TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Kerjasama keamanan yang lebih erat dengan Jepang

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, December 22, 2023

Share This Article

Change Size

Kerjasama keamanan yang lebih erat dengan Jepang President Joko “Jokowi“ Widodo (left) and Japanese Prime Minister Fumio Kishida shake hands at their Joint Chairpersons' Press Announcement after the ASEAN-Japan Commemorative Summit Meeting in Tokyo on Dec. 17, 2023. (AFP/Eugene Hoshiko/Pool)
Read in English

K

eamanan menjadi faktor yang semakin penting artinya dalam hubungan antara ASEAN dan Jepang. Sebelum ini, hubungan dengan Jepang sebagian besar merupakan hubungan perekonomian dan perdagangan. Lanskap geopolitik yang berubah dengan cepat mengharuskan kerjasama di sektor keamanan, dan para pemimpin ASEAN serta pemerintah Jepang mengakui hal tersebut dalam pertemuan puncak peringatan ke-50 kerjasama mereka di Tokyo, akhir pekan lalu.

Biasanya, pernyataan bersama yang mereka keluarkan tidak mencakup penyebutan masalah besar. Namun, ketika berbicara tentang peningkatan kerja sama keamanan, dan lebih khusus lagi keamanan maritim di kawasan Indo-Pasifik, jelas-jelas yang mereka sasar adalah Tiongkok.

Jepang terlibat sengketa wilayah dengan Tiongkok di Laut China Timur. Beberapa negara ASEAN juga sedang menghadapi sengketa serupa, dengan Tiongkok, di Laut China Selatan. Lebih jauh, Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan penting antara Jepang dengan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.

Jepang dan ASEAN punya banyak hal untuk didiskusikan terkait keamanan, mengingat ketegangan yang meningkat di Laut China Selatan.

Secara realistis, ASEAN tidak boleh terlalu berharap pada perluasan hubungan keamanan dengan Jepang. Banyak negara ASEAN tidak memandang ancaman Tiongkok dengan cara yang sama seperti cara pandang Jepang. ASEAN masih percaya pada diplomasi dan berupaya menekan Beijing untuk menyelesaikan perundingan dan menandatangani kode etik yang mengikat, yang intinya menolak penggunaan kekuatan dalam menyelesaikan sengketa wilayah di Laut China Selatan.

Kita juga menyadari bahwa Pasukan Bela Diri Jepang punya beberapa keterbatasan dalam melakukan kerjasama militer di luar negeri, bahkan setelah adanya penafsiran yang lebih liberal terhadap Pasal 9 Konstitusi Jepang. Dalam hal pertahanan, Jepang secara garis besar masih didikte oleh aliansinya, yaitu Amerika Serikat.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

ASEAN sejauh ini menghindari keharusan memihak dalam kancah persaingan yang semakin meningkat antara AS dan Tiongkok. Beberapa negara ASEAN, sesuai kebijakan negara masing-masing, memang menunjukkan prinsip yang sejalan dengan salah satu dari dua negara adidaya tersebut. Namun, secara kolektif ASEAN harus menjaga netralitasnya, agar tidak kehilangan peran sentralnya di Indo-Pasifik. Apalagi peran sentral ini sudah diakui oleh semua, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang.

Namun demikian, dengan segala keterbatasan ini, terdapat ruang yang luas bagi ASEAN dan Jepang untuk meningkatkan kerja sama keamanan, termasuk di bidang keamanan maritim. Strategi Indo-Pasifik Bebas dan Terbuka (Free and Open Indo-Pacific Strategy) milik Jepang mungkin dirancang dengan tujuan untuk melawan kebangkitan Tiongkok. Namun hal tersebut sejalan dengan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on Indo-Pacific). Keduanya menyatakan bahwa kemakmuran bersama adalah tujuan strategis mereka, dengan menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS).

Tahun ini, Jepang meluncurkan skema kerja sama Bantuan Keamanan Resmi (Official Security Assistance atau OSA), terpisah dari Bantuan Pembangunan Resmi (Official Development Assistance atau ODA) yang sudah berjalan lama. Skala OSA juga lebih kecil, berfokus pada ekonomi dan perdagangan. Hal tersebut mencerminkan kekhawatiran Jepang atas keamanannya dalam lanskap geopolitik yang terus berubah.

Filipina, Malaysia, Bangladesh, dan Fiji merupakan negara-negara penerima dana OSA yang pertama tahun ini. Pada tahun fiskal 2024, Jepang berencana menawarkan sekitar 5 miliar yen ($34,1 juta dolar Amerika) ke Filipina, Vietnam, Indonesia, Papua Nugini, Mongolia, dan Djibouti. Secara khusus, program ini akan menyediakan peralatan pertahanan, seperti sistem komunikasi satelit, peralatan radar dan kapal patroli, serta menyediakan bentuk bantuan lain, misalnya pembangunan pelabuhan untuk keperluan militer-sipil, secara gratis.

Jumlah dana tersebut mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan kebutuhan sebagian besar negara ASEAN dalam meningkatkan kemampuan pertahanan mereka. Namun, dana OSA merupakan isyarat simbolis yang disambut baik oleh ASEAN sebagai bantuan dari sahabat lama dan terpercaya.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.