Ada kekhawatiran bahwa perekonomian akan terguncang akibat terdampak melonjaknya harga minyak atau terganggunya rantai pasokan global yang lebih lanjut.
etika dunia disadarkan oleh berita adanya serangan pesawat tak berawak serta rudal yang dilancarkan Iran terhadap Israel, banyak orang mengkhawatirkan bahwa perang di Timur Tengah akan semakin panas. Jika disatukan dengan konflik lain, bisa saja kejadian ini memicu Perang Dunia III.
Teheran menegaskan bahwa serangan itu adalah respon atas serangan mematikan Israel di Suriah pada 1 April, tanpa bermaksud memicu eskalasi konflik lebih lanjut. Namun sesungguhnya, apakah negara itu memikirkan yang akan terjadi jika ada bentrokan antara dua musuh yang sama-sama cenderung ingin melanggar hukum internasional?
Pengepungan Israel selama enam bulan di Gaza telah memperjelas kondisi bahwa bagi para pelaku konflik geopolitik, nyawa hanyalah sekadar angka. Kejadian di Gaza juga membuktikan bahwa hambatan terbesar bagi terwujudnya perdamaian adalah keengganan dari pihak yang bertikai untuk melihat lebih jauh dari hanya kepentingan nasional belaka.
Bagaimana pun, semakin banyak seruan dari negara-negara lain untuk gencatan senjata. Negara yang bertikai diminta menahan diri. Melihat hal itu, rasanya tidak ada satu negara pun yang ingin menghadapi konflik, lebih dari yang sudah ada.
Negara-negara di kawasan teluk dan negara-negara lain yang wilayah udaranya dilanggar oleh Iran dalam serangannya terhadap Israel akan menjadi pihak yang menderita lebih dulu. Mereka terjebak di tengah konfrontasi antara Israel dan Iran. Israel didukung oleh Amerika Serikat dan Kelompok Tujuh (G7) di satu sisi, sedangkan di belakang Iran, terdapat sekutunya, yaitu Suriah, Yaman, dan Lebanon.
Bagi Indonesia, jarak yang 10.000 kilometer dari pusat huru hara tidak cukup menepis kekhawatiran akan terjadinya guncangan perekonomian. Akan ada dampak dari melonjaknya harga minyak, juga akibat gangguan pada rantai pasokan global yang lebih lanjut.
Beberapa pihak telah memperingatkan agar tidak semakin mengobarkan api peperangan, karena hanya akan menguntungkan produsen minyak dan pelaku industri militer. Ada juga yang menggarisbawahi kemungkinan para investor menarik simpanan mereka yang berbentuk rupiah dan menukarnya menjadi emas atau dolar Amerika, jika terjadi konflik yang lebih besar.
Untungnya, respon pemerintah Indonesia telah membangkitkan rasa percaya diri pada masa yang penuh gejolak ini.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengadakan rapat kabinet pada hari Selasa untuk membahas risiko yang terkait konflik Iran-Israel. Ia segera meminta para menterinya untuk meningkatkan upaya diplomatik guna menyerukan tindakan pengendalian diri dan mendorong deeskalasi. Ia juga menginstruksikan kabinetnya untuk menjajaki segala kemungkinan terkait pengeluaran negara dan mencari cara untuk menjaga kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang hadir dalam pertemuan tersebut memberikan jaminan bahwa bank sentral akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Utamanya untuk mencegah volatilitas nilai tukar yang menyebabkan pelemahan rupiah sejak pekan lalu.
Fluktuasi harga minyak global merupakan salah satu risiko terbesar. Karena itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral perlu menyatakan bahwa cadangan bahan bakar Indonesia masih cukup untuk menahan dampak harga minyak global terhadap perekonomian.
Indonesia juga lebih banyak mengimpor minyak dari negara-negara Afrika, dibandingkan dari Timur Tengah. Fakta itu terhitung sebagai kondisi yang menenangkan dalam menghadapi potensi gangguan angkutan laut di Selat Hormuz.
Di bidang kebijakan luar negeri, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan bahwa ia telah berbicara dengan sejawatnya dari Iran, Arab Saudi, Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab, Turki, Belanda, dan Jerman. Menurutnya, berulang kali sudah diserukan bahwa “tidak ada yang diuntungkan jika perang dieskalasi”.
Menteri Retno berbicara dengan Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell, yang dikenal sebagai tokoh Asia dalam pemerintahan Presiden Joe Biden. Dalam pembicaraan, AS didesak untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Israel guna meredakan situasi.
Bagi Jakarta, tidak ada yang bisa dilakukan selain memanfaatkan hubungan baik dengan Iran untuk meredakan ketegangan. Pada dasarnya, Indonesia tidak punya kepentingan dalam konflik dengan Israel, meski dihadapkan pada beberapa risiko jika konflik di Timur Tengah semakin besar.
Namun jika Israel akhirnya membalas serangan yang terjadi pada Sabtu lalu tersebut, maka Indonesia harus memikirkan cara lain agar kondisi tetap terjaga.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.