TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Persatuan ASEAN di Laut China Selatan

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, December 7, 2023

Share This Article

Change Size

Persatuan ASEAN di Laut China Selatan Aircraft of the Philippine Air Force and the United States Indo-Pacific Command participate in a joint drill on Nov. 21, 2023 in the vicinity of Batanes, an archipelagic province, as well as in an area of the South China Sea within the Philippines’ exclusive economic zone. (Reuters/Philippine Air Force/Handout via Reuters)
Read in English

A

SEAN menganggap semakin intensifnya latihan militer gabungan serta kerja sama antara Filipina, Amerika Serikat, dan sekutu-sekutunya, termasuk Australia, berikut tanggapan keras dari Tiongkok, sebagai urusan dalam negeri Manila.

Perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara bisa jadi di kemudian hari menyesal mengambil sikap santai seperti itu. Bagaimana pun, cepat atau lambat, ketegangan yang meningkat di regional bisa meletus menjadi konflik besar-besaran antara dua negara adikuasa, dan jika ya, itu terjadi di kawasan yang dekat dengan tempat tinggal kita.

Sikap ASEAN menimbulkan kesan menyerahkan tanggung jawab kepada Manila untuk mengkonfrontasi Beijing atas klaim teritorial mereka yang tumpang tindih di Laut China Selatan (LCS). Dengan sikap itu, ASEAN seolah-olah menganggap hal ini hanyalah masalah bilateral di antara mereka. Di sisi lain, Manila tampak tidak merasa ada masalah dengan tidak adanya dukungan ASEAN.

ASEAN tidak punya konsensus terkait kemitraan diplomatik dengan Quad, yang merupakan AS, Jepang, Australia, dan India, maupun dengan pakta militer AUKUS yang terdiri dari Australia, Inggris, dan AS. Dua perjanjian tersebut dirancang untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok yang semakin besar di Asia-Pasifik.

KTT ASEAN serta pertemuan tingkat menteri luar negeri dan menteri pertahanan secara rutin mengangkat isu LCS. Namun kelompok ini cenderung mengambil pendekatan yang tidak terlalu mencolok ketika menyangkut LCS, mungkin karena Tiongkok terlalu kuat untuk dikonfrontasi, dan perekonomian negara-negara anggota ASEAN bergantung padanya.

Yang terjadi, ketegangan terus berlanjut di wilayah maritim yang disengketakan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Bulan lalu, Filipina menjadi tuan rumah latihan militer gabungan di LCS dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, bersama Inggris sebagai pengamat. Seperti biasa, Tiongkok mengeluarkan kecaman keras atas latihan gabungan tersebut, dan menyebutnya sebagai upaya bersama untuk mengacaukan laut lepas. Lebih jauh, Tiongkok berjanji akan membalas tindakan apa pun yang dapat merugikan kepentingan Beijing di wilayah tersebut.

“Bersama-sama, kami mengirimkan pesan yang kuat kepada dunia, terutama kepada mereka yang mungkin berupaya mengganggu perdamaian, bahwa kemitraan kami tidak dapat dipatahkan,” kata Komandan Korps Marinir Filipina Mayjen Arturo Rojas, seperti dikutip Associated Press.

Dalam sebuah pernyataan setelah KTT di Jakarta pada bulan September, para pemimpin ASEAN telah menegaskan kembali posisi mereka terkait LCS. Dalam pernyataan juga disebut bahwa solusi terhadap masalah ini harus didasarkan pada hukum dan norma internasional, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UN Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS). Namun, mereka gagal menyepakati inisiatif bersama untuk menghadapi Tiongkok.

Pada pertemuan tahunan di Jakarta bulan lalu, para menteri pertahanan ASEAN menekankan perlunya menjaga perdamaian di LCS dan menerapkan sikap “menahan diri dalam melakukan kegiatan yang akan memperumit atau meningkatkan perselisihan dan memengaruhi perdamaian dan stabilitas”.

Mereka juga menegaskan kembali komitmen untuk menerapkan Kode Etik di LCS (the Code of Conduct in the South China Sea). Pembuatan kode etik ini merupakan persetujuan antara Tiongkok dan ASEAN pada 2002.

Kita jarang melihat negara-negara anggota ASEAN menunjukkan kesatuan dalam menghadapi Tiongkok. Padahal, empat dari anggota ASEAN, yaitu Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina mengklaim wilayah di LCS yang tumpang tindih dengan klaim Tiongkok.

Sementara itu, Beijing telah menunjukkan preferensi untuk melakukan negosiasi bilateral mengenai klaim tersebut. Negosiasi bilateral merupakan mekanisme yang secara strategis memberikan nilai tambah bagi Tiongkok sekaligus melemahkan ASEAN.

Filipina lebih agresif jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya yang terlibat sengketa. Agresivitas ini bisa jadi karena kedekatan geografisnya dan hubungan sejarah yang sudah berabad-abad dengan Tiongkok. Sementara itu, Vietnam menghindari keterlibatan pihak luar, meski ada pendekatan intensif dari AS.

Meskipun Indonesia bukan termasuk pihak yang mengajukan klaim atas LCS, Jakarta menghadapi ketegangan yang semakin besar dengan Beijing karena Beijing terus mengabaikan UNCLOS. Padahal, perjanjian itulah yang menjamin hak kedaulatan Indonesia atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara. Lokasi ini terletak di ujung selatan LCS. Tiongkok bersikeras bahwa para nelayannya punya hak untuk menangkap ikan di perairan Natuna, yang telah menjadi daerah penangkapan ikan tradisional mereka selama ribuan tahun.

Sejauh ini, Jakarta dan Beijing mampu menyelesaikan perselisihan mereka secara damai.

Mengingat meningkatnya persaingan negara-negara besar di lautan yang kaya sumber daya ini, ASEAN harus mengesampingkan perbedaan kepentingan nasional mereka dan bertindak dalam kesatuan guna melakukan upaya bersama untuk menghadapi Tiongkok dan negara-negara lain.

Persatuan ASEAN adalah suatu keharusan jika ingin meningkatkan daya tawar negara-negara anggota perhimpunan saat menghadapi negara-negara besar.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.