Donald Trump memainkan ancaman di bidang ekonomi untuk memenangkan masa jabatan keduanya. Sekarang jelas bahwa ia bermaksud melakukan hal yang sama pada dunia.
Hanya beberapa bulan sebelum pelantikannya, Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan mengenakan pajak tinggi pada tiga mitra dagang terbesar AS, yaitu Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Pajak tinggi tersebut ditujukan untuk melaksanakan agenda ekonomi yang sesuai janji kampanyenya, yaitu "mengutamakan Amerika".
Kecil kemungkinan Trump akan menunda pelaksanaan rencana pemberlakuan pajak tinggi, ia dipastikan langsung mengenakannta begitu menjabat. Bagaimanapun, pajak tinggi bukan hal baru dalam pemerintahannya. Di masa jabatan pertamanya, Trump telah mendapatkan reputasi buruk akibat menciptakan ekonomi global yang terpecah belah melalui slogan-slogannya tentang Amerika yang mementingkan diri sendiri.
Menurut lembaga riset The Brookings Institution, Trump menaikkan tarif berbagai barang impor dari Tiongkok, mulai dari panel surya hingga mesin cuci, yang mengakibatkan adanya total tarif sebesar $79 miliar dolar Amerika pada 2019. AS, secara negatif, langsung terkenal sebagai mitra dalam perjanjian perdagangan. Kenaikan tarif impor juga memaksa perusahaan dan konsumen AS untuk membayar bagian terbesar dari tarif tersebut.
Kali ini, Trump mungkin mendapati bahwa dunia lebih siap menghadapi kebijakan perdagangan agresifnya. Ekonomi global, yang telah bertahan dari pandemi COVID-19, melewati perang, dan menghadapi tekanan akibat persaingan AS-Tiongkok, telah menjadi sangat terpolarisasi. Masing-masing negara semakin fokus pada kemandirian mereka sendiri.
Lihat saja buktinya pada perselisihan yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan Apple, baru-baru ini. Pemerintah telah melarang penjualan iPhone 16 dengan alasan bahwa raksasa teknologi AS itu tidak mematuhi aturan terkait konten lokal, atau TKDN (tingkat komponen dalam negeri), dan enggan membangun fasilitas produksi di Indonesia. Padahal, fakta menunjukkan bahwa Indonesia, yang memiliki populasi terbesar di Asia Tenggara, merupakan salah satu pasar utama produk Apple.
Pemerintah juga menolak tawaran Apple untuk berinvestasi US$100 juta guna membangun fasilitas produksi. Alasannya, jumlah investasi tersebut masih belum memenuhi "asas keadilan". Pasalnya, ada investasi Apple yang lebih besar di negara-negara lain di Asia Tenggara, padahal pasar mereka lebih kecil.
Jika aturan perdagangan bebas berfungsi dengan baik, manuver proteksionis Indonesia terhadap Apple tidak akan dapat diterima. Sementara itu, keputusan Apple untuk fokus pada rantai pasokannya di Vietnam, Thailand, dan India sambil mengharapkan penjualan dari pasar besar di Indonesia menjadi hal yang wajar. Tidak ada perusahaan yang boleh dibatasi dalam memperdagangkan barang dan jasanya lintas batas internasional, selama itu menguntungkan konsumen.
Namun, di dunia yang semakin terpolarisasi, yang bahkan pemimpin seperti Trump mendapatkan dukungan rakyat, adanya negara-negara yang bergerak ke arah proteksionisme menjadi hal yang tak terhindarkan. Jika Trump dapat mengutamakan Amerika, tidak ada alasan bagi Presiden Prabowo Subianto atau pemimpin negara lain untuk tidak melakukan hal yang sama bagi negara mereka.
Jika Trump akan menerapkan pajak tinggi untuk mitra dagang terpenting AS, ia harus bersiap menghadapi tindakan balasan dari negara lain.
Namun, dalam jangka panjang, tren proteksionisme tidak akan baik bagi dunia. Proteksionisme menghambat perdagangan internasional dan tidak ada lagi keterkaitan, yang selama ini menjadi landasan perdamaian dan kemakmuran.
Daripada masing-masing mengambil tindakan yang sifatnya sepihak, pemerintah dan pemimpin bisnis harus bernegosiasi dan bekerja sama mencari solusi yang lebih baik atas ketidaksepakatan di antara mereka.
Apple, misalnya, mungkin mengetahui bahwa pemerintah Indonesia memang memberikan pengecualian untuk peraturan TKDN bagi sektor prioritas seperti kendaraan listrik atau energi terbarukan. Pemerintah telah menurunkan persyaratan komponen lokal untuk energi terbarukan. Proyek tenaga surya yang awalnya wajib TKDN 40 persen, saat ini menjadi minimal 25 persen. Sedang tingkat komponen dalam negeri untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah 30 persen.
Untuk mempercepat produksi lokal dan adopsi kendaraan listrik, pemerintah telah melonggarkan peraturan terkait komponen lokal, dan memberi izin produsen kendaraan listrik asing bebas dari persyaratan minimal 40 persen komponen lokal hingga 2026. Syaratnya, mereka setuju untuk membangun pabrik manufaktur mereka di Indonesia.
Masa depan perdagangan global mungkin suram setelah Trump berkuasa. Namun sementara itu, pemerintah dan pihak bisnis harus dapat menilai kebutuhan dan peluang mereka sendiri agar keadaan jadi sedikit lebih baik bagi mereka.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.