TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Pariwisata sebagai alat persuasi internasional 

Kuantitas jadi satu hal dalam pariwisata. Sedang masalah kualitas adalah hal lain. Indonesia, perlu punya semacam konsensus terkait tentang jenis pariwisata yang diinginkan.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, October 18, 2024 Published on Oct. 17, 2024 Published on 2024-10-17T17:58:54+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Pariwisata sebagai alat persuasi internasional A remote lagoon, surrounded by limestone islands, protects a vibrant and diverse coral reef in Raja Ampat, West Papua. (Shutterstock/Ethan Daniels)
Read in English

Jelas ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencana ketika industri pariwisata kita belum sepenuhnya pulih dari pandemi virus corona.

Perekonomian lainnya telah pulih dengan cepat. Bahkan, saat ini menghasilkan lebih banyak dari yang diraih pada 2019. Tapi angka yang tercantum untuk sektor pariwisata, industri yang sangat penting bagi Indonesia, justru tampak lebih buruk jika dibandingkan dengan lima tahun lalu.

Memang, COVID-19 menghantam industri perjalanan lebih keras jika dibandingkan goncangan yang dialami bisnis lainnya. Tetapi di sebagian besar negara-negara di dunia, sektor pariwisata telah bangkit kembali, sebagian besar berkat fenomena "perjalanan balas dendam" yang dilakukan wisatawan.

Tidak demikian halnya di Indonesia. Tahun ini, dari Januari hingga Agustus, tercatat lebih dari 9 juta wisatawan asing mengunjungi bumi pertiwi. Bandingkan dengan data dalam delapan bulan yang sama di 2019, jumlahnya lebih dari 10 juta, bahkan mendekati 11 juta.

Semakin terasa mengecewakan adalah fakta bahwa penurunan nilai tukar rupiah selama beberapa tahun terakhir tidak membuat Indonesia menjadi lebih kompetitif sebagai destinasi wisata. Padahal seharusnya hal itu berhubungan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara, sangat penting bagi perekonomian nasional dalam beberapa sisi.

Pertama, pariwisata pada umumnya merupakan industri padat karya. Industri pariwisata memberikan peluang besar sebagai penyedia lapangan kerja bagi penduduk Indonesia yang relatif muda usia dan jumlahnya terus bertambah.

Banyak pekerjaan di industri ini, seperti di hotel atau di restoran, tidak memerlukan gelar sarjana atau pengalaman khusus. Pekerjaan tersebut juga relatif tak tergoyahkan di masa depan, karena aktivitas sektor jasa semacam yang dikerjakan di industri pariwisata tidak mudah tergantikan oleh mesin, setidaknya dalam waktu dekat.

Kedua, banyak potensi mengembangkan pariwisata Indonesia terletak di daerah yang relatif belum terlalu maju seperti Nusa Tenggara, Papua, atau Sulawesi. Industri perjalanan merupakan cara yang bagus untuk meratakan aktivitas ekonomi ke seluruh negeri, dan tidak seperti selama ini yang sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Ketiga, pariwisata, setidaknya dalam hal wisatawan mancanegara yang datang ke negara ini untuk berlibur, pada dasarnya merupakan industri ekspor. Artinya, layanannya dinikmati oleh orang asing yang tinggal di luar negeri.

Dengan demikian, industri pariwisata, seperti halnya ekspor alas kaki, misalnya, mendatangkan devisa bagi negara. Hal itu sangat baik bagi stabilitas keuangan Indonesia.

Namun demikian, kita tidak boleh terobsesi dengan angka. Selain mendatangkan keuntungan, terlalu banyak wisatawan juga bisa memicu masalah.

Tahun ini, penduduk setempat di daerah tujuan wisata populer di Spanyol, Yunani, Jepang, dan beberapa tempat lain bereaksi keras terhadap rekor jumlah pengunjung asing karena berbagai alasan. Salah satunya, adalah melambungnya harga properti, menjadi sangat tinggi, di tempat-tempat populer seperti Kepulauan Canary.

Kuantitas adalah satu hal dalam pariwisata, sedangkan kualitas adalah hal lain. Indonesia, seperti negara mana pun, perlu memiliki semacam kesepakatan tentang jenis pariwisata yang diinginkan.

Pejabat pemerintah, khususnya di Bali, sering berbicara soal perlunya menarik "wisatawan berkualitas tinggi" sambil menjauhkan para turis pembuat onar. Hal itu merupakan respons atas beberapa tekanan dari masyarakat terkait adanya turis di Bali yang ugal-ugalan. 

Kita semua dapat membayangkan seperti apa rupa turis sumber keributan, dan terlepas dari apa yang dikatakan sebagian orang, turis nakal bukanlah sekadar peselancar yang mengendarai sepeda motor di wilayah Kuta tanpa helm. Banyak orang Bali melakukan hal yang sama. 

Jadi, apa yang dimaksud dengan "wisatawan berkualitas tinggi"? Akan salah kaprah jika mendefinisikannya dengan sekadar kemampuan belanja yang besar..

Seorang pelancong hemat, alias backpacker, yang tinggal di penginapan rumahan, dan makan di warung pinggir jalan, seharusnya disambut sama hangatnya dengan keluarga kaya yang tetirah di hotel bintang lima. Bahkan jika si keluarga kaya memesan tur mengejar lumba-lumba menggunakan mobil dan sopir termahal di antara harga yang ditawarkan, bukan berarti dia harus lebih diperhatikan ketimbang si turis irit.

Mungkin backpacker tersebut ingin menjelajahi seluruh negeri untuk mempelajari budaya dan sejarah Indonesia. Motivasi dan keterlibatan dengan masyarakat seperti itu dengan negara ini merupakan pariwisata yang baik, dan hal itu menjadikan si wisatawan sebagai pelancong "berkualitas tinggi". Meskipun, ia mungkin tidak mendatangkan banyak uang ke negeri kita, berbeda halnya dengan para pebisnis kaya atau anggota delegasi diplomatik yang menghadiri konferensi global di sini.

Pariwisata juga merupakan kesempatan bagi suatu negara untuk menampilkan dirinya kepada dunia dengan cara yang tidak dapat dilakukan melalui media lain apa pun. Bergantung pada pengalaman mereka, wisatawan diharapkan akan meninggalkan Indonesia dengan kesan baik terhadap negara dan masyarakat di sini. Dalam jangka panjang, hal seperti itu lebih berharga ketimbang uang tunai.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.