TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Rombak Bulog, jangan impor beras

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, April 4, 2023

Share This Article

Change Size

Rombak Bulog, jangan impor beras Workers carry rice at Cipinang Market in East Jakarta on March 15, 2021. (JP/Yulianto Catur Nugroho)
Read in English

B

erdasarkan fakta bahwa produksi beras Indonesia terhitung melimpah dalam beberapa tahun terakhir, seharusnya tidak perlu ada impor beras tahun ini. Jika Badan Urusan Logistik (Bulog) kekurangan cadangan agar bisa menjaga harga beras tetap stabil, bisa dipastikan akar masalahnya ada pada birokrasi pemerintah yang terlalu kaku.

Impor hanya dapat dibenarkan jika terjadi defisit pasokan komoditas tertentu, misalnya yang terjadi pada gula dan bawang putih.

Namun, keluar dari aturan baku, pemerintah sekali lagi mengumumkan rencana impor beras. Kali ini, akan masuk 2 juta ton beras, jumlah tertinggi yang pernah diimpor selama 10 tahun masa jabatan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Impor tertinggi sebelumnya dilakukan pada 2017, yaitu 1,8 juta ton.

Pemerintah berdalih bahwa impor yang akan datang diperlukan untuk mengisi cadangan beras pemerintah (CBP) yang semakin menipis. CBP adalah stok khusus milik negara yang dikelola Bulog untuk menjaga kestabilan harga. Saat ini jumlah CBP sudah sangat sedikit.

Memang, permintaan beras biasanya naik selama Ramadan hingga menjelang Idul Fitri. Namun, untuk Indonesia, seharusnya CBP bisa dipenuhi tanpa harus impor.

Menipisnya cadangan beras Bulog disebabkan adanya kenaikan harga beras di tingkat petani, jauh di atas acuan harga pembelian pemerintah (HPP). Pagu harga pemerintah yang rendah, membuat petani enggan menjual hasil produksinya ke Bulog. Akibatnya, Bulog gagal membeli beras sebanyak-banyaknya pada musim panen tahun lalu untuk mengisi CBP.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Petani beras di Jawa Timur dan Jawa Tengah mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa mereka telah lama tidak menjual gabah ke Bulog karena hasil panen mereka dihargai jauh di bawah harga perkiraan. Para petani tersebut mengatakan bahwa harga di tingkat petani berkisar antara Rp5.600 (atau hanya 37 sen AS) dan Rp6.600 per kilogram. Sedangkan HPP terbaru adalah Rp5.000 per kg. HPP Ini sempat direvisi dua kali, dari yang sebelumnya hanya Rp4.000 per kg berdasarkan peraturan tahun 2020.

Para petani menuntut harga jual lebih tinggi bukan karena mereka serakah atau mencari untung besar. Mereka meminta harga terbaik untuk menutupi biaya produksi. Sejak harga BBM melambung, ongkos produksi pun meroket. Harga pupuk pun naik akibat pasokan terbatas.

Kebijakan impor hanya akan membuat petani berisiko tidak memperoleh harga jual yang sepantasnya. HPP terbaru pemerintah sudah memperlihatkan niat baik membantu petani. Sayangnya, langkah tersebut diambil belakangan hingga agak terlambat.

Selama harga tertinggi pemerintah tidak dapat menyamai harga produksi beras di petani, Bulog tidak akan dapat secara efektif mengandalkan hasil petani untuk mengisi kembali cadangan nasionalnya. Bulog tidak akan bisa memaksa petani menjual berasnya dengan harga berapa pun, berbeda dengan di masa Orde Baru.

Seharusnya pemerintah menyadari bahwa akar masalah cadangan beras adalah rencana kerja Bulog yang tidak jelas. Di satu sisi, pemerintah ingin Bulog berperan sebagai pelayanan publik dan menjaga stabilitas harga beras. Namun di sisi lain, institusi tersebut berbentuk entitas komersial.

Sebagai entitas komersial, Bulog baru bisa berperan efektif saat kondisi pasar sesuai dengan parameternya. Misalnya untuk HPP, harus bisa bersaing dengan harga di tingkat petani.

Masalah lain adalah pendanaan. Untuk membeli beras dari petani, Bulog tidak mendapat alokasi dana dari APBN, melainkan mengandalkan perbankan. Padahal pembiayaan perbankan ada beban bunga. Sistem pembiyaan perbankan menjadi Ide buruk untuk pekerjaan yang sangat penting yaitu menjaga stabilitas harga beras. Perlu diingat bahwa beras adalah penyumbang inflasi paling tinggi di Indonesia.

Di masa lalu, para ahli dan pemerintah sudah menyadari perlunya mereformasi Bulog agar bisa menjadi badan negara yang sepenuhnya fokus pada stabilisasi harga. Artinya, operasional Bulog akan didukung penuh oleh dana APBN. Institusi bisa bertugas menjaga stabilitas harga tanpa mengkhawatirkan risiko pembiayaan. Dengan begitu, Bulog bisa menyesuaikan harga dengan luwes saat terjadi perubahan di pasar. Bulog bisa menumpas perantara, pedagang, serta tengkulak yang paling diuntungkan jika tidak ada badan pemerintah.

Sudah saatnya mereformasi Bulog. Ini waktunya memberdayakan Bulog sebagai penjaga cadangan komoditas strategis nasional seperti beras. Reformasi Bulog akan menghapuskan impor bahan pangan.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.