Sangat mengecewakan bahwa meskipun krisis semakin memburuk, negara-negara Arab dan Organisasi Negara-negara Islam (OKI) memilih bungkam dan mengabaikan tragedi mengerikan yang terjadi di Gaza dan Lebanon.
Hanya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang tahu kapan teror dan tindakan genosida terhadap orang-orang di Gaza, Tepi Barat, serta Lebanon akan berakhir. Dia tidak peduli seruan dunia untuk melakukan gencatan senjata atas operasi militer yang telah membuat jutaan orang di Palestina dan Lebanon mengungsi.
Dunia tidak berdaya, bahkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga tidak mampu mengatasi. Lebih buruk lagi, DPR dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden tampaknya membiarkan Netanyahu melanjutkan kebiadabannya.
Liputan berita tentang perang di Gaza dan Lebanon didominasi organisasi media Barat yang pro-Israel. Sudah sering terjadi, jurnalis yang menyampaikan perspektif berbeda tentang konflik tersebut kemudian dilecehkan atau bahkan dipecat.
Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Force atau IDF) juga secara sengaja menyerang menara pengawas Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UN Interim Force in Lebanon atau UNIFIL) dan fasilitas lainnya di Naqura. Mereka juga merusak gerbang utama UNIFIL di Ramyah. Setidaknya 20 pasukan penjaga perdamaian terluka, termasuk tiga tentara Indonesia.
Indonesia mengutuk serangan tersebut, sekaligus memperingatkan IDF bahwa setiap serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian dianggap sebagai "pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional". Namun, apakah Israel peduli?
Setelah lebih dari setahun sejak serangan dan penculikan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023, belum ada tanda-tanda konflik akan berakhir. Bahkan sebaliknya, Israel terus menggenjot mesin perangnya dengan lebih agresif.
Sangat mengecewakan bahwa meskipun krisis semakin memburuk, negara-negara Arab dan Organisasi Negara-negara Islam (OKI) memilih diam. Mereka seperti mengabaikan tragedi mengerikan yang terjadi di Gaza dan Lebanon. Belum banyak yang mereka lakukan untuk mengembalikan perdamaian ke wilayah tersebut.
Bahwa negara-negara Arab hanya sedikit bertindak, sangat berlawanan dengan isi kecaman tertulis yang mereka sampaikan selama Sidang Umum PBB di New York bulan lalu. Dalam pernyataan tertulis, mereka menyatakan keprihatinan mendalam atas kejahatan Israel yang terus berlanjut, pendudukan ilegal yang makin kuat, serta agresi berskala brutal yang makin besar terhadap Palestina. Yang mereka kecam termasuk kejahatan genosida, teror di wilayah pemukiman, eksekusi di lapangan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan, penghilangan paksa, kelaparan, blokade, dan pengusiran warga negara secara paksa.
Mereka juga meminta Dewan Keamanan untuk bertanggung jawab memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dengan melaksanakan resolusi-resolusinya yang relevan. Resolusi dimaksud termasuk Resolusi 2735, yang memberlakukan gencatan senjata segera, menyeluruh, dan berkelanjutan di Jalur Gaza. Itu saja yang mereka tuntut.
Sebenarnya, mereka bisa melakukan lebih dari sekadar mengeluarkan kecaman tertulis. Bagi sebagian besar mereka, Iran, sponsor utama dan pemasok senjata Hamas dan Hizbullah, terlihat jauh lebih berbahaya dan menakutkan jika dibandingkan dengan Israel.
Serangan rudal Iran terhadap Israel awal bulan ini telah menimbulkan kekhawatiran akan adanya pembalasan dari Israel. JIka terjadi, hal itu dapat memperburuk konflik dan memaksa negara-negara besar ikut campur.
Pemerintah garis keras Netanyahu telah mencari pembenaran bahwa perang tersebut merupakan respons terhadap tindakan biadab Hamas, yang telah menyandera ratusan orang Israel setelah serangan 7 Oktober 2023. Namun, pembunuhan massal lebih dari 40.000 orang Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan jutaan orang lainnya yang mengungsi membuktikan niat Israel untuk melenyapkan Palestina. Meskipun, Israel telah mengklaim mendukung solusi dua negara.
Mantan perdana menteri Ehud Barak mengunggah ulang video yang menyamakan Netanyahu dengan Hitler. Sementara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga membandingkan Netanyahu dengan Adolf Hitler, yang berada di balik pembunuhan 6 juta orang Yahudi selama Perang Dunia II. Saat itulah pemerintah Israel murka.
Hanya masalah waktu sebelum dunia harus membayar mahal karena gagal menghentikan kejahatan perang yang dilakukan Netanyahu. Seperti yang terjadi di masa lalu, kelompok teroris akan menyebarkan ketakutan, membunuh orang-orang tak berdosa dalam serangan acak, dan menyebutnya sebagai respons atas apa yang mereka sebut ketidakadilan dan penindasan terhadap dunia muslim.
Semakin cepat Dewan Keamanan PBB, OKI, dan dunia menemukan solusi atas konflik berkepanjangan di Gaza serta Lebanon, semakin banyak nyawa yang akan diselamatkan. Demikian pula sebaliknya, semakin lama solusi terjadi, akan makin banyak nyawa melayang.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.