Adalah hal klasik dalam hubungan patron-klien, jika si patron memberi hadiah sebagai imbalan atas layanan politik, komitmen kepatuhan, dan kesetiaan yang ditunjukkan oleh klien.
Meski bukan tata kelola perusahaan yang baik, hubungan patron-klien telah menjadi praktik yang lazim dalam politik Indonesia.
Adalah hal klasik dalam hubungan patron-klien, jika si patron memberi hadiah sebagai imbalan atas layanan politik, komitmen kepatuhan, dan kesetiaan yang ditunjukkan oleh klien.
Pemberian imbalan ini sebagian besar terjadi sekitar waktu pemilihan umum. Biasanya, saat itulah pemegang jabatan atau petahana berharap dipilih ulang. Bisa juga saat pemenang pemilihan, yaitu pemegang jabatan baru, berusaha mengonsolidasikan kekuasaan yang diperoleh dengan susah payah.
Menempatkan seseorang di posisi atau jabatan dalam birokrasi atau kementerian akan membutuhkan kelulusan dari uji kelayakan yang lebih menyeluruh. Karena itu, memberi klien politik satu kedudukan di badan usaha milik negara (BUMN) jadi pilihan paling mudah.
Di sisi lain, bagi individu-individu yang punya koneksi politik, tidak ada pekerjaan yang lebih mudah dibandingkan menduduki kursi komisaris di BUMN. Pasalnya, menjalankan tugas di posisi tersebut menuntut sedikit sekali keterampilan aktual.
Empat orang yang dilantik untuk jabatan komisaris di tiga badan usaha milik negara, minggu lalu, adalah Grace Natalie, Fuad Bawazier, Simon Aloysius Mantiri, dan Siti Nurizka Puteri Jaya. Mereka bisa saja punya, atau bisa juga tidak, keterampilan dan pengetahuan dalam bisnis pertambangan atau industri pupuk. Padahal, penugasan mereka adalah ke perusahaan-perusahaan besar seperti entitas induk pertambangan Mind.id, perusahaan minyak milik negara PT.Pertamina atau perusahaan pupuk PT. Pupuk Sriwidjaja.
Namun, tidak diragukan lagi, pengangkatan mereka sebagai komisaris di perusahaan-perusahaan ini banyak berkaitan dengan posisi politik mereka. Faktanya mereka adalah politisi dari partai politik yang bertanggung jawab atas jalannya pemilihan presiden, yang berujung terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden.
Grace adalah wakil ketua dewan pengawas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus sekutu dekat Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ia telah menjadi penghubung di antara Presiden yang akan selesai masa jabatannya dengan presiden terpilih.
Sementara itu, Fuad, Simon, dan Putri Nurizka adalah politisi senior dari Partai Gerindra, partai politik Prabowo.
Bisa saja ini jadi kasus pemenang pemilu bagi-bagi kekuasaan yang paling kentara, jika nama Grace tidak ada di daftar tersebut.
Apa pun, pemberian jabatan bergengsi kepada orang-orang dari kubu Prabowo harus dilihat sebagai upaya Presiden yang akan lengser untuk menarik hati penggantinya.
Bukan rahasia lagi bahwa Presiden Jokowi ingin terus memegang peran kunci di kancah politik Indonesia, setelah masa jabatannya berakhir pada 20 Oktober mendatang. Selama dua tahun terakhir, ia tampak melakukan berbagai upaya agar tujuannya tercapai.
Ia dilaporkan telah membuat kesepakatan dengan presiden terpilih terkait beberapa nama yang akan bertugas sebagai menteri di kabinet Prabowo.
Dan sekarang setelah ia berhasil mengangkat putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, ada kemungkinan ia akan mengambil kesempatan lain lagi, terutama di ajang pemilihan kepala daerah pada November yang akan datang.
Sekarang, telah ada pembicaraan tentang pencalonan putra keduanya, Kaesang Pangarep, sebagai wakil gubernur dalam pemilihan gubernur Jakarta. Ada pula rencana untuk mendukung politisi lain dalam pemilihan kepala daerah di tempat lain. Misalnya, sang menantu laki-laki, Bobby Nasution, akan maju sebagai kandidat gubernur Sumatera Utara. Sedangkan Jenderal Polisi Ahmad Luthfi akan mencalonkan diri sebagai gubernur Jawa Tengah.
Dengan semua rencana besar ini, sangat sulit untuk tidak memasukkan nama Prabowo atau Partai Gerindra dalam bagian dari taktik. Terutama karena sekarang hubungan Presiden Jokowi tidak lagi harmonis dengan partai politik yang dulu mengusungnya.
Hubungan patron-klien telah menjadi ciri khas politik Indonesia selama beberapa dekade. Presiden Jokowi telah membawanya ke tingkat baru, yang semakin canggih. Langkah yang dia ambil, termasuk menyusun peraturan baru yang mengizinkan organisasi keagamaan menjalankan operasional bisnis pertambangan.
Namun, cara lama masih tetap ada, yaitu bagi-bagi kursi basah di BUMN.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.