TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Bantu pengungsi Rohingya yang terlantar

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, December 18, 2023

Share This Article

Change Size

Bantu pengungsi Rohingya yang terlantar Newly arrived Rohingya refugees wait to board trucks to move to a temporary shelter after villagers rejected their relocated camp in Banda Aceh, Aceh, on Dec. 11, 2023. Some of the more than 300 Rohingya refugees who arrived on the western coasts of Indonesia on Dec. 10 were transferred to a temporary shelter during the visit of a United Nations representative. (AFP/Chaideer Mahyuddin)
Read in English

P

emerintah pusat harus membantu masyarakat dan pemerintah Aceh menangani masuknya pengungsi Rohingya yang terus berlanjut. Jika perlu, pemerintah pusat bisa  mengambil alih beban kemanusiaan mereka. Warga Rohingya yang berada dalam situasi sulit, merupakan tetangga kita di Asia Tenggara, telah meninggalkan rumah dan tempat penampungan untuk menghindari pembersihan etnis sistematis di tanah air mereka. Mereka mengungsi, mencari masa depan yang lebih baik.

Tidak ada satu pihak pun yang dapat menyelesaikan penderitaan warga Rohingya dalam waktu dekat. Bahkan PBB pun tidak mampu. Namun, Indonesia selama ini selalu membanggakan semangat kemanusiaan, yang menjadi pilar ideologi bangsa. Karena itu, Indonesia punya tanggung jawab untuk membantu para pengungsi, setidaknya untuk sementara.

Indonesia secara de facto adalah pemimpin ASEAN. Kepemimpinan tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat negara anggota ASEAN yang telah mengalami penganiayaan, diskriminasi, dan marginalisasi di tanah air mereka.

Lebih dari 1,2 juta orang Rohingya telah mengungsi dari Myanmar sejak kekerasan militer terhadap mereka dimulai pada 2017. Sebagian besar dari mereka dibawa ke kamp pengungsi di Bangladesh, yang kini menampung hampir satu juta pengungsi Rohingya.

Kelompok etnis minoritas muslim telah menjadi sasaran tindakan melanggar hak asasi manusia di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Konstitusi di negara itu tidak mengakui penduduk muslim sebagai warga negara. Awalnya, semangat persaudaraan Islam berkontribusi pada penerimaan warga Aceh terhadap kedatangan pengungsi muslim Rohingya.

Sungguh menyedihkan ketika mendengar juru bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal menyatakan bahwa Indonesia tidak punya kewajiban untuk membantu etnis Rohingya. Alasannya, Indonesia bukan negara yang ikut dalam Konvensi Pengungsi 1951 atau Protokol 1967. Dia juga menyalahkan sindikat perdagangan manusia atas kedatangan gelombang pengungsi tersebut.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Meskipun kita tidak punya kewajiban secara hukum, tapi kita tetap punya kewajiban moral. Meskipun benar bahwa pengungsi telah menyusahkan banyak negara, kita tidak bisa diam saja melihat mereka terdampar atau bahkan membiarkan mereka binasa di tengah samudera.

Seharusnya, sebagai negara penandatangan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UN Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS) dan hukum internasional lainnya, Indonesia berkewajiban menyelamatkan orang-orang yang mengalami kesulitan di laut dan membantu mereka ke tempat aman terdekat. Dalam hal ini, pengungsi Rohingya termasuk yang sedang kesulitan di laut.

Pasal 98 UNCLOS tahun 1982, yang mengatur tentang kewajiban memberikan bantuan, menetapkan bahwa setiap negara diwajibkan untuk (a) memberikan bantuan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam keadaan tersesat; (b) melanjutkan secepat mungkin penyelamatan orang-orang yang berada dalam keadaan darurat jika diberitahu mengenai bantuan yang dibutuhkan, sejauh tindakan tersebut adalah bantuan yang wajar.

Indonesia, seperti semua negara pesisir lain, berkewajiban mendorong pembentukan, pengoperasian, dan pemeliharaan layanan pencarian dan penyelamatan yang memadai serta efektif untuk upaya melindungi siapa pun yang ada di laut.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB memperkirakan bahwa pada pertengahan 2023, sekitar 110 juta orang telah terpaksa berpindah tempat di seluruh dunia. Dari angkat tersebut, lebih dari 36,4 juta adalah pengungsi. Mayoritas berasal dari Suriah, Afghanistan, Ukraina, Somalia, Sudan, dan negara tetangga kita, Myanmar.

Selama beberapa minggu terakhir, masyarakat di Aceh telah berupaya menolak kedatangan pengungsi Rohingya dan memaksa mereka kembali ke laut. Masyarakat Aceh melarang pengungsi untuk kembali ke provinsi tersebut. Mereka menuntut pemerintah mengambil alih sepenuhnya tanggung jawab mengurusi pengungsi Rohingya.

Beberapa lembaga internasional pernah memuji Aceh atas kebaikan dan keramahtamahan masyarakatnya terhadap etnis Rohingya. Memang, para pengungsi telah mencapai wilayah pesisir provinsi paling barat di Indonesia ini secara bertahap sejak 2015. Lembaga internasional mengutip tradisi adat maritim setempat sebagai contoh ideal dalam praktik membantu siapa pun saat mengalami masalah di laut.

Namun setelah bertahun-tahun berniat dan bertindak baik, masyarakat lokal dan pemerintah daerah kini menganggap pengungsi adalah beban yang sulit ditangani. Mereka mencatat bahwa beberapa pengungsi telah melakukan kejahatan atau kabur dari kamp pengungsian mereka. Masyarakat Aceh rupanya sudah mencapai batas kesabaran mereka.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo harus segera menginstruksikan otoritas nasional untuk mengambil tanggung jawab penuh dalam membantu masyarakat Rohingya. Atas nama kemanusiaan, kita tidak bisa membuang mereka dan membiarkan mereka tenggelam di laut. Paling tidak, pemerintah dapat memberi perlindungan sementara, seperti yang pernah kita lakukan terhadap pengungsi Vietnam pada 1970an hingga 1990an.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.