TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Pemilu tak adil bukan pemilu demokratis

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, September 16, 2023

Share This Article

Change Size

Pemilu tak adil bukan pemilu demokratis A mother and her children drive past a billboard with 2024 general election promotional material on Aug. 11, 2023, in Cibinong, Bogor regency, West Java. (Antara/Yulius Satria Wijaya)
Read in English
Indonesia Decides

Beberapa bulan belakangan, baliho yang menampilkan pejabat publik dalam busana formal dan seragam partai sedang tersenyum telah menghiasi jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota lain. Padahal ini belum masa pemilihan presiden, wakil presiden, dan anggota badan legislatif baru. Tanpa harus tahu biaya pemasangan iklannya, kita paham bahwa yang bisa membayar iklan hanya mereka yang punya kekuatan finansial dan pengaruh politik.

Pemilu yang adil, untuk jabatan publik, tampak meragukan karena pelanggaran telah merajalela bahkan sebelum pemilihan dimulai. Yang lebih parah lagi, para menteri kabinet yang berkompetisi untuk mendapatkan jabatan publik dalam pemilihan presiden dan anggota legislatif tidak harus mengundurkan diri dari jabatan mereka saat ini.

Awal pekan ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo menegaskan kembali keputusannya untuk membiarkan para menterinya yang akan mencalonkan diri sebagai kandidat pada pemilu bulan Februari mendatang, tetap memegang jabatan mereka. Mereka bisa mengambil cuti saat berkampanye. Kebijakan Presiden ini sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Oktober tahun lalu yang membatalkan satu klausul dalam UU Pemilu 2017. Klausul tersebut mengharuskan menteri yang ikut serta dalam pemilihan presiden untuk mengundurkan diri. MK kini memerintahkan para menteri untuk mengajukan cuti dengan persetujuan Presiden.

Sejumlah menteri kabinet bersiap mencalonkan diri dalam pemilihan presiden, termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang telah menyatakan niatnya maju lagi, untuk ketiga kalinya, sebagai calon presiden.

Prabowo, ketua Partai Gerindra, mengkonsolidasikan dukungannya melalui Koalisi Indonesia Maju, sebuah aliansi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Gelora, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Garuda.

Menteri lainnya, seperti Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga disebut-sebut sebagai calon wakil presiden. Golkar mencalonkan ketua partainya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, sebagai calon presiden. Namun, setelah bergabung dengan koalisi untuk mendukung pencalonan Prabowo sebagai presiden, Golkar masih harus berjuang agar Airlangga terpilih jadi pasangan Prabowo.

Lima menteri dan empat wakil menteri telah didaftarkan sebagai calon anggota legislatif oleh partai politik masing-masing. Nama-nama tersebut, antara lain, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar dari Partai Amanat Nasional. Kemudian Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo dari Golkar, Menteri Hukum dan Menteri Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dari Partai NasDem.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Wakil Menteri Tenaga Kerja Afriansyah Ferry Noor dari PBB, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo dari PDIP, dan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dari Golkar, juga akan maju sebagai calon anggota legislatif.

Jokowi mengatakan bahwa para menteri bisa saja tetap menjabat meski punya ambisi politik, selama mereka tidak menggunakan fasilitas pemerintah untuk berkampanye. Pernyataan tersebut tentu saja merupakan penyederhanaan yang keterlaluan, karena pejabat publik dapat dengan mudah menyamarkan penyalahgunaan fasilitas pemerintah, misalnya dalam perjalanan dinas, seperti yang banyak dilakukan di masa lalu.

Para menteri dan wakil menteri juga dapat mengalokasikan sebagian anggaran negara untuk membeli jam tayang atau slot iklan di media cetak dan media daring guna mempromosikan pencapaian mereka. Itulah upaya untuk memikat hati pemilih sebelum hari pemilu. Atau mereka bisa juga meminta bawahannya untuk membantu berkampanye, dengan promosi sebagai imbalan. Politisi tahu cara memainkan tipu muslihat untuk berkelit dari aturan pemilu.

Sayangnya, Bawaslu tak bisa berbuat banyak untuk menindak maraknya pelanggaran etik yang dilakukan pejabat publik, karena masa kampanye belum mulai. Konflik kepentingan yang nyata semacam itu akan terus berlanjut, dan mungkin tidak bisa dituntut secara hukum, bahkan jika terjadi selama masa kampanye resmi dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

Demi keadilan dan kredibilitas pemilu, para menteri dan wakil menteri harus mengundurkan diri. Mereka tentu melakukannya jika benar-benar berkomitmen pada demokrasi.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.