TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Karena manfaatnya, pastik jangan dijual murah

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, May 29, 2023

Share This Article

Change Size

Karena manfaatnya, pastik jangan dijual murah Environmental activists hold placards with plastic waste and bottles during a campaign against climate change to mark Earth Day, in Surabaya on April 17. (AFP/Juni Kriswanto)
Read in English

L

ebih dari 100 negara mengirimkan perwakilannya untuk berkumpul di Paris minggu ini, demi membahas semacam kesepakatan terkait polusi plastik. Delegasi Indonesia dikabarkan akan mencoba menghentikan proposal yang mengusulkan pemangkasan produksi plastik murni. Tindakan itu bisa berdampak buruk bagi reputasi Indonesia.

Beragam ide tentang menangani polusi plastik akan dibahas dalam sesi kedua Komite Negosiasi Antarpemerintah (The Intergovernmental Negotiating Committee atau INC-2), tetapi apa yang disebut Koalisi dengan Ambisi Tinggi (The High Ambition Coalition atau HAC) dari negara-negara yang dipimpin oleh Norwegia dan Rwanda ingin menangani polusi plastik dengan menelusuri asal mula plastik itu sendiri.

Di situs webnya, 54 anggota koalisi menyerukan sedang berupaya untuk membuat “ketentuan yang mengikat dalam bentuk perjanjian untuk menghentikan dan mengurangi produksi dan konsumsi plastik polimer primer agar tercapai tingkat keberlanjutan.”

Kementerian Perindustrian khawatir rencana tersebut akan berdampak pada industri dalam negeri Indonesia. Imbasnya bisa mempengaruhi proyek petrokimia yang saat ini sedang dalam tahap persiapan dan melibatkan investor asing.

Pemerintah mengatakan mendukung upaya untuk melindungi lingkungan tetapi perlu mencari cara agar tetap terjadi pertumbuhan industri untuk "menyeimbangkan antara aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial."

Memang tujuan itu terdengar proporsional. Namun, dapatkah masalah plastik ditangani secara serius jika tidak ada pengurangan atau setidaknya pembatasan atas produksi plastik murni? Perlu diingat bahwa angka produksi plastik dunia sudah membesar dua kali lipat dalam dua dekade pertama abad ini saja.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pada 2019, Organization for Economic Cooperation and Development melaporkan bahwa hanya 9 persen sampah plastik yang berhasil didaur ulang. Hampir 50 persen lainnya berakhir di tempat pembuangan sampah, dan 22 persen teronggok di tempat pembuangan liar, dibakar di lubang terbuka atau bocor mengotori alam. Dalam satu tahun saja, 22 juta ton bahan plastik telah mencemari lingkungan.

Daur ulang dan lainya tentu merupakan masalah pengelolaan sampah. Namun tetap saja tidak realistis untuk berharap upaya pengelolaan sampah bisa mengimbangi serbuan plastik hasil produksi baru secara besar-besaran yang jumlahnya makin banyak, sementara kemampuan daur ulang di seluruh dunia hanya kurang dari sepersepuluh limbah plastiknya. Seandainya dunia bisa mendaur ulang, katakanlah, hingga 50 persen, apakah masih relevan menambah produksi plastik?

Di Indonesia, masalah polusi plastik tampaknya tenggelam tak dibicarakan selama satu atau dua tahun terakhir. Popularitasnya tertutupi fokus diskusi publik pada penghapusan penggunaan batubara secara bertahap dan peralihan ke kendaraan listrik, meskipun sebagian besar listrik masih diproduksi menggunakan batubara.

Sesungguhnya masalah polusi plastik tidak kalah memprihatinkan jika dibandingkan dengan masalah perubahan iklim. Faktanya, keduanya saling berhubungan. Kenyataan bahwa manusia mulai menelan plastik tanpa sengaja mencemaskan banyak orang. Tahun lalu, ditemukan mikroplastik dalam darah dan paru-paru manusia. Sebagian besar peserta penelitian dinyatakan positif ada plastik di tubuhnya.

Di sisi lain, plastik sangat serbaguna. Materialnya ringan dan hemat energi. Banyak hal terwujud berkat plastik. Karakteristik plastik mengurangi jejak karbon dari banyak produk lain, dan komponen industri tiga dimensi (dikenal sebagai 3D printing atau additive manufacturing) juga dapat mengurangi angka pemborosan sumber daya.

Masalahnya harga plastik sangat murah. Biaya produksinya rendah, tetapi biaya kerusakan yang ditimbulkannya sangat besar. Begitu murahnya harga plastik hingga menjadi sangat tidak sepadan dengan manfaat material plastik yang luar biasa. Begitu banyak kegunaan plastik, harganya seharusnya dinaikkan. Semahal apa pun, orang tetap akan membeli plastik karena manfaatnya.

Jika harga plastik murni lebih tinggi, bahan daur ulang akan jadi lebih kompetitif jika dibandingkan dengan material baru, sehingga akan tercipta margin yang lebih menarik bagi yang mengumpulkan dan mendaur ulang sampah plastik.

Harga plastik harus cukup tinggi sehingga pengumpulan dan proses daur ulang tidak melulu tergantung sumbangan dan dukungan sektor publik. Jika harga sampah plastik cukup menarik, akan jadi peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pebisnis swasta.

Dapat dimengerti bahwa pemerintah tidak tertarik memangkas produksi plastik dalam negeri, karena perusahaan asing pasti akan mengisi kebutuhan plastik tersebut. Dampaknya, produsen lokal butuh dukungan untuk mensubstitusi impor.

Indonesia sebetulnya telah berhasil membersihkan sungai dan mencegah sampah plastik hanyut ke laut, tetapi tetap saja negara ini dituduh menjadi salah satu pencemar laut utama. Karena alasan itu, bersikap defensif dalam sebuah forum global tentang sampah plastik bukanlah ide yang baik.

Daripada memblokir proposal, delegasi Indonesia lebih baik tampil dengan solusi. Paling tidak, karena industri hasil laut dan pariwisata kita memang bergantung pada samudera yang bersih dari sampah plastik.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.