Kekhawatiran terhadap keberlanjutan fiskal milik pemerintahan baru telah membebani nilai tukar rupiah selama sebulan terakhir.
ampaknya, krisis keuangan Asia pada 1997-1998 lagi-lagi menghantui Indonesia, seiring dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah ke titik terendah, menjadi yang terbawah dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa hari terakhir, mata uang kita menembus angka Rp16.500 per dolar Amerika Serikat, sebelum bertahan sedikit di bawah level tersebut.
Nilai tukar rupiah pernah sangat mendekati rekor terendah Rp16.640 per dolar saat puncak pandemi COVID-19, pada 2020.
Diperlukan tindakan berdasarkan prinsip kehati-hatian, baik dari pemerintah maupun Bank Indonesia (BI), untuk menavigasi nilai tukar mata uang di masa yang penuh ketidakpastian ini.
Kabar dari Federal Reserve AS adalah bahwa mungkin akan terjadi satu kali penurunan suku bunga pada akhir tahun ini, jika ekonomi mereka berjalan sesuai harapan yang diramalkan. Pasar mengantisipasi akan terjadi dua kali penurunan suku bunga, tapi sepertinya hanya satu yang terealisasi.
Meningkatnya ketegangan geopolitik juga menambah kekhawatiran. Tampaknya konflik Timur Tengah akan semakin berlarut-larut. Israel terlihat semakin berniat berperang habis-habisan dengan Hizbullah, sehingga memperburuk konflik dengan Hamas yang telah berlangsung selama delapan bulan.
Beragam peristiwa tersebut menempatkan BI pada posisi sulit, terkait kebijakan moneternya. Namun, bank sentral telah memilih untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada level saat ini, meskipun ada ekspektasi kenaikan. Memang benar, beberapa analis telah menafsirkan keputusan yang diambil pada Kamis lalu sebagai penundaan dari kenaikan yang sudah diantisipasi, dan bukan sebuah keputusan definitif untuk tidak menaikkan suku bunga.
Namun, BI mungkin telah melakukan hal yang benar. Bagaimana pun, BI harus tetap berhati-hati menjaga “amunisi” yang dimilikinya, terutama setelah kenaikan suku bunga pada April lalu.
Benar bahwa cadangan devisa negara sempat terpukul, turun hampir 7 persen year-to-date (ytd) menjadi $136,2 miliar dolar Amerika pada April. Namun, kenaikan terakhir di bulan yang sama membantu mengerek devisa hingga naik menjadi $139 miliar di bulan Mei.
Selain itu, para analis memperkirakan bahwa The Fed akan melakukan pemotongan suku bunga dalam waktu dekat. Banyak pihak yang menyoroti risiko resesi di AS, serta data penurunan inflasi selama beberapa bulan terakhir. Keduanya akan memberi kesempatan kepada The Fed untuk mulai menurunkan suku bunga di awal September.
Sangat mudah menyalahkan faktor eksternal, tetapi kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa, di dalam negeri, elit kita telah menimbulkan masalah bagi diri mereka sendiri.
Kekhawatiran terhadap keberlanjutan fiskal milik pemerintahan baru telah membebani nilai tukar rupiah selama sebulan terakhir. Presiden terpilih Prabowo Subianto tampaknya akan menaikkan rasio utang terhadap PDB, serta menambah defisit anggaran untuk mewujudkan janji kampanyenya. Dalam daftar janji itu, termasuk rencananya memberi makan siang gratis kepada jutaan anak sekolah.
Para analis, termasuk dari lembaga pemeringkat kredit, mempertanyakan cara yang akan ditempuh pemerintah yang akan datang, agar dapat meningkatkan pendapatannya dalam waktu singkat untuk membiayai semua janji kampanye tersebut.
BI dapat menjaga prinsip kehati-hatiannya untuk membantu meredakan kekhawatiran investor menjelang transisi pemerintahan. Namun, hanya itu langkah yang bisa ditempuh BI, karena politik sudah berada di luar kendalinya.
Pemerintah, termasuk pemerintahan yang baru nantinya, perlu menunjukkan bahwa mereka dapat berpegang pada kebijakan anggaran yang masuk akal. Mereka juga harus membuktikan bahwa tidak ada masalah dalam keberlanjutan fiskal.
Jika ada penjelasan yang memadai, pasar akan mendapatkan keuntungan dan masyarakat akan diyakinkan. Diperlukan lebih dari sekadar pengumuman, pertemuan media, dan beberapa kontra-narasi untuk menangkis desas-desus.
Mengatakan bahwa “semuanya akan baik-baik saja” atau “tidak ada yang perlu dikhawatirkan” masih kurang kuat untuk menenangkan masyarakat atau pasar. Investor ingin tahu bahwa pemerintahan baru akan tetap menjalankan rencananya selama masa jabatan berlangsung.
Pemerintah dan bank sentral telah berhasil dengan baik menavigasi negara ini melalui krisis dan ketidakpastian dalam beberapa tahun terakhir, dibuktikan dengan inflasi yang terkendali. Kali ini, mereka harus mengulang lagi langkah yang dilakukan untuk meraih sukses tersebut.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.