PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) telah memperkirakan bahwa layanan ini akan mengalami defisit sebesar Rp3,15 triliun ($200 juta dolar Amerika) pada tahun operasionalnya yang pertama.
elak, ketika kita merenungkan satu dekade masa pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, kita mungkin akan mengingatnya sebagai sebuah ledakan luar biasa yang berdampak pada infrastruktur negara. Kita bisa analogikan semacam big bang, yang tentu saja terjadi lengkap dengan semua konsekuensi kacau balau dari peristiwa kosmik tersebut.
Perusahaan konstruksi milik negara PT Wijaya Karya dan PT Hutama Karya mengalami kesulitan keuangan karena menanggung beban proyek infrastruktur besar pemerintah. Tanggung jawab mereka termasuk jalan tol dan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Selama ini, perusahaan-perusahaan tersebut mengandalkan suntikan modal negara agar bisa tetap berjalan.
Dan setelah mengalami penundaan selama bertahun-tahun, kereta api berkecepatan tinggi Whoosh yang didukung Tiongkok akhirnya mulai beroperasi pada kuartal terakhir 2023. Bagi banyak orang, Whoosh jadi sesuatu yang patut ditunggu. Kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu, yang menghubungkan Jakarta dan Bandung, telah menjadi favorit di kalangan komuter. Jumlah penumpangnya mencapai angka 1 juta dalam waktu tiga bulan setelah diresmikan. Masyarakat menyambut baik berkurangnya waktu perjalanan antara dua kota besar tersebut. Lazimnya, perjalanan dengan mobil atau kereta api reguler akan memakan waktu hingga tiga jam.
Namun, setelah menikmati kesenangan luar biasa melewati kota dan sawah dalam perjalanan Whoosh selama 45 menit, kita harus membayar biayanya. Kita harus menghadapi kenyataan adanya utang yang akan membebani anggaran negara kita di tahun-tahun mendatang. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium yang bertanggung jawab atas pengoperasian Whoosh, telah memperkirakan bahwa layanan ini akan mengalami defisit sebesar Rp3,15 triliun ($200 juta dolar Amerika) pada tahun operasionalnya yang pertama.
Para analis mengatakan bahwa defisit ini mungkin akan terus berlanjut selama beberapa dekade, dan kemungkinan besar akan berdampak pada badan usaha milik negara (BUMN) yang berada di belakang proyek tersebut. Yang jelas terdampak adalah perusahaan kereta api PT Kereta Api Indonesia (KAI), yang merupakan pemegang saham terbesar di sisi Indonesia, dalam proyek kereta cepat tersebut. Tahun ini, KCIC menargetkan pendapatan sebesar Rp2 triliun, yang lebih dari 95 persennya diproyeksikan berasal dari penjualan tiket. Namun, menurut dokumen keuangan yang dilihat The Jakarta Post, PT KAI harus mengeluarkan dana sebesar Rp3,32 triliun untuk mengoperasikan layanan tersebut dan Rp1,84 triliun lagi untuk membayar bunga pinjaman. PT KAI juga harus memenuhi kewajiban perpajakannya.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan adanya pertumbuhan ekonomi di Jakarta, Bandung, serta kota-kota dan kabupaten-kabupaten di antaranya, terdapat peningkatan permintaan akan transportasi umum yang lebih cepat dan lebih dapat diandalkan. Jelas kita tidak bisa hanya mengandalkan jalan tol yang semakin macet.
Namun, sebelum menyatakan bahwa proyek Whoosh adalah proyek yang sukses atau mempertimbangkan untuk memperluas jangkauan jalurnya, pemerintah harus melihat proyek itu secara jujur. Para analis mengkritik layanan ini karena biayanya terlalu mahal. Publikasi daring The Intrepreter dari Lowy Institute mencatat bahwa harga satuan akhir kereta api Jakarta-Bandung adalah sekitar $52 juta dolar Amerika per kilometer. Angka itu lebih tinggi dibandingkan kereta api berkecepatan tinggi di Tiongkok, yang biayanya antara $17 juta dan $30 juta per kilometer. Di Prancis, kereta cepat menelan biaya $24 juta per kilometer.
Pada tahun-tahun awalnya, Whoosh mungkin mendapatkan keuntungan dari antusiasme masyarakat terhadap layanan baru ini. Namun ketika rasa penasaran orang-orang mulai memudar, operator harus bergantung pada pelanggan setia yang memang memenggunakan kereta cepat karena alasan kepraktisan, dan jumlah orang-orang yang demikian mungkin saja terbatas.
Dalam beberapa bulan terakhir, Whoosh telah melayani sekitar 14,000 hingga 16,000 orang per hari, lebih sedikit jika dibandingkan penumpang di hari-hari liburan Natal dan Tahun Baru yang mencapai sekitar 21,000 orang.
Kita tahu bahwa kita harus berinvestasi pada transportasi umum, dan bukan pada jalan tol lagi. Namun, pemerintah harus merencanakan dengan hati-hati untuk memastikan utang yang diakibatkan oleh pembangunan transportasi memang bermanfaat dan dapat dikelola.
Pemerintah juga harus merancang transportasi umum secara efisien agar terhubung dengan lanskap kota, fasilitas umum, dan arus manusia yang ada.
Proyek-proyek tersebut tidak boleh diwujudkan sekadar untuk memuaskan ambisi pribadi seorang pemimpin atau mendukung hubungan bilateral dengan negara-negara tertentu. Semua proyek harus selalu berlandaskan alasan melayani kepentingan masyarakat, dan bukannya jadi beban yang harus ditanggung oleh generasi berikutnya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.