TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Keputusan menuju kemunduran

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, October 17, 2023

Share This Article

Change Size

Keputusan menuju kemunduran Constitutional Court Chief Justice Anwar Usman leads a hearing in Jakarta on June 15, 2023 to read out the court’s decision on a petition looking to change the legislative election voting system. The court passed the buck to the legislature to decide on election voting systems. (Antara/Rivan Awal Lingga)
Read in English

Pada akhirnya, hasil yang dicapai sesuai perkiraan banyak orang. Sekali lagi, demokrasi Indonesia sedang diuji.

Di tengah meningkatnya penolakan terhadap kecenderungan politik dinasti, Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Senin memutuskan bahwa siapa pun yang pernah terpilih menjadi kepala daerah dapat mencalonkan diri dalam pemilihan presiden, tanpa memandang usia. Keputusan itu membuka jalan bagi putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Sang putra bisa bergabung dengan calon presiden yang diajukan oelh Partai Gerindra, Prabowo Subianto, pada pemilu tahun depan.

Hanya sedikit orang yang meyakini MK akan memutuskan hal berbeda. Terutama mengingat bahwa Ketua Pengadilan Anwar Usman bisa jadi punya konflik kepentingan. Anwar adalah suami saudara perempuan Presiden. Ia bahkan telah menyampaikan pendapat pribadinya terkait masalah ini, beberapa minggu sebelum memimpin sidang pada hari Senin.

Bulan lalu, dalam kuliah umum di Jawa Tengah, Anwar mengatakan bahwa semua orang harus mencontoh teladan Nabi Muhammad SAW yang menunjuk seorang anak berusia 16 tahun sebagai panglima militernya.

Semakin jelas bahwa dalam beberapa minggu terakhir, terbuka peluang bagi Gibran untuk menjadi kandidat dalam pemilihan wakil presiden tahun depan.

Semua partai politik besar dalam koalisi pemerintahan Presiden Jokowi telah sepakat bahwa Gibran akan menjadi calon wakil presiden yang mempersatukan dukungan partai-partai tersebut.

Bagi para petinggi Partai Gerindra dan Prabowo, Gibran menjadi tiket emas untuk memenangkan pemilu tahun depan dan merupakan tanda persetujuan dari Presiden.

Untuk lebih memastikan kesepakatan tersebut, akhir pekan lalu, jaringan relawan Presiden Jokowi yang dikenal sebagai Projo, menyatakan akan mendukung Prabowo dalam pemilu bulan Februari.

Menyusul keputusan MK, kita harus kibarkan bendera peringatan terkait kejujuran pemilu mendatang. Nampaknya, permainan telah direkayasa untuk memberi kesempatan agar pemain tertentu lebih unggul.  

Harus diperjelas bahwa kita semua mendukung diturunkannya batas usia minimum dalam persyaratan bagi politisi untuk mencalonkan diri. Memang, tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan usia, jenis kelamin, keyakinan atau afiliasi maupun pengalaman politik.

Namun, permasalahan yang ada dalam putusan hari Senin kemarin adalah terkait prinsip kesetaraan. Jika menggunakan prinsip kesetaraan, MK telah mencabut akses kandidat politik lainnya terhadap persaingan yang setara.

Demokrasi bekerja dengan asumsi bahwa semua orang mematuhi aturan main yang sama dan setiap yang terlibat punya akses yang sama terhadap sumber daya yang tersedia.

Putusan MK tidak hanya akan mempertaruhkan kredibilitas pemilu tahun depan, namun juga akan membayang-bayangi kelangsungan demokrasi di Indonesia.

Belajar dari keputusan tersebut, para pemimpin masa depan mungkin tergoda untuk menggunakan proses hukum demi mendapatkan hasil yang menguntungkan mereka. Jika demikian, tidak lama lagi kita akan hidup di bawah otoritarianisme hukum.

Bola kini ada di tangan Presiden Jokowi. Dia masih bisa memulihkan integritas pemilu tahun depan dengan mengabaikan keputusan tersebut dan tidak mengizinkan Gibran untuk  maju sebagai calon wakil presiden dari partai mana pun.

Merupakan hal yang normal bagi presiden yang akan mengakhiri jabatannya seperti Jokowi untuk menunjukkan preferensinya terhadap kandidat yang akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Namun, ia tetap harus bersikap adil dan jujur.

Kita tahu pasti bahwa Presiden Jokowi adalah pemimpin yang selaras dengan aspirasi masyarakat. Kini kita juga tahu bahwa sebagian besar opini masyarakat menentang politik dinasti.

Catatan bagi MK, adalah bahwa MK harus memperhatikan seruan dari salah satu hakimnya, Saldi Isra. Ia mengecam rekan-rekan hakim lainnya karena punya pendapat berbeda (atau dissenting opinion). Ia ungkapkan keprihatinannya yang besar mengenai masa depan MK, jika membiarkan dirinya mengambil keputusan yang diskriminatif dan tidak konsisten. berdasarkan tuntutan politik saat itu.

“Quo vadis Mahkamah Konstitusi?” ujar Saldi dalam sanggahan penutupnya.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.