TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Raup untung dari royalti pertambangan

Selama beberapa dekade, industri pertambangan nasional telah dirundung berbagai masalah seperti korupsi dan inkonsistensi regulasi. Lalu, ada lagi soal mekanisme pembagian keuntungan yang tidak adil dengan pemerintah daerah.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, March 25, 2025 Published on Mar. 24, 2025 Published on 2025-03-24T15:39:10+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Raup untung dari royalti pertambangan Excavators transfer soil to transport trucks at a nickel mine operated by nickel mining company Vale Indonesia in Sorowako, South Solawesi on July 28, 2023. (AFP/Hariandi Hafid)
Read in English

 

Masa sulit menanti perusahaan pertambangan dan pengolahan mineral Indonesia. Pasalnya, pemerintah berencana untuk setidaknya menggandakan royalti bagi 12 produk pertambangan di balik alibi "mendapatkan bagian yang lebih adil" dari sumber daya alam negara ini.

Kenaikan dilakukan karena pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berusaha keras mencari tambahan pendapatan dengan cepat, untuk menutupi anggaran negara yang telah dibebani berbagai program prioritas yang mahal. Program mahal yang dimaksud, misalnya, program makan bergizi gratis dan pengelola dana kekayaan negara Danantara. Belum lagi adanya kenyataan bahwa penerimaan pajak turun lebih dari 30 persen dalam dua bulan pertama tahun ini.

Berdasarkan skema baru tersebut, bijih nikel kemungkinan menghadapi kenaikan royalti hingga 19 persen dari tarif sebelumnya yang hanya 10 persen. Sementara itu, produk nikel akan dikenakan royalti sekitar 7 persen, padahal tarif sebelumnya hanya antara 2 dan 5 persen.

Royalti bijih tembaga yang sebelumnya 5 persen dapat naik menjadi 17 persen, sementara royalti produk tembaga dapat naik menjadi 10 persen, padahal sebelumnya tidak lebih dari 4 persen.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Sedangkan untuk batu bara, peraturan baru tersebut akan mengharuskan perusahaan pertambangan menggunakan harga acuan batu bara Indonesia (HBA) saat membayar royalti. Padahal, HBA ditetapkan lebih tinggi dari patokan biasa.

Kenaikan royalti ditetapkan saat situasi sangat kurang menguntungkan. Industri pertambangan global sudah menghadapi hambatan dari penurunan harga komoditas, kenaikan biaya operasional, dan meningkatnya tekanan untuk menerapkan langkah-langkah mahal guna memastikan adanya praktik berkelanjutan.

Awal tahun ini, pemerintah Indonesia mengharuskan eksportir sumber daya alam untuk menyimpan seluruh penerimaan ekspor (dana hasil eskpor atau DHE) di dalam negeri selama setahun. Hal ini membebani arus kas perusahaan-perusahaan di industri yang terdampak.

Industri lain mengeluhkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang membuat peralatan pertambangan menjadi lebih mahal. Sementara, pada saat yang sama, bahan bakar menjadi lebih mahal karena ada penambahan campuran minyak sawit dalam program wajib biodiesel.

Kebijakan tersebut dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan pada program hilirisasi di Indonesia. Royalti yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya bahan baku untuk industri hilir, membuat produk Indonesia jadi kurang kompetitif di pasar internasional. Dengan demikian, produk Indonesia cenderung tidak masuk rantai pasokan global yang lebih besar.

Bahkan sekarang, beberapa perusahaan pertambangan mempertimbangkan untuk menutup atau mengurangi kapasitas produksi mereka. Sementara itu, perusahaan pertambangan lain telah mempertimbangkan menunda investasi. Di kalangan pabrik pengolahan nikel, hal ini bisa menjadi mimpi buruk bagi perusahaan yang sudah berjuang di tengah kelangkaan bahan baku dan larangan ekspor bijih nikel Filipina yang akan segera terjadi.

Ketika pemerintahan Prabowo berharap menambah pendapatan dari kenaikan royalti tersebut, pemotongan produksi yang direncanakan atau kemungkinan penurunan ekspor dapat membuat langkah pemerintah tidak efektif. Bahkan sebaliknya, menaikkan royalti dapat menjadi kontraproduktif terhadap upaya Presiden untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan industri hilir.

Selama beberapa dekade, industri pertambangan negara ini telah diganggu oleh masalah-masalah seperti korupsi dan ketidakkonsistenan peraturan. Lalu, ada lagi mekanisme pembagian keuntungan yang tidak adil dengan pemerintah daerah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang prioritas pemerintah, mengingat fokusnya hanya terbatas pada peningkatan pendapatan dari sektor pertambangan saja. Sementara itu, reformasi yang diperlukan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola industri ekstraktif telah diabaikan.

Selain itu, pemerintahan Prabowo mengeluarkan kebijakan radikal tetapi tidak memberikan waktu bagi para pelaku bisnis untuk bereaksi. Bahkan tidak ada waktu untuk berbicara dengan para pelanggan asing mereka.

Pemerintah tidak banyak melakukan sosialisasi terkait rencana kenaikan royalti kepada para pemangku kepentingan. Ketika Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkap rencana tersebut di forum publik, mereka hanya memberi waktu 1,5 jam kepada para wakil dari perusahaan pertambangan untuk mempelajari dan mengajukan pertanyaan. 

Menurut laporan media, revisi peraturan pemerintah yang akan membenarkan kenaikan royalti tersebut sudah dalam tahap akhir dan akan segera berlaku. Cara kebijakan tersebut dirancang menunjukkan tren berkelanjutan yang terus-menerus terjadi terkait kebijakan pemerintah yang dikomunikasikan dengan buruk.

Masih ada peluang bagi pemerintah untuk mengubah kebijakan kontroversialnya. Pemerintah dapat menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal jangka pendek dan dampak langsung kebijakan terhadap perekonomian. Bagaimana pun, selama ini, industri yang terdampak telah berkontribusi besar terhadap ekspor dan pertumbuhan produk domestik bruto negara ini.

Meskipun niat pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara patut dipuji, kebijakan tersebut harus dirancang dan dilaksanakan dengan hati-hati untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.