Indonesia masih terus bergulat dengan berbagai masalah terkait intoleransi dan ekstremisme agama.
abu 4 September, Paus Fransiskus mengawali hari kedua kunjungan kepausannya ke Indonesia dengan menemui Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Istana Kepresidenan di Jakarta Pusat. Ia membahas pentingnya memperkuat persatuan bangsa dan hubungan antarumat beragama, untuk memerangi ekstremisme dan intoleransi agama.
Duduk di kursi roda, Paus berusia 87 tahun itu disambut oleh Presiden Jokowi dan sejumlah menterinya di kompleks istana. Kepala negara yang akan pensiun itu juga memperkenalkan sang Kepala Gereja Katolik kepada presiden terpilih Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan saat ini. Prabowo akan dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober.
Setelah upacara singkat di depan gedung, kedua pemimpin itu masuk ke dalam aula Istana. Di lokasi itu, Paus menyampaikan pidato pertamanya dalam tur Asia-Pasifik 12 hari. Hubungan antaragama menjadi tema utama perjalanannya di Indonesia yang multiagama dan multietnis, sejalan dengan semboyan nasional Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Selain ke Indonesia, Paus dijadwalkan berkunjung ke Papua Nugini, Timor-Leste, dan Singapura.
“Keharmonisan dalam keberagaman hanya dapat dicapai [...], ketika setiap kelompok etnis dan aliran agama bertindak dalam semangat persaudaraan, sambil mengejar tujuan mulia untuk melayani kebaikan bersama,” kata Paus di hadapan ratusan politisi dan pemimpin agama di Istana Negara.
Sebagai rumah bagi agama Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, dan Konghucu, berdampingan dengan ratusan aliran kepercayaan adat, Indonesia secara luas dianggap sebagai negara yang toleran.
Namun, negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia ini telah menghadapi tindakan intoleran dan ekstremisme agama dalam beberapa dekade terakhir. Contohnya termasuk tragedy bom Bali yang menjadi perbincangan dunia pada 2022. Kejadian tersebut menewaskan 202 orang.
Kepala negara Vatikan juga menyampaikan keinginannya untuk melihat lebih banyak dialog antaragama di seluruh dunia, demi menghilangkan prasangka dan menumbuhkan rasa saling percaya dan saling hormat di antara berbagai agama. “Sangat penting untuk melawan ekstremisme dan intoleransi, yang melalui distorsi agama berupaya memaksakan pandangan mereka dengan menggunakan tipu daya dan kekerasan”.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.