Peraturan presiden yang telah lama ditunggu-tunggu ini, akan mulai berlaku pada Agustus. Peraturan mengharuskan raksasa teknologi seperti Google Alphabet Inc. dan Facebook Meta untuk membayar hak penerbit pada media lokal, atas setiap berita yang mereka publikasikan ulang di platform mereka.
eknologi komunikasi digital bisa menguntungkan industri media. Menggunakan internet bisa menghilangkan hambatan fisik dan mengurangi biaya pengiriman. Hal itu memungkinkan perusahaan media menjangkau jutaan pembaca, pemirsa, dan pelanggan.
Pengiklan dapat dengan mudah memanfaatkan jutaan orang yang mengakses informasi dalam sekejap.
Sayangnya, yang terjadi bukan hal itu.
Ketika media fokus pada upaya terbaik mereka, yaitu menghasilkan berita yang andal dan kredibel untuk konsumsi publik, platform teknologi mulai mengambil alih peran media sebagai penyampai berita.
Mesin pencari mulai berperan sebagai mesin pengindeks. Ia membantu pengguna internet menavigasi beragam konten yang tersedia di jaringan World Wide Web. Tak perlu waktu lama, perusahaan pemilik mesin pencari mulai menjelajah internet untuk mengumpulkan konten yang diproduksi oleh perusahaan media. Menggunakan sistem algoritma canggih, mereka mengirimkan konten yang telah dipersonalisasi hingga sesuai keinginan pengguna.
Ketika pengguna semakin bergantung pada mesin pencari, pengiklan pun demikian. Mengapa harus membayar ruang iklan di media jika mereka dapat menargetkan iklan pada individu dengan menggunakan alat penargetan yang digunakan oleh mesin pencari?
Kemudian, platform media sosial hadir dan menawarkan jangkauan pasar yang lebih luas lagi. Tidak sekadar menawarkan kemudahan distribusi berita, beberapa platform menawarkan cara agar berita lebih tepat sasaran. Mereka menjadi tantangan bagi otoritas perusahaan media yang selama ini berperan sebagai satu-satunya pembawa berita.
Pada saat yang sama, ketika pendapatan iklan dialihkan ke perusahaan media sosial, peran perusahaan media juga terkikis oleh para pembuat konten, tokoh media sosial, dan influencer.
Di era kemajuan teknologi saat ini, kebangkitan kecerdasan buatan dapat menempatkan industri media pada risiko yang lebih besar. Jurnalisme dapat diambil alih oleh mesin.
Setelah 20 tahun, nampaknya teknologi digital telah menjadi kutukan bagi keberadaan industri media.
Dengan latar belakang inilah, pemerintah Indonesia pada hari Selasa 20 Februari mengeluarkan peraturan yang diharapkan banyak orang dapat membantu membendung kerugian yang dialami perusahaan media. Banyak yang menaruh harap bahwa peraturan ini akan mengendalikan kerusakan yang telah terjadi dan memberikan bantuan bagi industri media. Selama ini, perusahaan media cenderung dibiarkan berjalan sendiri untuk menghadapi gangguan besar dari dunia maya yang telah berkembang selama dua dekade terakhir.
Peraturan presiden yang telah lama ditunggu-tunggu ini, akan mulai berlaku pada Agustus. Peraturan mengharuskan raksasa teknologi seperti Google Alphabet Inc. dan Facebook Meta untuk membayar hak penerbit pada media lokal, atas setiap berita yang mereka publikasikan ulang di platform mereka.
Aturan baru ini membawa Indonesia sejajar dengan Australia dan Kanada. Dua negara tersebut telah menerapkan kebijakan mengenai hak-hak penerbit berita, serupa dengan peraturan yang dikeluarkan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Peraturan presiden Indonesia membuka jalan bagi perusahaan media untuk menegosiasikan kemitraan mereka dengan platform teknologi. Kemitraan yang bisa dilakukan antara lain dalam bentuk lisensi berbayar, bagi hasil, atau berbagi data.
Aturan baru ini merupakan kemenangan kecil bagi perusahaan media di Indonesia. Akhirnya, untuk pertama kalinya, perusahaan media dapat mulai bernegosiasi dengan raksasa teknologi global. Perusahaan media jadi punya pijakan yang lebih kuat dan setara.
Aturan baru ini juga diterapkan pada saat yang tepat, karena organisasi berita mulai dari lembaga penyiaran televisi hingga publikasi berbasis web dan stasiun radio saat ini sedang menghadapi gelombang PHK massal. Beberapa perusahaan terpaksa melakukan tindakan pengetatan lainnya sebagai akibat dari berkurangnya pendapatan iklan.
Peraturan tersebut tentunya merupakan konsesi dari Presiden Jokowi yang telah jadi bulan-bulanan media Indonesia menjelang pemilihan presiden pada 14 Februari. Banyak berita menampilkan dugaan campur tangan yang memungkinkan putranya, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai wakil presiden, berpasangan dengan calon presiden yang posisinya terdepan di berbagai jajak pendapat, Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya di Jakarta pada Selasa 9 Februari, sebagai puncak perayaan Hari Pers Nasional 2024, Jokowi mengatakan bahwa ia telah mengesahkan peraturan presiden tersebut meskipun ada kritik keras dari perusahaan media.
“Saya menghormati kebebasan pers, kebebasan berbicara, dan kebebasan berekspresi,” katanya.
Kita hanya bisa berharap pemerintahan berikutnya, yang kemungkinan besar adalah Prabowo, akan melindungi tidak hanya hak-hak organisasi media di negara ini melalui peraturan baru ini, tetapi juga melindungi kebebasan organisasi media.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.