TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Bekasi yang toleran

Bekasi meraih penghargaan sebagai kota toleran karena peraturan daerahnya yang mengedepankan kerukunan umat beragama. Pemerintah daerah juga mengalokasikan cukup anggaran untuk menyelenggarakan program yang bertujuan memperkuat toleransi beragama di kalangan warga.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, February 17, 2024

Share This Article

Change Size

Bekasi yang toleran Tolerance: A motorcyclist passes a mural depicting representatives of multiple religions on July 31, 2020, in Cinere, Depok, West Java. (JP/P.J. Leo)
Read in English

K

eberanian Wali Kota Bekasi saat itu, Rahmat Effendi, yang pada 2019 membela kebebasan umat Katolik untuk beribadah di Gereja Santa Clara di Bekasi Utara, menjadi tonggak sejarah. Dengan berani, ia hadapi kelompok intoleran. Tindakannya itu akhirnya menjadi bukti upaya kota tersebut untuk memajukan kerukunan dan toleransi beragama. Tidak mengherankan jika Setara Institute for Democracy and Peace, dalam dua tahun berturut-turut, menobatkan Bekasi sebagai kota paling toleran kedua di Indonesia.

Yang menduduki peringkat teratas adalah Singkawang di Kalimantan Barat. Namun, sesungguhnya, urusan peringkat hanyalah sekadar hal teknis belaka. Yang penting, Bekasi kini telah menjadi teladan, atau bahkan menjadi patokan standar tertinggi, bagi praktik toleransi beragama di negara yang majemuk ini. Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia telah mendapatkan pengakuan internasional sebagai lahan subur bagi demokrasi dan kebebasan. Tetapi, pada kenyataannya, banyak wilayah yang masih berjuang melawan intoleransi.

Menurut Setara, sebuah kelompok hak asasi manusia yang dihormati, kota-kota paling toleran lainnya adalah Salatiga di Jawa Tengah, Manado di Sulawesi Utara, Semarang, ibu kota Jawa Tengah, Magelang di Jawa Tengah, Kediri di Jawa Timur, Sukabumi di Jawa Tengah, Kupang di Nusa Tenggara Timur, dan Surakarta di Jawa Tengah.

Sementara itu, dalam daftar sepuluh kota yang dinilai paling tidak toleran di Indonesia, yang teratas adalah Sabang di Aceh. Kemudian diikuti oleh Bandar Lampung di Lampung, Palembang di Sumatera Selatan, Pekanbaru di Riau, Mataram di Nusa Tenggara Barat, Lhokseumawe di Aceh, Padang di Sumatera Barat, Banda Aceh di Aceh, Cilegon di Banten, dan Depok di Jawa barat.

Baik Bekasi maupun Depok merupakan kota satelit Jakarta. Kedua kota itu menjadi tempat tinggal banyak karyawan yang berkantor di ibu kota.

Menurut Setara, Bekasi telah mencapai kemajuan yang mengesankan dalam menciptakan suasana toleransi yang lebih kondusif. Pada 2015, kota ini menduduki peringkat ke-93 dari 94 kota yang disurvei. Namun, dalam waktu tujuh tahun, posisi kota ini melambung ke urutan dua teratas.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Statistik resmi pada 2022 menunjukkan bahwa Bekasi adalah rumah bagi 2,2 juta Muslim, 106.000 Protestan, 28.800 Katolik, dan ribuan penganut agama lain.

Bekasi meraih penghargaan sebagai kota toleran karena peraturan daerahnya yang mengedepankan kerukunan umat beragama. Pemerintah daerahnya juga mengalokasikan cukup anggaran untuk menyelenggarakan program yang bertujuan memperkuat toleransi beragama di kalangan warga. Kota ini juga menekankan nilai toleransi beragama dalam pendidikan formal.

Bagi para pemimpin populis di tingkat nasional atau daerah, apa yang telah dilakukan pemerintah Kota Bekasi memang sulit dicontek. Namun, Indonesia perlu meniru kota ini jika ingin bergerak melampaui demokrasi prosedural.

Penghargaan yang diberikan kepada Bekasi merupakan hal yang menggembirakan karena kedekatannya dengan Jakarta sebagai pusat kekuasaan. Terlebih saat ini, kala tren intoleransi dan bahkan persekusi terhadap kelompok minoritas di negara ini meningkat.

Kita harus selalu ingat kata-kata Rahmat pada ratusan pengunjuk rasa yang marah, beberapa tahun lalu. Ia bersikeras tidak akan membatalkan izin pembangunan gereja yang dia tandatangani pada 2015. Ia katakan bahwa pembangunan gereja tersebut punya dasar hukum yang kuat. Protes tersebut berlangsung selama bertahun-tahun karena adanya kecurigaan bahwa gereja menjadi bagian dari gerakan “Kristenisasi” yang menyasar masyarakat setempat.

“Lebih baik kepala saya ditembak, daripada saya mencabut izinnya,” kata Rahmat saat itu. Pada Agustus 2019, ia meresmikan gereja tersebut. Untuk pertama kalinya dalam dua dekade, akhirnya umat Katolik di sana dapat merayakan Natal di gereja mereka sendiri.

Karena Rahmat tidak lagi memimpin kota, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab menjaga agar suasana toleran tetap utuh. Pejabat pemerintah perlu mempromosikan pencapaian tersebut di kalangan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka akan toleransi.

Setara juga merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk menciptakan kesetaraan dan keharmonisan antarpenganut agama berbeda di kota dan kabupaten di seluruh negeri. Pertama, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus mengkaji peraturan daerah yang diskriminatif. Bagaimana pun, aturan tersebut merupakan sumber praktik intoleransi yang dilakukan baik oleh aktor negara maupun masyarakat biasa.

Kedua, pemerintah pusat perlu menerapkan peraturan untuk memastikan kerangka yang kuat dalam pembuatan peraturan daerah, termasuk aturan untuk menjalankan pemerintahan yang inklusif.

Selamat kepada Bekasi atas kemajuan luar biasa dalam hal toleransi dan inklusivitas. Kota-kota lain, termasuk Depok, bisa belajar dari Bekasi tentang cara mendukung kesetaraan bagi semua warga masyarakat.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.