang adalah pihak yang paling terkena dampak jika ada institusi yang tidak efektif. Negara-negara berkembang juga paling rentan terhadap krisis utang karena adanya janji pendanaan dari negara-negara maju yang tidak terpenuhi.

Tema sentral UNGA tahun ini adalah “Membangun kembali kepercayaan dan menghidupkan kembali solidaritas global: Mempercepat pencapaian Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menuju perdamaian, kemakmuran, kemajuan, dan keberlanjutan untuk semua” (Rebuilding trust and reigniting global solidarity: Accelerating action on the 2030 Agenda and its Sustainable Development Goals towards peace, prosperity, progress and sustainability for all).

Meski penampilannya di podium sidang multilateral paling krusial di dunia itu cukup meyakinkan, Retno sulit mempengaruhi hadirin. Seharusnya, Presiden Jokowi yang hadir sendiri di UNGA agar efeknya maksimal. Kehadiran Presiden di sidang Majelis Umum PBB dan pembicaraan bilateral dengan para pemimpin global sangat penting jika ia ingin memainkan peran sebagai garda depan bagi negara-negara Selatan. Ia toh sudah menyatakan hal itu dalam pidatonya di KTT BRICS di Johannesburg bulan lalu.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Upaya Jokowi agar Indonesia terlibat dalam peran global yang lebih besar bukanlah hal yang mengejutkan. Apalagi setelah Indonesia berhasil memimpin KTT G20 pada tahun 2022 dan mengetuai ASEAN pada tahun ini. Presiden akan punya kesempatan berpidato di UNGA tahun depan, sebulan sebelum meninggalkan jabatannya.

Fokus Presiden terhadap negara-negara berkembang sudah sewajarnya, jika mengingat kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Fokus tersebut juga menunjukkan komitmen Indonesia sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB), pada 1961, yang bertujuan melindungi negara-negara berkembang dari dampak Perang Dingin.

Di tingkat global, Indonesia sering dianggap sebagai saingan India dalam upaya mendapatkan pengakuan universal sebagai negara berkembang yang terbaik. Keduanya merupakan pendukung utama GNB dan ikatan budaya di antara dua negara telah terjalin selama dua milenium.

Dukungan gigih Indonesia terhadap negara-negara Selatan terlihat jelas dengan hadirnya Menlu Retno di KTT Kelompok 77 Negara Berkembang (G77) di Havana, sebelum sidang Majelis Umum PBB. Selama KTT G77, negara-negara berkembang kembali menuntut dibentuknya tatanan dunia baru.

Semangat G77 identik dengan GNB, yang mengedepankan kesetaraan dan mengakhiri dominasi negara-negara Utara.

Meskipun melakukan upaya intensif di beberapa sesi Majelis Umum PBB, negara-negara Selatan hanya mampu mengeluhkan ketidakadilan global, serta mengajukan tuntutan penghapusan hak veto lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB), agar memungkinkan terciptanya tatanan dunia baru.

Negara-negara berkembang bersikeras memperluas keanggotaan permanen DK PBB agar melibatkan negara-negara Selatan. Indonesia telah berulang kali menyatakan minat, sebagai perwakilan negara-negara berkembang. India pun melakukan hal yang sama. Namun, belum ada yang terwujud hingga kini.

Di forum PBB dan di forum lain, Indonesia menjadi pembela kepentingan negara berkembang melalui pendekatan yang moderat dan nonkonfrontatif. Bagaimana pun, permusuhan hanya akan menimbulkan perlawanan. Kerja sama antar negara-negara berkembang harus ditingkatkan, karena mengandalkan kemurahan hati negara kaya juga bukan tindakan efektif.

Hanya waktu yang akan membuktikan apakah komitmen Indonesia untuk memainkan peran memimpin negara-negara Selatan akan membuahkan hasil.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.