TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Kabinet yang terpecah

Desas-desus dan laporan tentang segerombolan menteri yang hendak meninggalkan kabinet bukan hanya sekadar kekacauan kecil dalam pemerintahan yang biasa terjadi di tahun pemilu. Masyarakat berhak mendapatkan yang lebih baik.

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sun, January 28, 2024

Share This Article

Change Size

Kabinet yang terpecah President Joko “Jokowi“ Widodo (center left, foreground) walks hand-in-hand with Vice President Ma'ruf Aminto to their positions on the steps of Merdeka Palace in Jakarta on Oct. 23, 2019, prior to taking a “family photo” with members of the Onward Indonesia Cabinet. (AFP/Adek Berry)
Read in English
Indonesia Decides

Bukanlah sebuah pertanda baik, ketika salah satu menteri yang paling disegani di kabinet, yang oleh banyak orang dianggap sebagai sosok yang mampu mengarahkan perekonomian Indonesia melewati masa-masa paling bergejolak dalam sejarah negara ini, dikabarkan sedang merencanakan pengunduran dirinya.

Lebih buruk lagi jika rumor pengunduran diri tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan politik antara mantan direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund atau IMF) tersebut dengan rekan-rekannya di kabinet. Bahkan, konon didasarkan pada perbedaan arus politik dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo sendiri.

Tentu saja, kita berbicara tentang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang, seperti diberitakan banyak media, sedang dalam proses mundur dari jabatannya.

Spekulasi mengenai kepergian Sri mulai beredar hanya beberapa hari setelah acara debat calon presiden kedua pada 7 Januari lalu. Saat itu calon presiden Prabowo Subianto, ketua Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan, secara tidak sengaja mengungkap keretakan di dalam kabinet.

Dalam debat tersebut, Prabowo mengatakan bahwa ia bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik sebagai menteri, dalam hal memodernisasi persenjataan negara, jika tidak dihambat Sri Mulyani. Menurut klaim Prabowo, Menteri Keuangan telah menghalangi usulannya untuk membeli lebih banyak senjata dari vendor asing.

Dan kemudian ada liputan media mengenai perbedaan kebijakan, jika bukan politik, antara Sri Mulyani dengan Presiden.

Di antaranya, terdapat beberapa tulisan yang membahas kekhawatiran Sri Mulyani atas potensi pelanggaran etika terkait upaya Presiden untuk mencoba mengatur hasil pemilu presiden tahun ini.

Sri Mulyani juga dikabarkan tidak senang dengan rencana pemerintah untuk terus menyalurkan bantuan sosial. Konon, menurut Menteri Keuangan, bansos tidak hanya akan semakin membebani APBN, namun juga rawan politisasi jelang pemilu.

Kementerian Keuangan telah mengeluarkan pernyataan yang membantah rumor pengunduran diri tersebut. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa sang menteri "terus menjalankan tugasnya dalam mengelola keuangan negara".

Dalam keadaan normal, berita mengenai Menteri Keuangan yang berpengaruh hendak keluar dari kabinet seharusnya sudah cukup untuk membuat pasar terpuruk dan investor lari terbirit-birit. Namun, di tahun politik yang diwarnai begitu banyak kejutan, Indonesia tampak tetap tenang dan terus melanjutkan keseharian.

Kabar kemungkinan pengunduran diri Sri Mulyani baru saja mereda ketika awal pekan ini, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan kejutan bahwa ia juga akan segera mengundurkan diri. Mahfud mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama Ganjar Pranowo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sebelumnya, dalam masa kampanye dan selama debat pemilu, Mahfud sempat mengungkap kebohongan pemerintah. Karena itu, keluarnya Mahfud dari kabinet secara umum sudah banyak diprediksi. Tapi tetap saja, hal ini hanya menambah firasat buruk menjelang pemilu tanggal 14 Februari.

Kemudian, PDIP diduga berencana menarik semua menterinya dari kabinet.

Tersebarnya berita itu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah Presiden Jokowi dapat memerintah secara efektif hingga masa jabatan kedua dan terakhirnya usai pada Oktober mendatang. Apalagi saat ini Presiden tampak sibuk menggalang dukungan untuk Prabowo dan pasangannya, sang putra sulung Gibran Rakabuming Raka.

Dengan delapan bulan tersisa bagi pemerintahan Jokowi, pertanyaan apakah pemerintahan Jokowi dapat berjalan secara efektif adalah sebuah pertanyaan yang wajar. Apalagi, dengan begitu banyak perbedaan pendapat di antara para menterinya.

Yang memperparah masalah ini adalah menteri-menteri utama yang masih tersisa di kabinet punya kepentingan besar dalam pemilihan presiden. Kita bisa melihat mereka kemungkinan akan mengambil langkah-langkah, bahkan membuat kebijakan, yang diarahkan untuk menguntungkan salah satu kandidat presiden dan wakil presiden.

Bagaimana jika semua perbincangan mengenai program bantuan sosial, pembangunan infrastruktur, dan inisiatif untuk mempercepat pengolahan mineral untuk ekspor, juga hal-hal lain yang masih memiliki keterkaitan dengan kebijakan pemerintah, sebenarnya adalah akal-akalan politik belaka?

Memang sulit untuk mengatur pemerintahan pada tahun pemilu, namun kita berhak mendapatkan yang lebih baik daripada kabinet yang tercerai-berai.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.