TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Memupuk kelalaian

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, January 4, 2024

Share This Article

Change Size

Memupuk kelalaian This photo taken on Nov. 2, 2023, shows nighttime construction work on the Core Government Area (KIPP) of the Nusantara Capital City (IKN) project in East Kalimantan. President Joko “Jokowi“ Widodo's administration aims for the KIPP to be completed by Aug. 17, 2024. (Antara/Hafidz Mubarak A)
Read in English

B

ulan lalu, Otoritas Ibu Kota Nusantara (IKN) mengumumkan rencana menawarkan keringanan pajak kepada perusahaan swasta yang bersedia merehabilitasi hutan rusak di sekitar wilayah yang rencananya dijadikan ibu kota. Perusahaan yang berpartisipasi akan dapat mengklaim pengurangan pajak dua kali lipat biaya reboisasi yang mereka keluarkan.

Otoritas IKN berharap tawaran itu dapat menarik minat para penambang yang memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH). Secara hukum, perusahaan tersebut wajib merehabilitasi hutan di luar wilayah konsesi mereka, di bawah skema Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS Rehab). Tawaran IKN akan menarik, khususnya bagi perusahaan yang kesulitan mendapatkan lahan yang cocok untuk digunakan sebagai sarana memenuhi kewajiban reboisasi mereka.

Pihak yang berwenang ingin agar perusahaan-perusahaan tersebut memenuhi tanggung jawab mereka di dekat ibu kota baru, dan bukannya melakukan reboisasi atau memulihkan daerah aliran sungai, atau hutan, di dalam wilayah konsesi mereka sendiri. Pihak berwenang juga terbuka jika ada perusahaan perkebunan yang ingin berpartisipasi dalam inisiatif ini.

Kebijakan ini mungkin tampak sebagai cara kreatif untuk menarik dana demi dapat menghijaukan kembali lahan di sekitar wilayah yang direncanakan menjadi ibu kota. Namun, pada kenyataannya, kebijakan ini mencerminkan pengabaian pemerintah terhadap kewajiban negara untuk meminta pertanggungjawaban pada perusahaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Menurut kelompok advokasi iklim Tuk Indonesia, 78 persen lahan yang diperuntukkan bagi Nusantara telah rusak akibat pertambangan. Laporan lain menunjukkan bahwa sebagian lahan digunakan untuk perkebunan.

Pemerintah harus mengambil tindakan terhadap perusahaan yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Mekanisme pertukaran lokasi penghijauan hanya akan memungkinkan pelanggar untuk menghindar dari tanggung jawabnya. Hal tersebut menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan hidup. Kegagalan untuk menghukum pelanggar akan mendorong perusahaan lain untuk mengikuti contoh yang salah.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Mekanisme ini juga memberikan insentif kepada perusahaan untuk membereskan masalah yang dibuat pihak lain. Seharusnya, merehabilitasi daerah aliran sungai di dekat perbatasan konsesi harus tetap menjadi satu-satunya tugas yang wajib dilakukan perusahaan. Jika kewajiban ini bisa dipertukarkan, degradasi lingkungan akan meningkat, dan hanya sekitar ibu kota baru yang jadi daerah hijau. Pada akhirnya, upaya ini akan bertentangan dengan komitmen pemerintah terhadap prinsip-prinsip lingkungan hidup, keberlanjutan, dan tata kelola global.

Pemerintah ingin menghadirkan Nusantara sebagai model pembangunan Indonesia dan cetak biru bagi para perencana kota di seluruh dunia, tentang cara menyelaraskan gaya hidup modern dengan kelestarian lingkungan. Namun, jika penghijauan di sekitar Nusantara ini diiringi dengan peningkatan degradasi lingkungan di wilayah lain di Indonesia, apakah negara ini benar-benar bisa disebut sebagai pelopor pembangunan berkelanjutan?

Menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan telah terjadi jauh sebelum proyek IKN dimulai hanyalah sebuah alasan payah. Dengan atau tanpa proyek IKN, kerusakan lahan seharusnya tidak dibiarkan terjadi. Kelalaian pemerintah mengurusi sesuatu yang sudah berlangsung lama akan menimbulkan tantangan besar ketika hendak melakukan penerapan konsep “hutan pintar” yang direncanakan. Industri ekstraktif akan terus berkontribusi terhadap degradasi lingkungan jika mereka punya kesempatan menghindar dari tanggung jawab untuk memulihkan dan merehabilitasi kawasan di sekitar konsesi mereka.

Dalam sejarahnya, Indonesia beberapa kali mengabaikan pelanggaran atau menghapuskannya dalam bentuk pertukaran timbal balik. Misalnya dua periode amnesti pajak yang lalu dan kebijakan yang menghapus perambahan hutan di konsesi perkebunan kelapa sawit di masa lalu.

Calon investor harus mempertimbangkan hal ini sebelum berinvestasi pada proyek IKN. Mereka tidak bisa hanya mengandalkan keputusan pemerintah seperti yang tertuang dalam laporan dan peraturan. Karena aturan bisa dengan mudah tunduk pada keinginan pihak yang berkuasa.

Demi reputasi mereka sendiri, investor berhak menuntut pemerintah menyelesaikan pelanggaran masa lalu yang melibatkan lahan yang direncanakan untuk pembangunan Nusantara. Dan masyarakat luas harus mendorong pemerintah agar tetap teguh pada prinsip-prinsip yang dianut.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.