TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Menyeriusi nuklir

Mengupayakan nuklir, bisa jadi layak dilakukan saat ini. Bukan sebagai solusi, tapi sebagai pendukung transisi energi. Nuklir bisa jadi sumber energi dasar. 

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, December 13, 2024 Published on Dec. 12, 2024 Published on 2024-12-12T20:01:28+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Menyeriusi nuklir Energy and Mineral Resources Minister Bahlil Lahadalia waves before the Twilight Parade at Pancasila Field, Military Academy, Magelang, Central Java, on Oct. 25, 2024. (Antara Foto/Muhammad Adimaja)
Read in English

 

Tak dapat dipungkiri, pemerintah mulai serius mempertimbangkan energi nuklir sebagai jalan keluar dari dilema terkait pasokan listrik.

Dilema tersebut bersumber pada adanya kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik nasional secara besar-besaran, sekaligus mengurangi jejak karbon dari industri listrik. Dan semua harus dilakukan tanpa membebani anggaran negara atau menggerogoti kantong konsumen.

Energi nuklir di Indonesia beralih dari konsep teoritis menjadi rencana konkret ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, pada awal bulan ini, mengatakan bahwa pemerintah sedang mendorong penggunaan energi nuklir pada 2032.

Dewan Energi Nasional (DEN) sedang dalam proses membentuk sebuah komite yang bertugas melaksanakan rencana tersebut. Sejauh ini, DEN telah memetakan 29 lokasi potensial untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, yang hampir semuanya berada di luar Pulau Jawa.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Rencana awal adalah mendirikan pusat pembangkit listrik berkapasitas 250-500 megawatt. Namun, seorang anggota DEN mengatakan bahwa kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir Indonesia itu dijadwalkan meningkat menjadi 8 gigawatt pada 2040. Kemudian, kapasitasnya dinaikkan lagi menjadi sekitar 50 GW pada 2060. Fasilitas pembangkit Itu akan menjadikan tenaga nuklir sebagai bagian penting dari bauran listrik Indonesia.

Menurut pemerintah, tenaga nuklir diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan PDB 8 persen yang sangat diagung-agungkan Presiden Prabowo Subianto, meski minim penjelasan. Terlepas dari apakah target itu realistis atau tidak, tidak ada keraguan tentang peran energi murah dalam daya saing ekonomi.

Tenaga nuklir merupakan jalan pintas yang menarik, untuk menggantikan masa yang hilang dalam transisi energi kita.

Dengan banyaknya target energi terbarukan yang tidak tercapai selama beberapa tahun terakhir, baik dalam hal investasi maupun kapasitas terpasang, menjadi wajar untuk menyebut bahwa transisi energi kita telah melenceng dari jalurnya.

Hal ini menjadi sangat jelas, ketika menteri energi baru-baru ini menekankan pentingnya batu bara sebagai “salah satu [sumber energi] yang paling kompetitif dan murah.” Dan ia mengatakannya sebagai fakta, bukan sekadar penilaian belaka.  

Sementara itu, perusahaan milik negara PLN belum lama ini bersikeras bahwa penghentian lebih awal pembangkit listrik tenaga batu bara harus dilakukan dengan cara yang “netral biaya”. Pernyataan itu menyiratkan kemungkinan bahwa harus pihak lain, bukan perusahaan atau pemerintah, yang menanggung bengkaknya tagihan akibat berhentinya pembangkit listrik tenaga batu bara. 

Pada saat yang sama, Presiden telah menyebarkan janji nol emisi dan kemakmuran ekonomi di hadapan audiens di seluruh dunia.

Karena itu, tidak mengherankan bahwa pemerintah sekarang berupaya memanfaatkan opsi energi nuklir untuk mengembalikan transisi energi kita ke jalur yang benar. Memang, akhirnya pemerintah mengandalkan sumber daya yang mungkin tidak terbarukan, tetapi setidaknya lebih bersih, jika dibandingkan dengan batu bara.

Toh, negara-negara lain juga melakukannya. Dan mereka tidak menutup-nutupi hal itu. Menurut Badan Energi Internasional, “tenaga nuklir berperan penting dalam jalur global yang aman menuju nol emisi.”

Raksasa teknologi Amerika Serikat Microsoft dan Meta tengah mempertimbangkan tenaga atom untuk memasok platform kecerdasan buatan yang butuh energi besar. 

Selain itu, Indonesia belum menerima dukungan global yang dibutuhkan dan layak untuk transisi energinya. Dan ini sama sekali bukan alasan untuk kegagalan kita.

Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) sejauh ini sama mengecewakannya dengan konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, COP29, yang berlangsung bulan lalu. Keduanya mengungkap bahwa negara-negara maju, yang telah mencemari udara, dengan mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer daripada yang seharusnya, tetap menahan dana kompensasi dan menyerahkan tanggung jawab mengatasi polusi kepada sektor swasta.

Normalnya, hal itu mengharuskan kita kembali ke ide awal dan memikirkan ulang proses transisi energi kita. Bisa jadi kita harus lebih mengandalkan kelayakan komersial sebuah proyek.

Kita belum berupaya maksimal. Sambil menunggu JETP berjalan, pemerintah seharusnya bekerja lebih keras untuk meningkatkan iklim investasi di sektor energi terbarukan. Pemerintah juga harus menyiapkan infrastruktur, termasuk membangun jaringan listrik dan fasilitas penyimpanan.

Terakhir, yang juga penting, dari sisi permintaan listrik, kita telah gagal menambah efisiensi energi. Tidak ada gunanya menyesali masalah yang sudah terjadi. Kita harus melihat ke depan untuk memperbaiki masalah tersebut. Lebih jauh, nuklir mungkin layak diupayakan saat ini, meski bukan sebagai solusi, tetapi sebagai sumber daya dasar untuk mendukung transisi energi kita.  

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.