TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Bayang-bayang kelabu tenaga surya

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, March 13, 2023

Share This Article

Change Size

Bayang-bayang kelabu tenaga surya Wholly utilizing new and renewable energy with a capacity of 100 kilowatt-peak (kWp), the Waduk Muara Nusa Dua floating solar power plant (PLTS) ensured the reliability of the electricity supply for the Group of 20 Summit in Bali in November 2022.
Read in English
G20 Indonesia 2022

Pada KTT G20 di Bali, November tahun lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memamerkan rencana Indonesia untuk mempercepat transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Saat itu, Presiden mengumumkan mekanisme transisi energi baru untuk mencapai target bauran penggunaan energi baru terbarukan (EBT) pada 2030 sebesar 34 persen. Sebuah rencana indah, mengingat penggunaan EBT baru mencapai 11 persen saat ini.

Target penggunaan EBT 2030 cukup ambisius untuk Indonesia. Pasalnya, data dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan bahwa negara ini masih bergantung pada energi berbahan baku fosil, terutama batu bara, sebagai bahan bakar untuk 85 persen pembangkit listriknya. Jelas, bauran EBT membutuhkan penghapusan 8,6 gigawat pembangkit listrik batu bara sekaligus pembangunan 28 gigawatt pembangkit listrik dengan sumber EBT secara bertahap.

Menyadari ketersediaan sumber daya dan pendanaan, Pemerintah paham bahwa penggunaan tenaga surya harus ditingkatkan agar bisa berkontribusi hingga sepertiga dari target penggunaan EBT. Kita berkelimpahan sinar matahari. Biaya pembuatan panel photovoltaics (PV) juga terus turun dan kemungkinan akan semakin rendah seiring meningkatnya permintaan pasar yang akan menurunkan biaya produksi.

Bentuk fisik unit panel surya membuatnya fleksibel dipasang di mana saja. Panel bisa dipasang di atas tanah, dibuat mengapung di air, atau diletakkan di atap. Panel PV bahkan bisa dipasang di atas lahan pertanian tanpa mempengaruhi produktivitas tanahnya. Memang, cara paling mudah memanfaatkan tenaga surya adalah dengan memasang panel surya atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap. Menurut studi IESR pada 2019, PLTS di rumah tinggal menghasilkan antara 195 dan 565 GW. Tenaga lebih besar bisa dihasilkan oleh PLTS yang dipasang di atap pabrik.

Pemerintah juga telah mengubah peraturan dan menawarkan insentif agar pemanfaatan EBT menjadi menarik, terutama untuk menaikkan penggunaan PLTS. Sistem net metering yang dipasang PLN untuk pengguna PLTS telah dinaikkan angkanya, dari 65 persen menjadi 100 persen. Artinya, tagihan listrik menjadi makin ekonomis. Tetapi mengapa pengembangan tenaga surya lewat panel surya di atap di Indonesia sangat lambat? Total, yang bisa dihasilkan pada tahun 2022 hanya sekitar 50 megawatt. Bandingkan dengan Vietnam yang pada tahun 2020 sudah mampu menghasilkan lebih dari 9 gigawatt hanya dari panel surya di atap.

Masalah utama Indonesia terkait pengembangan penggunaan PLTS adalah adanya konflik kepentingan di dalam perusahaan listrik negara yang telah terbelit hutang, yaitu PLN. Percepatan penggunaan PLTU sejak 2014 telah mengakibatkan PLN kelebihan kapasitas listrik di Jawa dan sebagian besar Sumatera. Konsumen yang mengajukan izin instalasi PV juga mengeluhkan keputusan PLN yang membatasi kapasitas instalasi hingga jauh di bawah permintaan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Ini saat Presiden Jokowi bertindak tegas. Tunjukkan bahwa Indonesia serius mencapai target pengunaan sumber EBT yang telah diumumkan pada KTT G20. Harus ada komitmen penuh mengimplementasikan kemitraan yang telah ditandatangani dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) di Bali. JETP dibentuk untuk memobilisasi pendanaan sebesar US$20 miliar dalam menerapkan upaya-upaya dekarbonisasi di Indonesia. Tujuan pendanaan JETP adalah membantu Indonesia beralih dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara.

Jokowi harus menginstruksikan PLN sepenuhnya mematuhi peraturan terbaru tentang instalasi PLTS, dan tidak diam saja menunggu persetujuan DPR atas RUU EBT yang tidak kunjung terealisasi. Harus ada insentif besar untuk pengembangan PV terapung di waduk dan bendungan, jika terdapat masalah terkait tanah untuk lokasi PLTS, terutama di Jawa. Kerja sama untuk pengembangan PLTS bukanlah hal baru, telah dilakukan pada salah satu usaha patungan Indonesia-Singapura di Batam.

Biaya produksi panel PV juga dapat diturunkan secara signifikan jika Presiden melonggarkan persyaratan kandungan lokal terkait produksi panel dalam peraturan investasi untuk investor baru. Kementerian perindustrian menerapkan peraturan bahwa produsen yang mengajukan izin usaha baru harus menggunakan tingkat kandungan dalam negeri sebesar minimal 25 persen. Aturan ini menjadi batu sandungan jika industri dalam negeri belum mampu memproduksi setidaknya 50 persen komponen pembuatan panel PV. Akhinya, perkembangan industri menjadi terhambat karena kurangnya investasi.

Aturan tingkat kandungan dalam negeri yang ketat dan kapasitas industri dalam negeri yang terbatas mengakibatkan biaya produksi panel PV lokal menjadi 30 hingga 40 persen lebih tinggi ketimbang panel PV impor. Saat ini, kemampuan industri solar PV dalam negeri hanya sebatas merakit sel surya, kaca, dan komponen impor saja.

Pada akhirnya, hanya industri manufaktur yang kompetitif yang dapat mengurangi biaya produksi panel PV. Namun, sesuai prinsip supply and demand dalam hukum ekonomi, sebuah industri bisa menjadi kompetitif ketika terdapat pasar yang cukup besar. Pasar itulah yang belum terbentuk dalam hal panel PV untuk PLTS di Indonesia.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.