TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Jebakan utang yang mengintai

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, October 6, 2023

Share This Article

Change Size

Jebakan utang yang mengintai President Joko "Jokowi" Widodo gestures on Sept. 13, 2023, during a trial run of the new Whoosh high-speed railway (HSR) in Jakarta. (AFP/Akbar Nugroho Gumay)
Read in English

S

etelah meresmikan kereta cepat, yang diberi nama Whoosh, pada hari Senin (2 Oktober), Presiden Joko “Jokowi” Widodo berbicara pada wartawan. Saat itulah ia mengisyaratkan niatnya agar konsorsium yang membangun kereta api yang baru diresmikan memperpanjang jalur kereta hingga Surabaya.

Niat Jokowi mungkin bukan ide yang baik. Proyek Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung, bagaimana pun, sudah membebani APBN. Awalnya, proyek dirancang dengan mekanisme business-to-business, tetapi gagal. Perluasan jalur ke Surabaya berisiko memperburuk beban keuangan yang pada akhirnya dapat menjerumuskan negara ke dalam perangkap utang.

Argumen Jokowi bahwa jalur sepanjang 800 kilometer yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya akan mempercepat mobilitas memang betul. Kereta cepat Jakarta-Surabaya akan memangkas waktu tempuh antara dua kota terbesar di Tanah Air dari 10-13 jam menjadi hanya empat jam.

Dalam sambutannya, Presiden mengatakan bahwa studi kelayakan terkait perpanjangan jalur kereta cepat hingga Surabaya akan diterima secara lengkap dalam waktu dua minggu. Keputusan proyek akan bergantung pada studi kelayakan tersebut.

Masuk akal jika PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium pengelola Whoosh, mendapat prioritas dalam tender pembangunan jalur tujuan Surabaya. Fakta bahwa China adalah mitra dagang dan sumber investasi terbesar dan terpenting bagi Indonesia juga harus dipertimbangkan.

Setelah beberapa kali tertunda, akhirnya  Jokowi meresmikan kereta cepat Jakarta Bandung. Dalam acara peluncuran, Presiden dan  Ibu Negara Iriana bersama beberapa menteri kabinet dan tamu, menjajal kereta cepat.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Acaranya meriah dan telah lama ditunggu. Namun, di baliknya, harus diingat bahwa ada kenyataan yang tidak mengenakkan dari proyek kereta cepat andalan yang dijuluki sebagai salah satu warisan Jokowi tersebut.

Kereta api sepanjang 142 km ini awalnya diperkirakan menelan biaya sebesar $6,07 miliar dolar Amerika. Jadwal proyek selesai dalam waktu empat tahun, sejak September 2015. Pada tahun itulah Jokowi memutuskan memberikan proyek tersebut kepada China. Padahal, yang telah menyerahkan studi kelayakan dan skema pembiayaan kereta cepat adalah Jepang.

Pada 2014, Jepang menawarkan untuk menutup 75 persen biaya dalam bentuk pinjaman lunak dan jangka panjang. Menurut perhitungan Jepang, biaya proyek adalah $6,2 miliar. Suku bunganya hanya 0,1 persen dan jangka waktu pinjaman 40 tahun. Pembayaran kembali akan dimulai 11 tahun setelah kereta cepat beroperasi.

Jokowi memilih China karena ia tidak menyukai skema pembiayaan antarpemerintah yang diajukan Jepang. Presiden menyukai sistem antarpebisnis yang ditawarkan China. Namun pada akhirnya, adalah pembayar pajak Indonesia yang harus membayar mahal, demi kebanggaan menjadi negara ASEAN pertama yang mengoperasikan kereta cepat atau high speed railway (HSR).

Proyek ini selesai terlambat empat tahun dari jadwal. Akibatnya, biayanya bengkak hingga lebih dari 20 persen. Karena itu, pemerintah tunduk pada permintaan China untuk memberi jaminan pemerintah atas pinjaman proyek tersebut. Padahal, jaminan pemerintah itulah alasan yang dulu digunakan Jokowi untuk menolak usulan Jepang.

Kini setelah HSR diluncurkan, Jokowi harus memikirkan apa yang salah dengan proyek tersebut. Belajar dari kesalahan Whoosh HSR, terlalu tinggi taruhannya bagi kita untuk merealisasikan perpanjangan jalur kereta cepat. Kecuali ada tim yang ditugaskan untuk mengevaluasi proyek tersebut secara komprehensif. Sebaiknya Presiden menahan diri dan tidak terburu-buru memutuskan memperpanjang HSR ke Surabaya sebelum tim tersebut menyelesaikan tugasnya.

Presiden juga harus menuntut studi kelayakan yang lengkap dan skema pembiayaan yang rinci, serta berkonsultasi tidak hanya dengan para menterinya tetapi juga dengan para ahli, untuk memastikan proyek perpanjangan HSR tidak menjerumuskan Indonesia ke dalam perangkap utang.

Namun, mengingat Presiden Jokowi akan mengakhiri masa jabatan kedua dan terakhirnya sekitar satu tahun lagi, akan lebih bijaksana jika ia membiarkan pemerintahan berikutnya saja yang memutuskan proyek HSR Jakarta-Surabaya.

Di tahun terakhir masa jabatannya, Jokowi harus fokus melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), warisannya yang lain.

Kita tidak bisa mengulangi kesalahan yang dilakukan di Whoosh HSR. Bagaimana pun, seperti kata pepatah, keledai pun tidak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.